Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘57 entrepreneur’ Category

WAWASAN ENTREPRENEUR DALAM PEMAHAMAN KONSEPSI BUDAYA

PENDAHULUAN

Memahami “Konsepsi Budaya” mendorong kita untuk memahami apa arti memasuki abad 21, suatu abad yang telah ditandai oleh perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi ke masyarakat pengetahuan. Perubahan tersebut menunjukkan pula, perlunya satu usaha untuk melakukan pendekatan baru dalam mewujudkan daur hidup dalam bersikap dan berperilaku berbasiskan suatu “Konsepsi Budaya” yang jelas.

Waktu berjalan terus, era globalisasi merupakan tantangan di abad ini, maka   dalam memasuki dunia tanpa batas diperlukan satu pendekatan yang kita sebut dengan mengelola berbasiskan “Budaya”  sebagai wajah baru haruslah mampu mengantisipasi dan mengaktualisasikan sikap dan perilaku yang selaras dengan keputusan konsepsi yang kita hayati dan pahami bersama.

Oleh karena itu adanya anggapan yang menganggap bahwa mendorong orang dengan fokus untuk memikirkannya secara konsepsional  ini berarti  “Budaya” sebagai suatu konsepsi sangat penting untuk diterapkan dan diperlukan seseorang dalam bersikap dan berperilaku yang mampu berperan untuk mengkomunikasikan dengan baik dengan tanggung jawab bersama dengan satu pola pikir kedalam suatu “komunitas”

Dengan ungkapan itu setiap “komunitas” menyadari sepenuhnya bahwa setiap komunitas pada saat ini memahami sepenuhnya untuk apa ia berdiri dan atas prinsip apa yang dianut dalam beroperasinya. Oleh karena itu perilaku suatu komunitas yang didasarkan kepada BUDAYA yang kuat bukan saja pilihan filosofis melainkan sejalan dengan tuntutan daur hidup komunitas dalam kelangsungan hidupnya.

Jadi berdasarkan pemikiran diatas, sudah saatnya suatu “komunitas” memiliki “Konsepsi Budaya” yang jelas, sehingga dapat diambil kebersamaan dalam bersikap dan berperilaku untuk menyelaraskan kedalam kepentingan komunitas itu sendiri.

Untuk mengkomunikasikan suatu “Konsepsi Budaya” tersebut diperlukan langkah-langkah agar konsepsi budaya dituangkan secara formal sehingga diperlukan keterlibatan semua warga “komunitas” itu sendiri untuk memahami dan mempelajari sebagai landasan dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan mereka.

Dari sudut pandang anthropologi menekankan pada sistem gagasan atau idea, sedangkan dari sudut sosiologi menekankan pada sistem sosial (perilaku). Bertitik tolak dari sudut pandang tersebut maka dapat dirumuskan pemahaman budaya dari sisi lain sebagai berikut :

  • Sistem nilai dan keyakinan komunitas yang mewarnai perilaku warga dan kegiatannya.
  • Cara atau kebiasaan kerja yang telah membudaya (tertanam) dalam satu komunitas.
  • Suatu pola terpadu dari tingkah laku masyarakat dalam komunitas antara lain pemikiran, tindakan, pembicaraan, ritual / upacara dan benda-benda.

Kemerdekaan yang kita nikmati selama 62 tahun dengan perubahan UUD 1945 telah empat kali dan disusul oleh pembinaan bangsa, revolusi dan pembangunan yang diiukuti perubahan dari orde lama ke orde baru ke orde reformasi tidak menunjukkan perhatian yang terfokuskan mengenai “pembangunan ekonomi sebagai masalah kebudayaan”. Dapat kita baca hal tersebut yang ditulis oleh para pemikir seperti Soejatmoko dalam bukunya “Dimensi manusia dalam pembangunan”, Prof Koentjaraningrat dalam bukunya “Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan”, Mochtar Lubis dalam bukunya “ Manusia Indonesia”

Dengan pmikiran yang kita utarakan diatas, maka sudah waktunya kita memusatkan pikiran untuk merumuskan “Konsepsi Budaya” sebagai aturan dan tuntunan yang harus dianut dalam bersikap dan berperilaku sebagai manusia Indonesia seutuhnya dalam uatu komunitas.

