Feeds:
Posts
Comments

Archive for August, 2015

REVOLUSI METAL

REVOLUSI MENTAL
MEMBERDAYAKAN
DAYA KEMUAN YANG KUAT
KEDALAM PENGAMALAN
NILAI-NILAI PANCASILA

OLEH
ABDUL TALIB RACHMAN

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
I. PENDAHULUAN ….. 3
II. REVOLUSI MENTAL …… 6
III. MEMBERDAYAKAN DAYA KEMAUAN YANG KUAT …. 11
IV. BUDAYA BERBANGSA DAN BERNEGARA INDONESIA (B3I) DALAM PENGAMALAN NILAI-NILAI PANCASILA ….. 31
V. PEMBERDAYAAN PIAGAM JAKARTA KEDALAM RUMUSAN PANCA SILA. ……. 92
VI. PEMBERDAYAAN NILAI-NILAI BERBANGSA
DAN BERNEGARA INDONEIA …… 125
VII. PEMBERDAYAAN DIRI ……. 139
VIII. PEMBERDAYAAN ORANG LAIN ….. 151
IX. PEMBERDAYAAN LANGKAH LANGKAH TINDAKAN ….. 169
X. PEMBERDAYAAN PENGENDALIAN …… 184
XI. PEMBERDAYAAN KEMAMPUAN DALAM MENGATASI
RINTANGAN …… 190
XII. MEMPELAJARI HAL-HAL YANG TERKAIT DENGAN
KETERBATASAN ……. 197

I. PENDAHULUAN
Sejenak bila kita renungkan perjalanan Bangsa dan Negara yang telah kita lalui kemerdekaan selama 70 tatun, namun warga Indonesia hidup kesenjangan yang luar biasa arti yang kaya menjadi bertambah kaya sedangkan yang miskin bertambah miskin. Itulah fakta dihadapan kita.
Oleh karena itu renungkan ungkapan bahwa “Rakyat itu adalah semisal akar Negara, kuat akar itu kuat pula Negara itu. Negara itu tidak akan kuat, apabila bangsanya tidak menghargai pahlawannya. Ketentraman rumah tangga menjadi sumber ketenteraman Negara. Bangsa yang cerdas ditakuti dunia. Politik yang tidak mengetahui sejarah tidak akan berakar. Sejarah yang tidak mengetahui politik tidak akan berbuah. Tidak ada satu kekuatan yang dapat menghalangi semangat rakyat, tidak ada satu kekuasaan yang dapat merombah persatuan”.
Dengan mendalami makna ungkapan diatas menjadi pendorong menumbuh kembangkan dalam usaha memberdayakan kemampuan berpikir, maka disitu akan terletak adanya keinginan dalam mewujudkan rendahkan hati tinggikan cita-cita karena orang yang tidak mempunyai cita-cita adalah sebagai sampah terapung di tengah lautan.

Sejalan dengan pikiran diatas, ada baiknya kita memikirkan yang disebut “Meretas jalan menjadi diri sendiri” sebagai satu kekuatan yang membentuk
“Daya Kemauan Yang Kuat” dalam usaha seberapa jauh ada keinginan melakukan perubahan yang sejalan dengan keinginan “Membangun jiwa tanpa topeng kepalsuan”
Bayangkan dalam pikiran anda bahwa bersama kenderaan dengan kepercayaan agama yang dianut dan keyakinan, sebagai mukmim maka Islam dan Iman menjadi kekuatan penuntun perjalan hidup kita , maka doronglah DAYA KEMAUAN YANG KUAT untuk menggugah JIWA dengan alat Kesadran, Kecerdasan dan Akal dalam menjalakan apa yang kita sebut REVOLUSI MENTAL dalam usaha untuk membangkitakan kembali pikiran dalam MENGAMALKAN NILAI -NILAI PENCASILA sebagai suatu kebutuhan yang berkelanjutan.
Menjalankan Revolusi Mental haruslah dapat memafaatkan kekuatan OTAK dan HATI yang digerakkan dalam proses berpikir yang disadari artinya dilakukan secara sistimatis maupun yang tidak disadari artinya berpikir yang digerakkan secara intuisi.
Dengan demikian timbullah apa yang disebut rajin membawa keberhasilan, malas menimbulkan penyesalan, dan siap yang melangkah ke depan dalam melakukan perubahan yang berencana niscaya bertambah dekat kepada tujuan.
Jadi renungkan dalam kebangkitan jiwa da hati dalam rangka memikirka kemugkinan bahwa revolusi mental adalah kebutuhan kita melihat masa depan yang bertolak dari satu kekuatan keyakinan artinya sesuatu yang misterius yang mengubah orang biasa menjadi orang terkemuka dalam mengamalkan nilai-nilai pancasila.
Oleh karena itu tumbuhkan kekuatan cinta dalam menjalankan revolusi mental maka disitu terletak kekuatan di belakang keyakinan yang mendorong menjadi satu kekuatan kepercayaan bahwa tiap masalah, Tuhan akan member jalan keluar. Jadi jika anda meikir positif, anda akan mendasari keputusan anda dengan keyakinan bukan ketakutan

II. REVOLUSI MENTAL
Revolusi suatu perubahan yang dilakukan secara radikal dalam arti suatu kepentingan yang mendesak. Jadi rovulusi mental melakukan perubahan yang menyangkut batin dan watak manusia kedalam aktivitas jiwa, cara berpikir dan berperasaan.
Dengan revolusi mental dimaksudkan segala perubahan untuk mewujudkan nilai-nilai hidup dalam bertingkah laku, oleh karena itu diperlukan landasan konseptual dalam usaha pembinaan penghayatan nilai-nilai hidup.
Pemikiran diatas mendorong kinginan tahuan yang menyangkut:
1) Kesiapan diri dalam menjalankan apa yang disebut kemantapan dan keterpolaan perubahan sikap ;
2) Memahami karakteristik diri sendiri ;
3) Memahami karakteristik pengaruh lingkungan sosial yang kondusif ;
4) Memahami karakteristik peran dari orang yang mempengaruhi
5) Memahami kekuatan emosi dan implikasinya dalam usaha mempelajari nilai-nilai hidup.

Bertolak dari landasan pemikiran diatas maka ilmu, pengethuan, pengalaman dan wawasan jauh lebih baik daripada tumpukan harta karena mencitai harta benda adalah sifat binatang dan senang dengan pengetahuan adalah sifat manusia.
Oleh karena itu, keberhasilan dalam menjalankan revolusi mental adalah memiliki kemampuan menjalankan prinsisp-prinsip keberhasilan adalah apabila Allah dan orang-orang sekeliling ridha kepada anda. Jiwa andapun mempunyai jiwa yang ridha dan anda mampu mempersembahkan amalan yang bermanfaat.
Bertolak dari pikiran diatas berarti melaksanakan revolusi mental berarti ada atu kekuatan dalam kemampuan dalam menghadapi manusia itu sesuai dengan keadaan mereka. Maklumilah apa yang tidak sengaja mereka lakukan. Ketahuilah bahwa ini merupakan sunnatullah pada manusia dan kehidupan kita sendiri.
Dengan demikian memulai kebiasaan baru janganlah anda sampai tertipu dengan gossip murahan dan cerita bohong sehingga niat anda dalam melaksanakan revolusi mental dapat mempengaruhi apa yang hendak anda lakukan.
Jadi ingatlah bahwa pekerjaan yang serius akan membebaskan jiwa dari pikiran yang jahat, dari khayalan-khayalan yang penuh dosa dan dari keinginan-keinginan yang diharamkan.

Oleh karena itu peran Revolusi Mental dapat diibaratkan bahwa kebahagian itu bagaikan sebuah pohon, yang airnya, makanannya ,udaranya dan cahanya adalah iman kepada hari kiamat.
Jadi jangan sekali-kali anda putus asa dari pertolongan Allah. Dan jangan putus harapan dari rahmat Allah dan lupa akan pertolongan Allah sebab pertolongan Allah akan turun sesuai dengan derita yang anda alami.
Dengan revolusi mental akan menuntun anda untuk mampu memaksimalkan bakat yang telah diberikan Allah, ilmu yang anda sukai, rezeki yang dikaruniakanNya dan pekerjaan yang sesuai dengan diri anda. Jadi ingatlah bahwa barangsiapa memiliki tingkah laku santun, perasaan yang sehat dan akhlak yang mulia maka dia akan membuat dirinya dan orang lain berbahagia dan akan mendapatkan hati yang tenang dan keadaan jiwa yang sejuk.
Dengan begitu hiburlah hati anda, karena hati itu cepat bosan dan mudah merasa letih. Lakukanlah kegiata yang variatif dan pilihlah kegiatan yang paling banyak memberi hikmah dan berbagai ragam pengetahuan.