PENDEKATAN SEBAGAI RUMUSAN KONSEPSI

Untuk merumuskan suatu konsepsi sebagai pola berpikir dalam merumuskan satu gagasan atau idea yang dapat dipergunakan sebagai landasan, maka diperlukan satu pendekatan.

Pendekatan yang kita maksudkan disini “menguraikan huruf dari kata dan merumuskan menjadi kata bermakna kedalam sutua untaian kalimat yang dapat mendorong dalam bersikap dan berperilaku” dalam proses kemampuan berpikir serta memperhatikan hal-hal yang terkait dengan sudut pandang baik antropologi maupun sosiologi.

Dengan pemikiran itu, maka kata BUDAYA kita uraikan menjadi kata bermakna yang terdiri dari B menjadi kata  (B)ERPIKIR ; U menjadi kata  (U)SAHA-USAHA ; D menjadi kata  (D)AYA CIPTA ; A(ke 1) menjadi kata  (A)MANAH ; Y menjadi kata  (Y)AKIN ; A (ke 2) menjadi kata (A)GAMA.

Bertitik tolak dari pemikiran diatas, maka kita memerlukan satu difinisi yang berkaitan dengan pemahaman, apa yang kita maksudkan dengan “BUDAYA” sebagai suatu konsepsi sbb. :

“BUDAYA adalah kemampuan seseorang dalam BERPIKIR untuk dapat menggerakkkan USAHA-USAHA dalam memanfaatkan kesadaran, kecerdasan dan akal untuk menciptakan DAYA CIPTA dalam menjalankan AMANAH yang berlandaskan ke –YAKINAN dengan AGAMA yang dianutnya”.

UNSUR DAN PENGARUH PERAN BUDAYA

Dengan memperhatikan pengertian yang dikemukakan diatas, maka dapat pula kita simpulkan peran Budaya sebagai suatu pemahaman tersebut diharapkan pula menjadi daya dorong dalam mewujudkan keputusan kearah persfektif agar dapat memberikan motivasi dalam usaha membina Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki intergritas pribadi, memiliki wawasan mengenai keagamaan, bahasa, sejarah, kesenian, kesusteraan,  dan ilmu pengetahuan.

Untuk membangun, mewujudkan, membina dan  mengembangkan SDM yang memiliki karekteristik tersebut kedalam sikap dan perilaku diperlukan landasan Budaya kedalam suatu pemahaman yang mendalam.

Budaya diperlukan untuk berperan dalam menyatukan cara pandang serta cara bertindak dalam menyelaraskan dari pihak-pihak yang berkepentingan ditengah lingkungan yang selalu berubah.

Dengan “Konsepsi Budaya” yang dapat diterima semua pihak dalam komunitas yang bersangkutan akan menuntun sikap dan perilaku secara terpola dalam mewujudkan prima dalam karsa dan sadar dalam karya artinya:

Prima Dalam Karsa :

  • Setiap manusia memiliki komitmen dalam pelaksanaan pekerjaan.
  • Komitmen menjadi daya dorong membangun kebanggaan dalam berkomunitas.
  • Komunitas yang memiliki  komitmen tidak lagi menunggu komando untuk diawasi.
  • Tidak diperlukan kontrol yang ketat dalam mewujudkan mutu kerja.
  • Setiap warga komunitas harus memiliki komitmen yang memiliki kepribadian yang proaktif.
  • Mengelola prima dalam karsa berbasiskan budaya berarti wujud karsa dalam berusaha meningkat produktivitas.

Sadar Dalam Karya :

  • Sikap sadar dalam karya melahirkan disiplin yang tidak semu.
  • Dengan disiplin maka warga dalam komunitas mengenal konstribusi dalam perannya.
  • Mendorong dan menumbuh kembangkan nilai-nilai kreativitas, inovatif, proaktif, dan produktif.
  • Melahirkan kemampuan berpikir dalam memanfaatkan kesadaran, kecerdesan dan akal untuk menghindari masalah.
  • Setiap warga komunitas merasa dalam kehidupan  akan selalu merasa memiliki keunggulan dalam keahliannya.

Dengan memperhatikan makna budaya serta memperhatikan yang dinungkapkan oleh Koentjraningrat dalam bukunya “kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, ia mengungkapkan bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud ialah :

  • Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
  • Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
  • Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.”

Selanjutnya ia mengatakan bahwa “ Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudyaan. Kebudayaan ideal ini dapat kita sebut adap tata-kelakuan atau secara singkat dapat dalam arti khusus, atau adat-istiadat dalam bentuk jamaknya” Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem soisial.” “ Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik”

Dari apa-apa yang telah kita uraikan diatas, maka yang termasuk unsur-unsur kedalam konsepsi budaya dari suatu komunitas adalah :

  • NILAI, dalam arti apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik dan apa yang lebih benar atau yang kurang benar. Nilai budaya dapat berbentuk : Disiplin murni (taat bekerja dengan penuh kesadaran) ; Kreatif individu / kelompok ; Inovasi organisasi ; Mengutamakan mutu dan produktivitas ; Kepuasan bersama ; Profesional (mengerti apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya) ; Proaktif (tanggap dan tidak menunggu perintah) ; Jiwa pelayanan ikhlas, ramah tamah ; Kerjasama ; Adaptif ; Tabah (tidak kenal putus asa) ; Menghargai waktu ; dsb.
  • NORMA, dalam arti aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur penilaian. Atau dapat juga dikatakan norma adalah aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan dan kendali tingkah laku individu dalam suau komunitas. Seluruh peraturan yang diterbitkan harus dijiwai oleh nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai tuntunan dalam bersikap dan berperilaku.
  • WEWENANG, dalam arti kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Wewenang adalah kekuasaan  yang syah untuk melaksanakan peranan sesuai dengan jabatan untuk mewujudkan harapan-harapan selaras dengan budaya komunitas.  Wewenang merupakan wahana untuk memasyarakatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam budaya dari suatu komunitas.
  • GANJAR, dalam arti imbalan yang diberikan secara wajar dan adil baik bersifat finansial maupun non finansial. Atau dengan kata lain ganjar adalah imbalan dalam bentuk penghargaan atas prestasi positip atau hukuman atas prestasi negatif.

Sejalan dengan pemikiran yang kita utarakan diatas, mengingatkan kita kembali apa yang ditulis Soejatmoko dan Mochtar Lubis seperti halnya juga Koentjraningrat telah memberikan arah perfektif mengenai “Manusia Indonesia Seutuhnya” dalam demensi pembangunan.

Jadi unsur-unsur tersebut bila dituangkan dalam konsepsi Budaya dari suatu komunitas yang diformalkan akan menjadi landasan bersikap dan berperilaku dalam kehidupan komunitas itu sendiri yang akan  mempengaruhi kedalam pola berpikir untuk mengembangkan wawasan dan imajinasi warga Komunitas  kedalam dimensi pembangunan.

Jadi pengaruh budaya dalam proses berpikir  akan selalu mendorong manusia komunitas itu merasakan arti keberadaannya sebagai warga dalam suatu komunitas untuk dapat memberikan konstribusi dalam pembangunan sesuai dengan perannya.