Dengan memperhatikan pokok pikiran diatas, maka segala usaha dalam menjalankan revolusi mental akan ditentukan seberapa jauh sikap dan perilaku yang terpola harus mampu melaksanakan prinsip-prinsip yang diungkap dibawah ini :
Pertama, prinsip pembinaan diri sendiri artinya kemampuan mewujudkan kedewasaan diri melalui pemanfaatan dari pengalaman dan peristiwa kehidupan yang dialaminya.
Kedua, prinsip pembinaan yang berkesinambungan artinya mendalami makna nilai dalam kehidupan merupakan proses yang panjang.
Ketiga, prinsip menjalankan tugas masa depan artinya dapat membentuk kemampuan agar dalam menjalankan kegiatan secara effektif.
Keempat, prinsip tingkat kesiapan artinya dapat merangsang perkembangan dari tingkah laku yang dihubungkan dengan nilai akan berhasil secara signifikan.
Kelima, prinsip internalisasi dan individuasi artinya tingkah laku diberi kesempatan untuk menghayati dari suatu peritiwa melalui pengalaman dari pemain peran itu sendiri.
Keenam, prinsip sosialisasi artinya bahwa nilai-nilai hidup yang dipelajari barulah betul-betul berkembang apabila telah dapat dikaitkan dalam kontek kehidupa bersama.
Ketujuh, prinsip konsistensi dan koherensi artinya bahwa tingkah laku yang menjadi ungkapan nilai-nilai hidup lebih mudah terpola apabila dipelajari secara konsisten dan koherensi.
Kedelapan, prinsip sebab akibat artinya bahwa tingkah laku terpola lebih mudah diperkuat apabila konskwensi tingkah laku itu selalu Nampak sebagai hubungan sebab akibat yang fungional
Kesembilan, prinsip intergrasi artinya bahwa nilai-nilai hidup itu tidak cukup dipelajari sebagai ilmu semata-mata tetapi harus dintergraikan dengan sluruh problem kehidupan.
Kesepuluh, prinsip lingkungan yang kondusif artinya bahwa nilai-nilai hidup itu akan berkembang subur hanya apabila didukung oleh lingkungan yang serasi.
Kesebelas, pinsip komperehensif artinya bahwa untuk menumbuhkan satu tingkah laku terpola yang berkembang dalam konteks nasional diperlukan pendekatan pembinaan yang bersifat menyeluruh.
Duabelas, prinsip objektivitas artinya untuk dapat dihayati dalam kata senarnya nilai-nilai hidup tidak dapat ditanam paksa secara dogmatic dan indoktriner tetapi harus dipupuk dengan pemahaman objektif agar tingkah laku terpola yang diingini senantiasa memiliki daya suai yang sehat.
Ketigabelas, prinsip interpensi artinya setiap tingkah laku yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup mempunyai konskwensi baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sosial.
III. MEMBERDAYAKAN DAYA KEMAUAN YANG KUAT

1. PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia bergolak disebabkan oleh hasrat warganya dari semua lapisan untuk merubah dalam satu kebiasaan baru, bagaimana mereka dapat memberikan konstribusi yang terbaik di tengah-tengah bermasyarakat dan bernegara yang ingin perubahan kedalam revolusi berpikir atau yang saat ini didengungkan apa yang disebut dengan revolusi mental.
Gelombang perubahan itu begitu dahsyat adanya bagi warga Indonesia di tengah-tengah kemajuan pergolakan dunia manusia tanpa batas sehingga gonjangan-gonjangan tersebut menggema dalam gerak langkah mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejalan dengan apa yang kita pikirka diatas, ada Sesuatu yang ada dalam kekuasaan kita, dimana kita ingin memulai hidup baru dimana masa yang kita miliki adalah hari ini, oleh karena itu ingatlah BANGSA INDONESIA bahwa hidup kita dibentuk oleh pikiran kita sendiri, sehingga Sesuatu itu tak lain dan tak bukan adalah DIRI KITA sendiri.
Oleh karena itu, apa yang terpikirkan oleh kita saat ini dalam menghadapi gelombang perubahan dari sifat yang reaktif menjadi proaktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tak lain menumbuh kembangkan
“ DAYA KEMAUAN YANG KUAT” dalam warga BANGSA INDONESIA sebagai sekelompok orang yang mampu dan unggul menjadi warga yang mempunyai kemampuan untuk berkonsentrasi artinya kemampuan untuk memusatkan segenap pikiran dan perhatian kepada suatu titik atau tujuan atau suatu hal, dimana keberhasilan BANGSA INDONESIA dewasa ini bergantung kepada kemampuannya untuk menimbulkan kepercayaan kepada orang-orang bahwa ia mempunyai apa yang mereka butuhkan.
Dengan demikian, bila kita ingin “Mengubah takdir dalam wujud mengubah nasib”, maka pikirkan baik-baik hikmah berpikir kita kedalam apa yang kita sebut dengan berpikir KETAATAN dalam hubungan dengan Allah SWt, berpikir POSITIF dalam hubungan dengan manusia, melepaskan diri dari berpikir MAKSIAT dan NEGATIF, disitulah terletak kekuatan kebiasaan BANGSA INDONESIA MENJADI PENGUASAAN DIRI SENDIRI.
Renungkan ungkapan bahwa PENGUASAAN DIRI SENDIRI berarti KEBAHAGIAN, KEMERDEKAAN, HIDUP SECARA POSITIF. Oleh karena itu gerakkan pikiran kita kedalam hal-hal yang berkaitan dengan : usaha-usaha PENGUATAN KEMAUAN , PERKEMBANGAN PRIBADI, MEMPERBANYAK AMALAN LAHIR DAN BATIN, PENDIDIKAN MORAL.

Untuk mendalami “SESUATU” maka pemahaman apa yang terjadi dari perubahan masyarakat industri, ke masyarakat informasi ke masyarakat pengetahuan sehingga adanya dan pentingnya KEMAMPUAN menjadi sesuatu dalam memasuki abad ke 21 dimana gejolak perubahan begitu cepat dan komplek.
Oleh karena itu, renungkan pribadi yang kuat, selaras dan seimbang kedalam kebiasaan untuk mewujudkan apa yang disebut dengan DOA, HIDUP BERENCANA, INGATAN YANG KUAT ; PIKIRAN YANG TERANG DAN TERBUKA, SIKAP DAN PERILAKU DENGAN JIWA YANG SEHAT, SEMANGAT YANG MEMBARA, GEMBIRA, MENGASIHI.

2. SADAR KEMAUAN
Kemauan adalah rahasia-rahasia yang tidak pernah tidak pernah akan diketahui, oleh karena itu apa yang kita maksudkan dengan ‘SADAR KEMAUAN’ itu ? Kemauan itu sebenarnya ada dan penting keberadaannya.
Untuk menjawabnya marilah kita merumuskan dari sisi memahami dari unusr hruf dalam kata menjadi sesuatu yang bermakna seperti yang kita uraikan dibawah ini :
S menjadi SESUATU yang ada dan penting
A menjadi ANTUSIAS kedalam semangat dan bergairah
D menjadi DIRI sendiri
A menjadi AMBISI kedalam keinginan
R menjadi REALITA
Berdasar unsur kata, maka kita dapat merumuskan menjadi untaian kalimat yang bermakna, maka yang kita maksudkan dengan SADAR adalah SESUATU yang ada dan penting keberadaannya sebagai pendorong ANTUSIAS kedalam semangat dan bergairah menjadi jati DIRI SENDIRI dalam mewujudkan AMBISI yang sejalan dengan keinginan dalam REALITA yang dapat dicapai.
K menjadi KOMITMEN yang bukan dipaksakan
E menjadi EMOSI daya dorong orang berpikir masa lulu,kini,depan
M menjadi MANUSIA makhluk yan mulia
A menjadi AGAMA kepercayaan yang dianut
U menjadi UBAHLAH sebagai suatu proses
A menjadi ALLAH
N menjadi NABI
Berdasar unsur kata, maka kita dapat merumuskan menjadi untaian kalimat yang bermakna, maka yang kita maksudkan dengan KEMAUAN adalah KOMITMEN atas dasar keinginan diri sendiri menjadi kekuatan EMOSI sebagai daya dorong bagi MANUSIA dengan kepercayaan AGAMA yang dianutnya menjadi satu kekutan kedalam UBAHLAH sebagai suatu proses dalam meyakini keberadaan ALLAH dan NABI.
Dengan pemahaman SADAR KEMAUAN diatas maka kita harus mampu menumbuh kembangkan kekuatan pikiran kedalam :
• Apa yang disebut dengan Kekuasaan untuk memimpin diri sendiri artinya semua perbuatan dikaitkan dengan secara sadar melalui pertimbangan sbelum melangkah.
• Apa yang disebut dengan Menguasai diri sendiri artinya kemerdekan dalam bersikap dan berperilaku
• Apa yang disebut dengan Sadar kemauan artinya satu kekuatan yang dapat ditumbuh kembangkan dari yang tidak tahu menjadi tahu.
• Apa yang disebut dengan Kemampuan menggerakkan siasat artinya meletakkan pendekatan yang mendorong dapat diterima oleh semua pihak.
• Apa yang disebut dengan Daya kemampuan maha penting artinya semata-mata kesanggupan untuk mentaati diri sendiri.
3. MEMPERKUAT DAYA KEMAUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita dihadapkan dengan satu situasi sepertinya halnya kita mengunjungi orang sakit, atau saudara kita yang menerima musibah, maka kita meneteskan air mata, disini memperlihatkan kemauan yang lemah dan kemauan yang kuat.
Oleh karena itu, bagi yang memiliki kemauan yang kuat dan terlatih itu berarti yang bersangkutan berada dalam posisi orang yang berhasil dalam memberi perintah kepada diri sendiri, disiplin dalam mentaati perintah itu.

Dengan demikian kita meyakini bahwa dengan membuat latihan-latihan sendiri dalam usaha memperkuat daya kemauan itu berarti kita sedang berusaha melenyapkan kebiasaan-kebiasan yang salah dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Jadi masa yang anda miliki adalah hari ini, mulailah memikirkan hal-hal yang berkaitan untuk mengganti yang buruk dengan yang baik,
Cobalah renungkan sifat- sifat yang baik dibawah ini :
1. Sikap dan perilaku yang tegas.
2. Secara berkelanjutan berusaha memperperbaiki diri
3. Mampu bekerja yang terfokuskan
4. Berinisiatif dan kreatif
5. Bergerak cepat
6. Bisa dipercaya dan memenuhi janji
7. Tidak ingin tahu perkara orang lain
8. Tenang dalam posisi yang kritis
9. Berpikir terlebih dahulu sebelum berpendapat
10. Tidak mendendam
11. Tidak marah bila ditertawakan
12. Bisa berkorban
13. Memperhatikan perubahan zaman
14. Mampu mengembangkan sifat proaktif
15. Dan seterusnya dapat anda pikirkan hal-hal yang baik.