Pada saat ia memahami masa kini, berarti ia dapat menangkap pengalaman masa lalu. Sejalan dengan itu ia mengharapkan masa depan yang lebih baik dari masa kini, oleh karena itu, ia tidak dapat melepaskan arti berpikir, bekerja dan belajar berlandaskan pemahaman BUDAYA sebagai perekat dalam kebersamaan bersikap dan berperilaku dari komunits itu sendiri yang telah diyakini dan dipercaya oleh mereka. Konsepsi inilah yang harus dibangun secara formal.

PERSFEKTIF  KONSEPSI BUDAYA

Bertitik tolak dari pemikiran intuitif, maka diperlukan satu pernyataan singkat agar dapat menuntun arah yang hendak kita tuju di masa depan yang kita sebut dengan  satu pernyataan sebagai berikut :

“VISI BERBUDAYA adalah kemampuan manusia  membangun CITRA dalam melaksanakan “prima dalam karsa” dan “sadar dalam karya” dari  suatu komunitas  sebagai manusia yang unggul berdasarkan pelaksanaan pemahaman BUDAYA yang memiliki kejelasan formal atas nilai, norma, wewenang dan ganjar mendalam  sebagai penuntun menuju ke ARAH kesiapan yang mampu memasuki setiap perubahan dengan TUJUAN membangun kebiasaan yang produktif “.

Unsur visi berbudaya dalam sikap mencakup : Citra, Budaya, Arah, Tujuan artinya:

  • CITRA adalah mewujudkan sikap sebagai manusia yang unggul.
  • BUDAYA adalah sikap mengkomunikasikan pola berpikir kedalam prinsip yang di formalkan kedalam nilai, norma, wewenang dan ganjar.
  • ARAH adalah sikap positip dalam memasuki setiap perubahan
  • TUJUAN adalah menyatukan sikap dalam kesamaan berpikir dalam membangun kebiasaan yang produktif.

Bertolak dari pernyataan VISI BERBUDAYA menggambarkan arah perjalanan yang hendak dituju, sebaliknya pernyataan MISI BERBUDAYA  menyatakan bagaimana sarana itu disiapkan dalam menuju arah yang dituju, dengan pernyataan sebagai berikut :

“MISI BERBUDAYA adalah kemampuan manusia dalam suatu komunitas dalam usaha-usaha untuk MEMPERHATIKAN perilaku dalam mengkomunikasikan kehangatan serta MEMBIMBING dalam membangun kepercayaan dan keyakinan dengan pemikiran ANALITIS STRATEGIS melihat masa depan yang bersifat antisipatif dari sudut pandang yang bersifat EKSPRESIF dengan penguasaan wawasan dan imajinasi”.

Unsur MISI BERBUDAYA dalam perilaku mencakup: Memperhatikan, Membimbing, Analitis, Ekspresif artinya :

  • MEMPERHATIKAN adalah mengkomunikasikan kehangatan dalam berperilaku.
  • MEMBIMBING  adalah membangun kepercayaan dan keyakinan untuk memahami arti keberadaan dalam berperilaku.
  • ANALITIS STRATEGIS adalah mengkomunikasikan fakta, gagasan ke masa depan sebagai umber dari kekuatan berpikir dalam berperilaku.
  • EKSPRESIF adalah inisiatif, kreatif, spontan, bersemangat dalam berperilaku.

Jadi dengan pemahaman kita mengenai VISI dan MISI BERBUDAYA tersebut diatas serta wawasan kita mengenai agama, bahasa, seni, kesusteraan, sejarah, ilmu pengetahuan dan sebagainya mendorong berpikir intuitif untuk merumuskan apa yang menjadi TUJUAN  yang hendak dicapai dari konsepsi BERBUDAYA sebagai brikut :