4. KEMAUAN DAN KEBIASAAN
Untuk merumuskan makna KEBIASAAN, dapat diuraikan lebih lanjut dari unsure kata yang terdiri dari :
K menjadi KEPRIBADIAN
E menjadi ETIKA
B menjadi BERPIKIR
I menjadi INTELEKTUAL
A menjadi ANTUSIAS
S menjadi SINERGI
A menjadi ASAHLAH
A menjadi AKAL
N menjadi Nalar
KEBIASAAN, dapat dirumuskan dari unsur kata kedalam untaian kalimat yang bermakna, lebih lanjut dirumuskan
bahwa KEBIASAAN adalah KEPRIBADIAN yang menggambarkan jati diri yang ber-ETIKA dengan kemampuan BERPIKIR dengan kekuatan INTELEKTUAL yang cerdas mewujudkan semangat ANTUSIAS yang mendalam sehingga memberi SINERGI maka ASAHLAH dengan memanfaatkan AKAL ketingkat NALAR yang dalam.
Sejalan dengan rumusan KEBIASAAN diatas, maka wujud dari kebiasaan-kebiasan yang sadar memberi dampak menguatkan KEMAUAN sekaligus membentuk WATAK dalam arti membentuk kebiasaan-kebiasaan yang baik.
Oleh karena itu, dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga pikiran kita tak diganggu oleh hal-hal kecil dan kita selalu siap untuk menghadapi hal-hal yang besar-besar yang memang memerlukan pikiran, sehingga kebiasaan-kebiasaan merupakan dasar pondasi dalam kehidupan kita.
Sejalan dengan pikiran diatas, maka renungkan hal-hal yang terkait dengan 1) Kebiasaan yang melahirkan perbuatan secara otomatis ; 2) Intelektual yang melahirkan kebiasaan pikiran yang sehat.
Dengan pemahaman diatas, maka perlu kita yakini untuk bertanya yang terkait apa yang menjadi penyebab memperlemah kemauan kita ? Jawabnya adalah 1) Kelemahan badan yang mempengaruhi rohani jasmani ; 2) Kemewahan ; 3) Kecemasan ; 4) Pengeluh ; 5) Sifat mengalahkan diri sendiri.
Sebaliknya untuk menumbuh kembangkan kemauan yang keras terletak membangun lawan dari hal-hal yang melemahkan diatas yang berbentuk 1) Jagalah kesehatan ; 2) tidak bergantung atas kekayaan ; 3) Mengusir perasaan takut : 4) Percaya kepada diri sendiri ; 5) Belajar menahan nafsu.
Dengan memperhatikan hal- hal diatas, maka untuk menumbuh kembangkan kemauan yang keras adalah hal-hal yang terkait degan
1) Hidup berdisiplin ;
2) Bekerja dengan terfokuskan ;
3) Berpikir dengan pengertian dan tanggapan ;
4) Mampu menguasai diri sendiri ;
5) Tekan tindakan yang terburu-buru ;
6) Jangan mudah marah ;
7) Jangan cepat berputus asa ;
8) Kecepatan antara keputusan dan perbuatan ;
9) Mampu membuat ketenangan ;
10) Memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab ;
11) Bekerja atas rencana ;
12) Bekerja dengan teliti dan seksama ; dsb.
5. MENUMBUH KEMBANGKAN DAYA INGAT YANG KUAT
Mengungkit daya ingat sangat bergantung seberapa jauh anda mampu memanfaatkan otak dan hati dalam memahami kekuatan berpikir, oleh karena itu manusia sebagai makhluk yang paling mulia diciptakan untuk berpikir. Didalamnya terletak semua martabat dan kebajikannya dan seluruh kewajibannya adalah berpikir merupakan kebutuhan menumbuh kembangkan daya ingat yang kuat.
Pemikiran yang sehat adalah satu hal yang luar biasa indahnya dan mereka mempunyai pemikiran sehat mngagumkan. Tetapi pikiran yang sehat tidak ada secara kebetulan demikian pula tidak diturunkan, oleh karena itu betapa pentingnya secara berkelanjutan menayaumbuh kembangkan daya ingat yang kuat.
Untuk dapat mengungkit daya ingat yang kuat dimana hal tersebut bisa dilatih sepanjang yang bersangkutan mau melakukannya secara terus menerus hal-hal yang kita sebut :
• Cermat dalam usaha untuk mengamati.
• Menghubung-hubungkan terhadap hal-hal yang diingat.
• Dalam mengulangi-ngulangi perlu kesabaran.
Dengan demikian maka pusat perhatian menjadi faktor yang sangat menentukan dalam rangka memunculkan daya ingat. Yang menjadi peroalan bagaimana memperkembangkan ingatan ?
Terlebih dahulu kita harus yakin akan perlunya ingatan yang kuat, dimana ingatan sebagai sebagai hal yang tidak ternilai harganya, karena dengan ingatan yang kuat orang bisa melaksanakan pekerjaannya dengan seksama, cekatan dan sebaik-baiknya.
Jadi apakah yang menjadi tugas ingatan adalah untuk mengingat hal-hal yang perlu diingat dan disimpan dan pada waktunya harus mampu memunculkannya kembali.
Oleh karena itu, melatih ingatan sama dengan melatih perhatian sehingga kita mampu mencurahkan perhatian kita semata-mata kepada hal yang hendak kita pelajari dan ingat-ingat itu. Jadi seluruh “kesadaran mengingat” kita kerahkan untuk tugas ini, seluruh perasaan, kemauan dan pikiran.
Yang paling penting ialah bahwa harus mencurahkan seluruh perhatian kita semata-mata kepada apa yang kita hendak ingat. Semakin sadar sesuatu dialami atau dipikirkan semakin dalam membekas kepada ingatan.
Sejalan dengan apa-apa yang telah kita kemukakan diatas, maka mengungkit daya ingat menjadi satu kebutuhan dalam kebiasaan pikiran, maka disitu terletak menemukan cara-cara untuk mencapai lebih banyak, membuat pilihan bijaksana, menjaga hati nurani anda tetap jernih dan kemampuan mengendalikan pemikiran anda.
Untuk mengingat kembali apa yang kita bangun kedalam kebiasaan pikiran dalam rangka usaha-usaha menumbuh kembangkan menjadi satu kekuatan untuk mengungkit daya ingat secara berkelanjutan diperlukan langkah yang kita sebut dengan :
• Observasi (pengamat-amatan) artinya kita harus menggunakan pikiran kita yang logis dimana kita harus berusaha memahami apa yang hendak kita amat-amati, asal kita meyakini menjadi satu kebiasaan.
• Asosiasi (menghubung hubungkan) artinya untuk mengingatkan anda bahwa dengan asosiasi mampu mengungkit daya ingat karena dengan mengingat dari pengelaman apa yang telah anda kenal sebelumnya memberi daya dorong kedalam pengertian-pengertian, susunan-susunan pengertian yang sewaktu-waktu harus kita timbulkan kembali dalam ingatan.
• Mengula-ulangi artinya semula kita tidak mengerti tetapi karena selalu mengulang-ulangi apa yang hendak diingat yang diangap perlu untuk diingati.
• Kemauan keras diperlukan artinya dengan pikiran dan ingatan yang terlatih kita bisa memperkaya pribadi kita dalam benar-benar memberi manfaat kepada kita melalui apa yang kita sebut dengan 1) Adanya pedoman ; 2) Tanggal dan mencatat ; 3) Mengingat-ingat nama-nama yang kita kenal ;
4) Jangan puas dengan pengetahuan yang terbatas ; 5) Memahami gejalan-gejala dan ungkapkan pula penyebab-nya dan azas-azas yang diterapkan ; 6) Implementasikan apa yang kita pikirkan dalam pekerjaan kita sehari-hari dengan penerapan pengetahuan yang kita miliki ; 7) Cari tahu apa yang terjadi diekitar kita.

6. MENUMBUH KEMBANGKAN PIKIRAN YANG TERANG
Manusia adalah mahkluk berpikir, namun tidak jarang mereka tidak mampu memanfaatkan kemampuan berpikir dengan jalan yang baik-baik.
Kita memahami unsur jiwa berupa kesadaran, kecerdasan dan akal adalah penggerak dari kebiasaan berpikir, tapi banyak sekali orang mengira bahwa ia berpikir sebenarnya apa yang dilakukannya bukanlah berpikir.
Berpikir merupakan kebiasan dengan memanfaatkan Otak dan Hati sehingga kita mengenai berpikir metodis (otak dan hati) dan berpikir non metodis (menghayati inilah disebut Intuisi).
Dalam kehidupan tak jarang kita ketemukan bahwa banyak orang terpengaruh dari Slogan-slogan dan uraian-uraian yang tak masuk akal untuk mempengaruhi kesadaran mereka.
Bertolak dari pikiran diatas, maka usaha menumbuh kembangkan pikiran yang terang, dituntut kemampuan
MENARIK KESIMPULAN dapat dilakukan dengan dua cara, apa yang disebut :
Pertama, CARA INDUKTIF artinya pertama kita mengumpulkan sebanyak mungkin pendapat-pendapat yang dapat dipergunakan sebagai alasan, dengan begitu agar konkulusi tidak salah.
Kedua, CARA DEDUKTIF artinya pertama kita mengungkapkan apa yang bersifat pendapat umum, yang selanjutnya kita hubungkan dengan pendapat kita kemudian menarisik kesimpulan atasnya.
Bagaimanapun juga pendekatan yang dikemukakan diatas, tidak dapat member jawaban yang terkait dengan BERPIKIR TERANGA sama dengan BERPIKIR TERATUR artinya :
• Mengurai keseluruhan ke dalam faktor-faktor yang merupakan bagian-bagian dari keseluuhan itu.
• Menyusun faktor-faktor itu menurut urut-uruannya.
• Memusatkan perhatian kepada setiaf faktor itu.
• Menemukan hubungan-hubungan anata faktor-faktor itu menurut pemikiran kita sendiri.
• Menarik keimpulan.
Sejalan dengan apa yang kita pikirkan diatas, maka bagimana berpikir benar dan logis akan terletak dari kemampuan kita dapat mengungkapkan “KESALAHAN-KESALAHAN DALAM BERPIKIR” yang disebabkan oleh:
Pertama, Sikap hidup yang keliru yang ditunjukkan oleh 1) Kita mengira bahwa kita berpikir ; 2) Kita pro atau kontra ; 3) Kita tidak tahu betul-betul tentang apa yang kita bicara ; 4) Terlalu banyak subyektivitas dalam pikiran kita ; 5) Belajarlah bahwa pengalaman guru yang terbaik ; 6) Kita dipengaruhi oleh orang yang kita hadapi ; 7) Kita menganggap pendapat kita itu elalu benar.
Kedua, Kesalahan dalam teknik berpikir, artinya tidak mampu memanfaatkan berpikir secara teratur dan logis sehingga berdampak menarik kesimpulan dari bahan yang kurang lengkap, disebabkan 1) Menarik keimpulan yang terlalu umum ; 2) Terlalu menekankan dalam melihat persamaan dari pada perbedaan-perbedaan ; 3) Tidak menyadari di dunia terjadi perubahan yang selalu ada dan komplek keadaannya.
Ketiga, Setiap keadaan kita bisa memilih artinya dengan kemauan adalah kemampuan untuk memilih disitu terletak kemauan kita yang berarti kedaulatannya, memakai wewenangnya dan menggunakan kekuasaannya.
Keempat, Wujudkan pikiran-pikiran terang dalam arti dengan bahasa yang terang sehingga dengan demikian kitapun tak mudah dikacaukan, dengan begitu kita bisa mengemukakan pendapat sendiri
7. MENGATASI PERASAAN MURAM
Yang perlu kita pahami adalah keputusan menjadi penting yang sejalan dengan sikap dalam usaha mencari kebenaran, oleh karena itu renungkanlah hal-hal yang terkait dengan :
Pertama, PERASAAN, dalam situasi apapun jikalau suasananya baik dan selaras, maka apabila dewasa dalam mengungkapkan pikiran terbuka pintu tidak lagi dilihat dari umur melainkan dari kekuatan kebiasaan berpikir yang mampu menuntun sikap dan perilaku dalam kehidupan ini.
Kedua, MEMAHAMI PERASAAN, artinya untuk menguasai perasaan, maka perlu kita mendalami makna perasaan itu, dalam hal ini kita mengenal macam, apa yang disebut dengan 1) Kasih ; 2) Cemas ; 3) Amarah. Dimana setiap perasaan tersebut sangatlah berkuasa dan kita harus memahaminya supaya kita bisa menguasainya.
Ketiga, PERASAAN ADALAH ENERZI artinya perasaan atau emosi hanyalah suatu akibat dari sesuatu yang ada dalam pribadi kita, oleh karena itu setiap enerzi pada hakikatnya menghendaki jalan keluar sehingga ia mampu menuntun kekuatan kebiasaan pikiran dalam bersikap dan berperilaku.
Keempat, BERTINDAK TEGAS artinya bagaimana menghadapi ketiga perasaan (kasih, cemas, amarah) terebut sangat bergantung kepada suatu pikiran yang berani mengungkapkan jadilah diri sendiri, dengan demikian ingatlah Hal-hal yang terkait dengan :
• Jangan terlalu kasihan kepada diri sendiri artinya mendorong menjadi orang yang lemah.
• Obat yang pasti mustajab adalah selalu mengungkapkan ketaatan dan positif dalam berpikir, maka terbukalah pintu mengetuk diri sendiri untuk kepentingan orang lain.
• Wujudkan kemauan untuk membuka hati yang dapat mendorong kebahagian dan keriangan.

8. BERPIKIR POSITIF
Manusia diciptakan untuk berpikir di dalamnya terletak semua martabat dan seluruh kewajibannya adalah berpikir sebagaimana seharusnya dan oleh karena itu kebiasaan pikiran akhirnya menentukan nasib anda.
Membangun berpikir positif berarti membentuk kebiasaan-kebiasaan yang baik sama dengan usaha-usaha membentuk watak. Jadi ingatlah bahwa kebiasaan ialah perbuatan yang telah mempunyai kehidupan sendiri, yang berotonomi dank arena itu bisa bertindak tanpa menunggu dari otak.
Dengan demikian renungkanlah bahwa PIKIRAN seorang manusia bisa disamakan dengan kebun yang mungkin dirawat atau dibiarkan liar tetapi apakah atau diabaikan, kebun harus dan akan terus berkembang, inilah satu pemikiran membentuk kebiasaan mental yang sehat. Jadi kebiasaan merupakan dasar-dasar membangun kehidupan kita.
Oleh karena imembentuk kebiasaan-kebiasaan sebaik-baiknya Setiap gerak hendaknya adalah gerak yang seefisien-efisiennya, sehingga gerak itu tak membuang-buang tenaga yang tak ada gunbanya.
Sehingga kelemahan badan, kecemasan, suka mengeluh adalah hal-hal pokok yang melemahkan kemauan. Jadi diperlukan kebiasan yang mendukung atas kemauan yang mencakup :
1) Hidup berdisiplin ;
2) Bekerja secara focus kepada pekerjaan ;
3) Berpikir selalu dengan pengertian-pengertian ;
4) Menguasai diri sendiri ;
5) Tekan gejolak-gejolak yang salah ;
6) Jangan lekas marah ;
7) Jangan putus asa ;
8) Membuat keputusan dan dilaksanakan
9)Tenang mewujudkan cita-cita ;

10) Pikul tanggung jawab dan percaya diri sendiri ;
11) Bekerja dengan berencana ;
12) Mendalami dan teliti ;
13) Berperikemuanusiaan dalam bergaul.
Dengan mendalami hal-hal tersebut diatas, maka pahami bahwa manusia mempunyai pribadi sendiri yang khusus dan setiap orang bisa menjadi manusia yang berbakat dan menyenangkan, oleh karena itu untuk mewujudkannya harus lebih dahulu ada hasrat yang kuat.
Jadi keyakinan bahwa aku bisa harus diresapkan supaya memberi daya dorong sebagai kekuatan-kekuatan yang tadinya terpendam dan tidur.
Sejalan dengan pikiran diatas, maka sifat-sifat positif yang penting ialah kesungguh-sungguhan, kegembiraan, kebanggaan, ketegasan, kepercayaan dan harapan. Timbulkan kekuatan sugesti yang semakin baik yang mendorong kepada suatu situasi dimana semakin lama jiwa kita semakin diresapi pikiran-piran yang membangun, sehingga tak ada kesempatan bagi pikiran-pikiran yang merusak. Dengan jiwa yang menyanyi kita tempuh hidup ini dengan penuh keyakinan yang mendorong keinginan, keterampilan dan ilmu menjadi kebiasaan pola pirilaku yang terpola.
Hidup anda dibentuk oleh pikiran anda sendiri, oleh karena itu bentangkanlah dimana masa yang anda miliki adalah hari ini untuk memulai hidup baru artinya seberapa jauh anda mampu mengungkit daya ingat agar anda timbul suatu keinginan untuk memperkuat daya kemauan.
Daya kemamuan hanya dapat tumbuh bila anda menyadari sepenuhnya bilamana unsur jiwa dapat digerakkan oleh unsur kesadaran, kecerdasan dan akal sebagai unsur penggerak dalam kebiasaan berpikir, maka disitu terletak pula kemauan yang mampu membentuk ingatan yang kuat.
Dengan memahami kekuatan pikiran yang mampu mendorong daya ingat berarti anda adalah apa yang anda pikirkan, maka disitu terletak daya kemauan yang mampu mendorong satu pemikiran yang terkait dengan hal-hal yang baik sehingga mampu menempa watak anda dengan begitu akan membentuk kebiasaan mental yang sehat.
IV. BUDAYA BERBANGSA DAN BERNEGARA INDONESIA (B3I) DALAM PENGAMALAN NILAI-NILAI PANCASILA

1. LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
Kita menyadari sepenuhnya perang kemerdekaan dimulai dengan Proklamsi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dan berakhir dengan pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949.
Namun demikian perlu kita sadari bahwa sejarah perjuangan kemerdekaan yang dimulai dari pergerakan nasional pada permulaan abad ke-20 dapat dipandang sebagai kelanjutan dari perjuangan yang sebelumnya dilaksanakan secara sedaerah-daerah, namun terdapat pebedaan kualitatif dalam perjuangan dimana unsur modernisasi mempengaruhi pola berpikir.
Tapi perlu untuk diingat bahwa penjajahan Belanda mempengaruhi proses perubahan dalam bersikap dan berperilaku dalam memasuki proses modernisasi. Proses itu tidak berakhir setelah kita mengakhii penjajahan Belanda, melainkan kita melanjutkan dan meningkatkan proses modernisasi itu dalam pembinaan bangsa.
Disatu sisi kita menyadari satu sumber kekuatan selama perjuangan kenmerdekaan ialah kemampuan bangsa kita untuk memelihara dan terus meningkatkan perastuan dan kestuan nsional kita sambil menghormati secara wajar keanekaragaman dalam rangka persatuan dan keatuan nasional itu. Hal itu paling nyata dilambangkan oleh PANCASILA tidak hanya dasar Negara secara formal saja, tetapi juga telah menempa identitas bangsa kita.
Disisi lain bahwa dalam perjuangan kemerdekaan kita yang telah disusul oleh pembinaa bangsa, revolusi dan pembangunan yang diiukuti perubahan dari orde lama ke orde baru ke orde reformasi tidak menunjukkan perhatian yang terfokuskan mengenai “pembangunan ekonomi sebagai masalah kebudayaan”. Dapat kita baca hal tersebut yang ditulis oleh para pemikir seperti Soejatmoko dalam bukunya “Dimensi manusia dalam pembangunan”, Prof Koentjaraningrat dalam bukunya “Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan”, Mochtar Lubis dalam bukunya “ Manusia Indonesia”
Apa yang terjadi, para pemikir tidak lepas dari perdebatan yang dikenal “Polemik Kebudayaan” kearah mana pengembangan dan perkembangan Kebudayaan Nasional Indonesia seharusnya berkiblat ? budaya barat atau arah budaya yang sudah mentradisi di dunia timur khususnya di bumi Nusantara ?
Polemik yang berkepanjangan tidak jelasnya rumusan tentang “budaya berbangsa dan bernegara Indonesia” dalam menafsirkan seperti yang termuat dalam UUD ’45 yang tertuang dalam pasal 32 “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia” (sebelum dirubah) serta uraian dalam penjelasan yang berbunyi “ Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi-daya Rakyat Indonesia seluruhnya.”

“Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kea rah kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari ebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan
Pasal tersebut terdapat perubahan keempat disahkan 10 Agustus 2002, yang berbunyi “(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya” “(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”
Dari rumusan atas perubahan yang diungkapkan diatas hanyalah mendorong adanya pemikiran polemik yang berkepanjangan dan hal itu yang diinginkan oleh pihak ketiga agar bangsa Indonesia tuntunan dalam kebrsamaan dalam bersikap dan berprilaku dalam mengaktualisasikan kesatuan dalam pemikiran yang tidak memiliki budaya berbangsa dan bernegara yang kuat karena tidak memiliki kredebilitas manusia Indonesia seutuhnya.

Bertitik tolak dari apa yang kita kemukakan diatas, maka dipandang perlu untuk merumuskan kembali apa yang diungkapkn dalam pasal 32 UUD ’45 seselum perubahan dengan mencantumkan ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Pealsanaannya diatur lebih lanjut dalam peraturan pemrintah. Dalam penjelasan ditambahkan kedalam satu alenia baru yang berbunyi “ Diprlukan satu rumusan Budaya Berbangsa dan Bernegra Indonesia sebagai aturan dan tuntunan yang harus dianut dalam bersikap dan berperilaku sebagai Manusia Indonesia Seutuhnya dalam memberikan arah Kreabilitas Bangsa Indonesia.

2. PENDEKATAN SEBAGAI RUMUSAN KONSEPSI
Untuk merumuskan suatu knsepsi sebagai pola berpikir dalam merumuskan satu gagasan atau idea yang dapat dipergunakan sebagai landasan, maka dieprlukan satu pendekatan.
Pendekatan yang kita maksudkan disini “menguraikan huruf dari kata dan merumuskan menjadi kata bermakna kedalam sutua untaian kalimat yang dapat mendorong dalam bersikap dan berperilaku” dalam proses kemampuan berpikir.

Kata-kata yang hendak dirumuskan disini adalah BUDAYA, BERBANGSA, BERNEGARA, INDONESIA, dngan uraian sebagai berikut ;
Kata BUDAYA yang terdiri dari huruf menjadi kata bermakna :
B menjadi kata bermakna (B)ERPIKIR
U menjadi kata bermakna (U)SAHA-USAHA
D menjadi kata bermakna (D)AYA CIPTA
A menjadi kata bermakna (A)MANAH
Y menjadi kata bermakna (Y)AKIN
A menjadi kata bermakna (A)GAMA
BUDAYA Bila kata-kata tersebut kita susun dalam untaian kalimat yang bermakna, maka kita merumuskan adalah kemampuan seseorang dalam BERPIKIR untuk dapat menggerakkkan USAHA-USAHA dalam memanfaatkan kesadaran, kecerdasan dan akal untuk menciptakan DAYA CIPTA dalam menjalankan AMANAH yang berlandaskan ke –YAKINAN dengan AGAMA yang dianutnya.
Kata BERBANGSA yang terdiri dari huruf menjadi kata bermakna :
B menjadi kata bermakna (B)ERJIWA
E menjadi kata bermakna (E)TIKA
R menjadi kata bermakna (R)UKUN
B menjadi kata bermakna (B)BERBUDI
A menjadi kata bermakna (A)QLAK
N menjadi kata bermakna (N)URANI
G menjadi kata bermakna (G)ERAKAN
S menjadi kata bermakna (S)OSIAL
A menjadi kata bermakna (A)DIL
Bila kata-kata tersebut kita susun dalam untaian kalimat yang bermakna, maka kita merumuskan BERBANGSA adalak manusia yang BERJIWA dengan landasan ETIKA, ke-RUKUNAN, BERBUDI, ber-AQLAK mulia dalam menjalankan hati NURANI sebagai suatu GERAKAN dalam mewujudkan makna SOSIAL dan ADIL.
Kata BERNEGARA yang terdiri dari huruf-huruf menjadi kata bermakna :
B menjadi kata bermakna (B)ERSATU
E menjadi kata bermakna (E)MOSIONAL
R menjdi kata bermakna (R)ASIONAL
N menjadi kata bermakna (N)ASIONAL
E menjadi kata bermakna (E)KLEKTIS
G menjadi kata bermakna (G)ABUNGAN
A menjadi kata bermakna (A)NTAR
R menjadi kata bermakna (R)AS
A menjadi kata bermakna (A)GAMA
Bila kta-kata tersebut kita susun dalam untaian kalimat yang bermakna, maka kita merumuskan BERNEGARA adalah keinginan yang berlandaskan niat untuk BERSATU secara EMOSIONAL dan RASIONAL dalam membangun rasa NASIONALIEME secara EKLEKTIS kedalam sikap dan perilaku ANTAR yang berbeda RAS dan AGAMA..
Kata INDONESIA yang terdiri dari huruf-huruf menjadi kata bermakna :
I menjadi kata bermakna (I)NTERGERASI
N menjadi kata bermakna (N)ASIONAL
D menjadi kata bermakna (D)AERAH
O menjadi kata bermakna (O)RGANISASI
N menjadi kata bermakna (N)EGARA KESATUAN
E menjadi kata bermakna (E)KONOMI
S menjadi kata bermakna (S0EJAHTERA
I menjadi kata bermakna (I)MPIAN

A menjadi kata bermakna (A)MANAH
Bila kata-kata trsbut kita susun dalam untaian kalimay yang bermakna, maka ita merumuskan INDOESIA adalah wilayah kepulauwan yang ter-INTERGERASI secara NASIONAL dari DAERAH daratan dan lautan kedalam ORGANISASI berbentuk NEGARA KESATUAN untuk melaksanakan pembangunan EKONOMI dalam mewujudkan masyarakat SEJAHTERA sebagi realisasi IMPIAN yang di-AMANAHKAN oleh UUD ’45.
Berdasarkan pendekatan yang kita utarakan diatas, diharapkan dapat dipergunakan untuk menyusun suatu konsepsi yang dapat dipergunakan untuk menyatukan sudut pandang dalam kita merumuskan, apa yang telah tertuang dalam pasa 32 UUD ’45 sebelum diadakan perubahan.
Degan sudut pandang itu, kita harapkan kita dapat menyatukan pola berpikir dalam merumuskan visi, misi, tujuan, strategi dalam mengaktualisasikan BUDAYA BERBANGSA BERNEGARA INDONESIA sebagai pedoman dalam kita bersikap dan berperilaku dalam menjalankan fungsi, pekerjaan, kerja, jabatan, peran dan tanggung jawab dalam berbangsan dan bernegara.
3. RUMUSAN B3I (BUDAYA BEBANGSA BERNEGARA
INDONESIA)
Dengan memperhatikan pendekatan tersebut diatas, maka kita dapat merumuskan konsepsi yang kita maksudkan dengan B3I sebagai berikut :
B3I adalah wujud sikap dan perilaku sebagai Manusia Indonesia Seutuhnya dalam kemampuan memanfaatkan kesadaran, kecerdasan dan akal kedalam usaha mengaktualisasikan makna Budaya Berbangsa Bernegara Indonesia sebagai pedoman yang harus dianut selaku warga Negara.
Konsepsi tersebut mendorong kita untuk memahami apa arti me masuki abad 21, suatu abad yang telah ditandai oleh perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi ke masyarakat pengetahuan. Perubahan tersebut menunjukkan pula, perlunya satu usaha untuk melakukan pendekatan baru dalam mewujudkan daur hidup organisasi Negara yang selalu siap memasuki gelombang ketidak pastian yang selalu ada dimana-mana.
Waktu berjalan terus, era globalisasi merupakan tantangan di abad ini, maka dalam memasuki dunia tanpa batas diperlukan satu pendekatan yang kita sebut dengan mengelola organisasi negara berbasiskan budaya berbangsa

dan bernegara Indonesia. B3I sebagai wajah baru haruslah mampu mengantisipasi dan mengaktualisasikan sikap dan perilaku yang selaras dengan keputusan strategik (visi, misi, tujuan, sasaran, strategi).
Kepemimpinan nasional silih bergati dan menerapkan gayanya sendiri , sehingga ada satu kesan B3I bukanlah penentu keberhasilan, sehingga pada saat ia mencanangkan suatu gagasan untuk dilaksanakan, ia beranggapan sama luasnya dengan fungsi perencanaan itu sendiri tapi mereka tidak arti dari sisi hal yang konkrit dan hal yang yang bersifat abstrak. Jadi yang menentukan keberhasilan terletak pada dimensi manusia itu sendiri.
Oleh karena itu adanya anggapan yang menganggap sama mudah menyebar seperti sistem gayanya kedalam pengikutnya, yang mendorong orang tidak pernah fokus untuk memikirkannya secara konsepsional arti penting keberadaan B3I. B3I tidak pernah dirumuskan sehingga organisasi negara sebagai satu pendekatan adalah sangat penting untuk diterapkan dan diperlukan seorang yang mampu berperan untuk mengkomunikasikan dengan baik dengan tanggung jawab bersama dengan satu pola pikir bahwa suatu organisasi NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI) sebagai pondasi yang efektif adalah visi dan misi yang sejalan dengan B3I yang dianutnya.