  • Menjadi pedoman sebagai aturan yang harus kita patuhi dan dijalankan sebagai komitmen yang datang dari diri sendiri dalam bersikap dan berperilaku.
  • Dengan pedoman yang diformalkan dan dapat diterima oleh Warga komunitas diharapkan dapat menuntun dalam menjalankan peran yang dibebankan kepadanya.
  • Dengan pedoman itu pula mendorong kepada setiap warga untuk mampu membangun kebiasaan yang produktif.
  • Menjadi pedoman dalam merumuskan budaya kerja kedalam masimng-masing unit kerja ssuai dengan bidangnya.
  • Menjadi pedoman bagi setiap orang yang merasakan akan arti penting untuk terus meningkatkan kompetensi agar dapat berperan dalam dimensi pembangunan.
  • Menjadi pedoman bagi setiap pemimpin pada semua tingkatan untuk menumbuh kembangkan kepemimpinan kolaboratif.
  • Menjadi pedoman bagi setiap warga yang selalu siap menghadapi perubahan dalam gelombang ketidak pastian.
  • Menjadi pedoman sebagai daya dorong agar setiap warga mampu menggerakkan kreativitas dan inovasi .

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang dirumuskan diatas, diperlukan pula penjabaran lebih lanjut kedalam SASARAN secara kuantitatip dan rumusan STRATEGI, KEBIJAKSANAAN dan PROGRAM yang jelas dalam melaksanakan transformasi kedalam sikap dan perilaku.

PENUTUP

Seandainya anda sebagai pipinan puncak dari suatu komunitas yang baru diangkat yang sedang mengalami masalah yang normal dan tidak normal, maka sebelum anda melangkah mencari penyelesaiannya akan timbul satu pertanyaan, mengapa masalah itu timbul ?

Karena organisasi dalam komunitas itu, tidak siap mengantisipasi perubahan yang serba komplek dan ketidak kepastian, ditambah lagi posisi daur hidup komunitas berada dalam masalah abnormal yang dikelompokkan kedalam katagori “penyakit” sebagai akibat ketidak jelasan dalam meletakkan landasan konsepsi “Berbudaya” yang akan menuntun dalam bersikap dan berperilaku.

Sejalan dengan pemikiran diatas, timbul pertanyaan “mengapa harus dimulai dari membanngun “Konsepsi Budaya” sedangkan kitapun menyadari bahwa  membutuhkan waktu dalam mentransformasikannya karena hal-hal yang tak dapat diraba dan tidak terlihat sehingga diperlukan pemahaman atas peran BERBUDAYA  seperti yang telah kita utarakan sebelumnya, oleh karena itu bila kita mengakui perlunya perubahan yaitu menetapkan secara formal BUDAYA maka mereka sebagai warga dari suatu komunitas, sehingga diharapkan adanya satu pemahaman yang dapat mendorong perubahan dalam berpikir yang menyangkut hal-hal sebagai berikut :

  • Manusia dan intelektual adalah unsur sentral dalam keberhasilan.
  • Konsepsi BERBUDAYA menekankan peran utama manusia.
  • Teknik manajemen dan strategi yang baik tidak ada artinya apabila dalam BERKOMUNITAS tidak memiliki orang-orang yang punya komitmen yang kuat untuk merealisasikan keputusan yang ditetapkan.
  • Pengalaman menunjukkan bahwa keunggulan yang diraih oleh negara-negara industri baru dan Jepang adalah konsekwensi dari budaya kerja yang diyakini oleh para pekerja.
  • Suatu komunitas yang memperhatikan unsur budaya yang di formalkan dalam pemahaman manusia dan intelektual akan mengembangkan budaya yang kuat.
  • Karena itu strategi dalam membangun suatu komunitas yang baik adalah dilengkapi dengan dimensi konsepsi budaya yang jelas.

Dengan pemahaman “Konsepsi Budaya” yang menjadi tulang punggung dari keberhasilan suatu kominitas, maka diharapkan ada titik temu untuk memanfaatkan alat berpikir kesadaran, kecerdasan dan akal menjadi kekuatan berpikir untuk mencari penyelesaian dalam kebersamaan dalam pola berpikir ke masa depan mengenai pentingnya “Konsepsi Budaya” yang erlu dirumuskan secara jelas.

Read Full Post »