Dengan ungkapan itu seorang Kepemimpinan Nasional menyadari sepenuhnya selama berjalan waktu adanya bahwa organisasi Negara pada saat ini memahami sepenuhnya untuk apa ia berdiri dan atas prinsip apa yang dianut dalam beroperasinya. Oleh karena itu perilaku organisasi bernegara yang didasarkan kepada B3I yang kuat bukan saja pilihan filosofis melainkan sejalan dengan tuntutan daur hidup organisasi bernegara dalam kelangsungan hidupnya.
Jadi berdasarkan pemikiran diatas, sudah saatnya suatu NKRI memiliki konsepsi B3I yang jelas, sehingga dapat diambil kebersamaan dalam bersikap dan berperilaku untuk menyelaraskan kedalam kepentingan seluruh masyarakat Indonesia dalam bertindak sesuai dengan tuntunan yang telah kita rumuskan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi yang berdemensi manusia Indonesia seutuhnya.
Untuk mengkomunikasikan B3I tersebut diperlukan langkah-langkah agar konsepsi B3I yang dituangkan secara formal diperlukan keterlibatan semua warga Negara Indonesia untuk memahami dan mempelajari sebagai landasan dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan bernegara.

4. PEMAHAMAN DAN PERAN B3I
Untuk dapat menyamakan konsep dalam berpikir diperlukan suatu paham yang sama mengenai B3I yang telah kita rumuskan pada bagian terdahulu melalui pendekatan dari
makna kata yang diuraikan kedalam satu untaian kalimat yang bermakna.
Untuk memperjelas konsepsi yang kita utarakan diperlukan pemahaman dari sudut pandang lain yaitu dengan mengkombinasikan baik dari sudut pandang yang disebut dengan anthropologi maupun dari sudut sosiologi.

Dari sudut pandang anthropologi menekankan pada sistem gagasan atau idea, sedangkan dari sudut sosiologi menekankan pada sistem sosial (perilaku). Bertitik tolak dari sudut pandang tersebut maka dapat dirumuskan pengertian budaya itu sendiri sebagai berikut :
• Sistem nilai dan keyakinan bernegara yang mewarnai perilaku warga dan kegiatan bernegara
• Cara atau kebiasaan kerja yang telah membudaya (tertanam) dalam satu organisasi bernegara.
• Suatu pola terpadu dari tingkah laku masyarakat dalam bernegara antara lain pemikiran, tindakan, pembicaraan, ritual / upacara dan benda-benda.

Dengan memperhatikan pengertian-pengertian yang dikemukakan diatas, maka dapat pula kita simpulkan peran B3I sebagai suatu pemahaman tersebut diharapkan pula menjadi daya dorong dalam mewujudkan keputusan strategik agar dapat memberikan motivasi dalam usaha

membina Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki intergritas pribadi, memiliki wawasan mengenai keagamaan, bahasa, sejarah, kesenian, kesusteraan, ilmu pengetahuan
Untuk membangun, mewujudkan, membina dan mengembangkan SDM yang memiliki karekteristik tersebut kedalam sikap dan perilaku diperlukan landasan B3I dalam suatu pemahaman yang mendalam.
B3I diperlukan untuk berperan dalam menyatukan cara pandang serta cara bertindak dalam menyelaraskan kepentingan stakeholders ditengah lingkungan yang selalu berubah.
Dengan B3I akan menuntun sikap dan perilaku secara terpola dalam mewujudkan prima dalam karsa dan sadar dalam karya artinya:
Prima Dalam Karsa :
• Setiap manusia Indonesia memiliki komitmen dalam pelaksanaan pekerjaan.
• Komitmen menjadi daya dorong membangun kebanggaan dalam berbangsa dan bernegara Indonesia
• Berbangsa dan bernegara yang memiliki komitmen tidak lagi menunggu komando untuk diawasi.
• Tidak diperlukan kontrol yang ketat dalam mewujudkan mutu kerja.
• Setiap warga bangsa yang memiliki komitmen juga proaktif dan produktif.
• Manajemen yang prima dalam melaksanakan B3I berarti wujud karsa dalam berusaha meningkat produktivitas.

Sadar Dalam Karya :
• Sikap sadar dalam karya melahirkan disiplin yang tidak semu.
• Dengan disiplin maka warga dalam berbangsan dan bernegara mengenal konstribusi dalam perannya.
• Mendorong da menumbuh kembangkan nilai-nilai kreativitas, inovatif, adaptif, proaktif, dan produktif.
• Melahirkan kemampuan berpikir dalam memanfaatkan kesadaran, kecerdesan dan akal untuk menghindari masalah.
• Setiap warga Negara Indonesia merasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan selalu merasa memiliki keunggulan dalam keahliannya.

5. UNSUR DAN PENGARUH B3I
Dengan memperhatikan makna B3I, serta memperhatikan yang dinungkapkan oleh Koentjraningrat dalam bukunya “kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, ia mengungkapkan bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud ialah :

“1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-idee, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainnya.
2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dlam masyarakat,
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.”

Selanjutnya ia mengatakan bahwa “ Wujud pertama adalah wujud idel dari kebudyaan. Kebudayaan ideel ini dapat kita sebut adapt tata-kelakuan atau secara singkat atau secara singkat adapt dalam arti khusus, atau adati-istiadat dalam bentuk jamaknya” Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem soisial.” “ Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik”

Dari apa-apa yang telah kita uraikan diatas, maka yang termasuk unsur-unsur kedalam budaya berbangsa dan bernegara Indonesia adalah :

• NILAI, dalam arti apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih atau kurang baik dan apa yang lebih benar atau yang kurang benar. Nilai budaya dapat berbentuk : Disiplin murni (taat bekerja dengan penuh kesadaran) ; Kreatif individu / kelompok ; Inovasi organisasi ; Mengutamakan mutu dan produktivitas ; Kepuasan bersama ; Profesional (mengerti apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya) ; Proaktif (tanggap dan tidak menunggu perintah) ; Jiwa pelayanan ikhlas, ramah tamah ; Kerjasama ; Adaptif ; Tabah (tinah kenal putus asa) ; Menghargai waktu ; dsb.

• NORMA, dalam arti aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur penilaian. Atau dapat juga dikatakan norma adalah aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan dan kendali tingkah laku individu dalam organisasi berbangsa dan bernegara Indonesa Seluruh peraturan yang diterbitkan harus dijiwai oleh nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai tuntunan dalam bersikap dan berperilak.

• WEWENANG, dalam arti kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Wewenang adalah kekuasaan yang syah untuk melaksanakan peranan sesuai dengan jabatan untuk mewujudkan harapan-harapan selaras dengan B3I. Wewenang merupakan wahana untuk memasyarakatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam B3I.

• GANJAR, dalam arti imbalan yang diberikan secara wajar dan adil baik bersifat finansial maupun non finansial. Atau dengan kata lain ganjar adalah imbalan dalam bentuk penghargaan atas prestasi positip atau hukuman atas prestasi negatif. Sistim pemberian ganjar mndorong terwujudnya B3I dan tercapainya sasaran organisasi dalam bernegara sebagai manusia yang seutuhnya.

Sejalan dengan pemikiran yang kita utarakan diatas, mengingatkan kita kembali apa yang ditulis Soejatmoko dan Mochtar Lubis seperti halnya juga Koentjraningrat telah memberikan arah perfektif mengenai “Manusia Indonesia Seutuhnya” dalam demensi pembangunan.
Jadi unsur-unsur tersebut bila dituangkan dalam konsepsi B3I yang dformalkan akan menjadi landasan bersikap dan berperilaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi kedalam pola berpikir untuk mengembangkan wawasan dan imajinasi warga Negara Indonesia kedalam dimensi pembangunan.
Jadi pengaruh B3I dalam proses berpikir akan selalu mendorong manusia Indonesia merasakan arti keberadaannya sebagai warga Negara Indonesia untuk dapat memberikan konstribusi dalam pembangunan sesuai dengan perannya.
Selain daripada itu B3I memebrikan daya dorong bahwa setiap warga diberikan peluang untuk maju, sepanjang yang bersangkutan selalu memahami arti hidup berbangsa dan bernegara yang yang dapat memotivasinya secara sadar untuk memahmi masa lalu, masa kini dan masa depan. Pada saat ia memahmi masa kini, berarti ia dapat menangkap pengalaman masa lalu. Sejalan dengan itu ia mengharapkan masa depan yang lebih baik dari masa kini, oleh karena ia tidak dapat melepaskan arti berpikir, bekerja dan belajar berlandaskan pemahaman yang bersangkutan pada B3I.

6. VISI DAN MISI B3I
Bertitik tolak dari pemikiran intuitif, maka diperlukan satu pernyataan singkat agar dapat menuntun arah yang hendak kita tuju di masa depan yang kita sebut dengan :
VISI B3I adalah kemampuan manusia Indonesia seutuhnya membangun CITRA sebagai manusia yang unggul berdasarkan pelaksanaan pemahaman yang mendalam atas B3I sebagai penuntun menuju ke ARAH kesiapan yang mampu memasuki setiap perubahan dengan TUJUAN membangun kebiasaan yang produktif.
Unsur visi B3I dalam sikap mencakup : Citra, Budaya, Arah, Tujuan artinya:
• CITRA adalah mewujudkan sikap sebagai manusia yang unggul.
• B3I adalah mengkomunikasikan pola berpikir kedalam prinsip kepemimpinan kolaboratif.
• ARAH adalah sikap positip dalam memasuki setiap perubahan
• TUJUAN adalah menyatukan kesamaan berpikir dalam membangun kebiasaan yang produktif.

Pernyataan VISI B3I menggambarkan arah perjalanan yang hendak dituju, sebaliknya pernyataan MISI B3I menyatakan bagaimana sarana itu disiapkan dalam menuju arah yang dituju, dengan pernyataan sebagai berikut :
MISI B3I adalah kemampuan manusia Indonesia seutuhnya dalam usaha-usaha untuk MEMPERHATIKAN perilaku dalam mengkomunikasikan kehangatan serta MEMBIMBING dalam membangun kepercayaan dengan pemikiran ANALITIS STRATEGIS melihat masa depan yang bersifat antisipatif dari sudut pandang yang bersifat EKSPRESIF dengan penguasaan wawasan dan imajinasi.
Unsur MISI B3I dalam perilaku mencakup: Memperhatikan, Membimbing, Analitis, Ekspresif artinya :
• MEMPERHATIKAN adalah mengkomunikasikan kehangatan
• MEMBIMBING adalah membangun kepercayaan
• ANALITIS STRATEGIS adalah mengkomunikasikan fakta, gagasan ke masa depan.
• EKSPRESIF adalah inisiatif, kreatif, spontan, bersemangat.

Dengan demikian apa yang telah diuraikan bahwa B3I mempengaruhi Visi (perjalanan yang ingin dilakukan), sehingga dalam bersikap (cara anda mengkomunikasikan suasana hati anda kepada orang lain) selalu dalam pemikiran yang positip, sedangkan Misi dalam Perilaku (segala tindakan yang dilakukan oleh suatu organisme) sebagai wahana transformasi dalam pola berpikir yang akan menuntun bagaimana organisasi bernegara menyeberangi kesenjangan B3I VS RENCANA PERSFEKTIF, POSISI DAN KINERJA dalam mewujudkan prima dalam karsa dan sadar dalam karya Jadi dengan adanya B3I diharapkan menjadi penuntun dalam berskap dan berperilaku karena menyangkut hal-hal yang konkrit yang digerakkan oleh manusia yang memiliki budaya sebagai penggerak mewujudkan hal-hal yang bersifat abstrak

6. TUJUAN MERUMUSKAN B3I YANG DIFORMALKAN
Bertitik tolak dari Visi dan Misi B3I yang diutarakan diatas sebagai penuntun, maka diperlukan pula rumusan yang jelas tujuan-tujuan yang hendak dicapai dengan B3I diformalkan kedalam peraturan pelaksanaannya.

Seandainya anda seorang PRESIDEN RI yang baru diangkat untuk memimpin Negara Kesatuan Republik INdonesia yang sedang mengalami masalah yang normal dan tidak normal, maka sebelum anda melangkah mencari penyelesaiannya akan timbul satu pertanyaan, mengapa masalah itu timbul ? Karena organisasi NKRI tidak siap mengantisipasi perubahan yang serba komplek dan ketidak kepastian, ditambah lagi posisi daur hidup Negara berada dalam masalah abnormal yang dikelompokkan kedalam katagori “penyakit”

Sejalan dengan pemikiran diatas, timbul pertanyaan “mengapa harus dimulai dari membanngun B3I ?” sedangkan kitapun menyadari bahwa membutuhkan waktu dalam mentransformasikannya karena hal-hal yang tak dapat diraba dan tidak terlihat sehingga diperlukan pemahaman atas peran B3I seperti yang telah kita utarakan sebelumnya, oleh karena itu bila kita mengakui perlunya perubahan yaitu menetapkan secara formal B3I maka mereka sebagai warga negara lebih cenderung untuk mendukungnya, sehingga diharapkan adanya satu pemahaman yang dapat mendorong perubahan dalam berikir yang menyangkut hal-hal sebagai berikut :

• Manusia dan intelektual adalah unsur sentral dalam keberhasilan.
• Konsepsi B3I menekankan peran utama manusia.

• Teknik manajemen dan strategi yang baik tidak ada artinya apabila dalam berbangsa dan bernegara tidak memiliki orang-orang yang punya komitmen yang kuat untuk merealisasikan keputusan yang ditetapkan.
• Pengalaman menunjukkan bahwa keunggulan yang diraih oleh negara-negara industri baru dan Jepang adalah konsekwensi dari budaya kerja yang diyakini oleh para pekerja.
• NKRI yang memperhatikan unsur manusia dan intelektual akan mengembangkan B3I yang kuat.
• Karena itu strategi NKRI yang baik adalah dilengkapi dengan dimensi B3I.

Jadi dengan pemahaman kita mengenai hal-hal tersebut diatas serta wawasan kita mengenai agama, bahasa, seni, kesusteraan, sejarah, ilmu pengetahuan dan sebagainya mendorong berpikir intuitif untuk merumuskan apa yang menjadi tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari konsepsi B3I yaitu :

• Menjadi pedoman sebagai aturan yang harus kita patuhi dan dijalankan sebagai komitmen yang datang dari diri sendiri dalam bersikap dan berperilaku.

• Dengan pedoman yang diformalkan dan dapat diterima oleh Warga Indonesia diharapkan dapat menuntun dalam menjalankan peran yang dibebankan kepadanya.
• Dengan pedoman itu pula mendorong kepada setiap warga untuk mampu membangun kebiasaan yang produktif.

• Menjadi pedoman dalam merumuskan budaya kerja kedalam masimng-masing unit kerja ssuai dengan bidangnya.

• Menjadi pedoman bagi setiap orang yang merasakan akan arti penting untuk terus meningkatkan kompetensi agar dapat berperan dalam dimensi pembangunan.

• Menjadi pedoman bagi setiap pemimpin pada semua tingkatan untuk menumbuh kembangkan kepemimpinan kolaboratif.

• Menjadi pedoman bagi setiap warga yang selalu siap menghadapi perubahan dalam gelombang ketidak pastian.

• Menjadi pedoman sebagai daya dorong agar setiap warga mampu menggerakkan kreativitas dan inovasi .
7. STRATEGI MELAKSANAKAN B3I

Dengan dirumuskan B3I secara formal yang ditetapkan berdasarkan satu pemikiran Visi, Misi, Tujuan dengan memperhatikan peran dan unsur nilai, norma, wewenang dan ganjar yang telah kita rumuskan dalam kerangka berpikir
dengan pendekatan pemahaman kata dari unsur huruf yang bermakna serta pendekatan sistem, berarti kita berusaha untuk memecahkan dimensi manusia dalam usaha menyeberangi kesenjangan dari pola pikir lama menuju ke pola pikir baru bahwa diperlukan fokus kedalam pembangunan ekonomi sebagai masalah kebudayaan seperti yang diungkapkan oleh Soedjatmoko dalam bukunya “Dimensi Manusia dalam Pembangunan”.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka untuk merealisasikan apa yang telah kita rumus dalam B3I (Budaya Berbangsa Bernegara Indonsia) diperlukan seperangkat strategi untuk melaksanakannya sebagai landasan untuk merumuskan kebijaksanaan dan program perencanaan, proses dan transformasi atas pelaksanaan perubahan yang kita harapkan, mencakup :
Strategi untuk meyakinkan semua pihak bahwa B3I, mutlah diperlukan dan dirumuskan kedalam ketentuan pasal 32 UUD “45, dengan mencantumkan bahwa pelaksanaan akan diatur dalam Undang-Undang.
Strategi mengelola penyelenggaraan Negara oleh Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif haruslah berbasiskan B3I yang telah disepakati bersama dalam bersikap dan berperilaku dalam menjalankan peran secara responsip dalam arti selalu siap dalam menghadapi perubahan.
Strategi mengelola penyelenggaraan Negara oleh Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif berbasiskan kejelasan kedalam iklim organisasi, gaya kepemimpinan dan kinerja dengan infrastruktur yang mendorong dalam bersikap dan berperilaku dalam emberikan konstribusinya dalam berperan.

Strategi dalam pengelolaan berbangsa bernegara berbasiskan pemanfaatan teknologi informasi dalam membangun kebiasaan yang produktif, perubahan berencana yang berkesinambungan dan melaksanakan kepemimpinan kolaboratif da good governa

8.RUMUSAN NILAI-NILAI PANCA SILA KEDALAM B3I

45 Butir nilai dalam P4, bukanlah sesuatu yang baru, disebar luaskan, diajarkan dalam setiap kesempatan bagi setiap yang memiliki peran, tapi dalam praktek tidak dapat ditransformasikan menjadi satu unsur dari B3I yang dapat menjadi penggerak dalam perubahan sikap dan perilaku. Itulah satu pertanyaan yang harus kita jawab. Mengapa ?

Tidak ada satupun dalam kepemimpinan nasional yang silih berganti memberikan perhatian secara fokus makna yang dituangkan dalam pasal 32 sebelum perubahan, sedangkan mereka menyadari demensi manusia dalam pembangunan, itulah sebabnya kehancuran bangasa Indonesia, apakah Nrgara ini masih ada harapan untuk tumbh dan berkembang. Ataukah daur hidup Negara ini masih menghadapi masalah abnormal yang berkepanjangan, yang jelas belum ada tanda perbaikan bahkan saat ini kita menghadapi konflik terbuka yan dimainkan oleh pihak ketiga dalam memecah bangsa. Ketidak puasan muncul dimana-mana melalui demontasi-demontrasi, tidak melalui saluran nilai yang diakui bersama, dampaknya sangat merugikan dalam berbangsa da bernegara.

Oeleh karena itu diperlukan nilai-nilai yang diakui bersama sebagai unsur dalam B3I yang diformalkan dan ditransformasikan secara baik dan berkesinambungan dalam pelaksanaannya. Untuk itu diperlukan pemahaman mengenai factor yang akan mempengaruhinya.
Dalam hal ini ada hal-hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian sebelumnya melalui pemahaman apa yang kita sebut dengan iklim organisasi berbangsa dan bernegara, gaya kepemimpinan dan kinerja untuk dipahami terlebih dahulu karena ia merupakan faktor penentu dalam keberhasilan atas perubahan dalam mentrasformasi usaha-usaha memangun B3I yang dapat diaktualisasikan dalam kehidupan.

Secara singkat hal-hal tersebut dapat kita uraikan lebih lanjut dengan memperhatikan kesenjangan dari pola pikir lama menuju ke pola pikir baru kedalam bersikap dan berperilaku sebagai berikut :

Iklim organisasi berbangsa dan bernegara :

Adalah suasana hubungan antar individu dan atau kelompok dalam berbangsa dan bernegara atas nilai-nilai yang telah kita sepakati.

Dengan pemikiran tersebut diperlukan adanya iklim organisasi berbangsa dan bernegara yang kondunsif sehingga dapat memberikan daya dorong kedalam motivasi, prestasi dan kepuasan kerja.

Wujud dari iklim organisasi berbangsa dan bernegara dapat ditunjukkan dengan adanya ciri-ciri sbb. :
• Kejelasan dengan tanggung jawab artinya seperti tiap individu merasa diberi tanggung jawab dalam menjalankan peran.
• Kejelasan sasaran kerja artinya setiap individu mengertia apa yang harus dikerjakan dan bagaimana melaksanakan serta kepada siapa ia harus melaporkannya.
• Kejelasan penilaian kerja artinya setiap individu memperoleh umpan balik dari apa yang dikerjakan sesuai dengan perannya.
• Adanya tantangan kerja bagi stiap individu dalam melaksanakan kerja.
• Adanya bimbingan kerja bagi setiap individu.
• Adanya keinginan untuk bekerja keras.
• Adanya penghargaan untuk individu yang berprestasi.
• Kejelasan karir di masa depan.
• Adanya pengakuan dari atasan dan teman sejawat.
• Adanya keluwesan dalam melaksanakan pekerjaan.
• Kejelasan dalam pengambilan resiko untuk setiap peran .
• Adanya keterbukaan artinya setiap individu merasa bahwa manajemen dan lingkungan kerja sifatnya terbuka.
• Adanya keakraban hubungan kerja secara harmonis.
• Adanya sikap toleran artinya kesadaran tiap individu mempertimbang saran yang diberikan.

• Adanya kepedulian artinya setiap individu peduli atas masalah yang timbul dan berusaha mencari jalan pemecahannya.
• Adanya rasa memiliki artinya setiap individu merasa terikat dalam organisasi berbangsa dan bernegra bukan diikat.
• Adanya kerja sama yang akrab dalam organisasi berbangsa dan bernegara berdasarkan kepemimpinan kolaboratif
• Adanya saling percaya mempercayai dalam melaksanakan pekerjaan yang terkoordinasi.

Gaya Kepemimpinan :

Gaya kepemimpinan adalah sikap dan perilaku seorang pemimpin dengan kepemimpinannya mempengaruhi orang lain dalam mewujudkan keputusan dalam kerangka mewujudkan persfektif, posisi dan performansi yang telah ditetapkan dalam struktur cabinet dan unit-unit organisasi berbangsa dan negara

Pada umumnya bila kita membicarakan gaya kepemimpinan, maka terdapat kecenderungan untuk mengatakan dua kutub, disatu sisi disebut dengan autokratik (direktif) yang biasanya dikaitkan dengan penggunaan otoritas atas dasar posisi dan disisi lain disebut dengan demokratik (suportif) dikaitkan dengan personalitas dan keikutsertaan pengikut atau bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

Dilihat dari bentuk-bentuk kepemimpinan yang efektif terdapat pada gaya :

• Gaya Eksekutif adalah suatu gaya yang mengaktualisasikan sikap dan perilaku melalui penggunaan orientasi hubungan kemanusiaan dan tugas yang tinggi.
• Gaya Developer adalah suatu gaya yang mengaktualisasikan sikap dan perilaku melalui penggunaan oreintasi hubungan kemanusiaan.
• Gaya Benevolent Autokrat ialah suatu gaya yang mengaktualisasikan sikap dan perilaku melalui penggunaan oreintasi tugas.
• Gaya Birokrat ialah suatu gaya yang mengaktualisasikan sikap dan perilaku melalui penggunaan oreintasi hubungan kemanusiaan dan tugas yang rendah.

Bentuk-bentuk gaya kepemimpinan yang tidak efektif adalah

• Gaya kompromi adalah suatu gaya yang mengaktualisasikan sikap dan perilaku melalui penggunaan oreintasi hubungan kemanusiaan rendah dan tugas yang tinggi.
• Gaya Misionari ialah suatu gaya yang mengaktualisasikan sikap dan perilaku melalui penggunaan oreintasi hubungan kemunusiaan yang tinggi dan oreintasi tugas yang rendah.

• Gaya Otokrat ialah suatu gaya yang mengaktualisasikan sikap dan perilaku melalui penggunaan oreintasi tugas yang tinggi dan oreintasi hubungan kemanusiaan yang rendah.
• Gaya Deserter ialah suatu gaya yang mengaktualisasikan sikap dan perilaku melalui penggunaan oreintasi tugas dan hubungan kemanusiaan yang rendah.
Kinerja :

Kinerja dapat diartikan kemampuan seseorang / unit kerja / organiasi untuk meraih prestasi yang terbaik. Prestasi yang terbaik ditentukan oleh pengukuran job performance, oleh karena itu dalam melakukan penilaian atas prestasi kerja sangat tergantung pada kreteria-kreteria yang dalam hal ini baik kedalam bentuk standard yang obyektif (kuantitatif) maupun dalam bentuk pertimbangan subjektif (kualitatif).

Jadi dalam mengembangkan pemahaman kinerja sebagai output dari efesiensi, efektif dan mutu, maka perlu diperhatikan dalam membangun budaya organisasi bahwa kinerja dan motivasi merupakan dua muka dari satu mata uang.
Oleh karena itu motivasi diwujudkan dengan membudayakan budaya organisasi secara berkelanjutan.
Dengan uraian diatas maka untuk meraih kinerja terbaik diperlukan adanya peningkatan motivasi kerja, sehingga dapat pula kita menjelaskan bahwa performance kerja pada garis besarnya oleh dua hal yang pertama faktor-faktor individu itu sendiri yang menjalankan tugas dan kedua faktor-faktor stuasi.

Uraian diatas menegaskan kembali kepada kita bahwa “Mengelola Organisasi Berbasiskan Budaya organisasi formal”, merupakan satu keputusan strategik yang harus diambil sebelum melangkah dalam perjalanan hidup perusahaan untuk menata iklim organisasi, gaya kepemimpinan dan kinerja kedalam satu kerangka berpikir untuk merumuskan membangun budaya organisasi

Jadi dengan merumuskan budaya organisasi formal, diharapkan terjadi satu proses kedalam sistem dimana sikap dan perilaku yang dijunjung oleh komitmen dalam kebersamaan untuk mewujudkan kepemimpinan kolaboratif sebagai daya dorong untuk memberikan wadah pemberdayaan yang efektif.

45 NILAI-NILAI DALAM PANCA SILA YANG MENCAKUP DALAM B3I
PERTAMA, KETUHANAN YANG MAHA ESA

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Agama dan Kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama anatara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesame umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercaya dan diyakininya.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keercayaan masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
KEDUA, KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

1. Mengakui memperlakukan manusia ssuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia , tanpa membeda-bedakan suku, keurunan, agama, kepercayaan , jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sika tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh ummat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjsama dengan bangsa lain.
KETIGA, PERSATUAN INDONESIA

1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.

2. Sanggub dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinika Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
KEEMPAT, KRAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT
KEBIJAKSANAAN DLM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN

1. Sebagai warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memksakan kehendak kepada orng lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

5. Menghormati dan menjunjung tinggi keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal yang sehat dan ssuai denganhati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan pesatuan dan kesatuan dem kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.
KELIMA, KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

1. Mengembangkan Perbuatan yang luhur,, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongan-royongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.

5.Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.

6.Tidak menggunakan hak milik usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7.Tidak menggunakan hak milk untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8.Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentinga umum.
9.Suka bekerja keras.
10.Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemanusiaan da kesejahteraan bersama.
11.Suka melakukan kegiatan dalam angka mewujudkan kemajan yang merata dan keadilan soisial.
9.RUMUSAN NORMA, WEWENANG, GANJAR DALAM B3I

a). LANDASAN DAN RUMUSKAN NORMA KEDALAM B3I

Bangsa Indonesia dapat menerima 45 butir nilai-nilai yang telah dirumuskan dari PANCASILA dan diajarkan kedalam lapisan masyarakat, hanya saja setiap berganti kepemimpinan nasional, tidak pernah memikirkan bahwa nilai tersebut menjadi acuan dalam merumuskan norma sebagai unsur kedua yang harus dirumuskan secara formal kedalam B3I.

Mengapa kita perlu merumuskan kedalam norma, karena dibutuhkan aturan yang tegas setiap warga merasakan keterikatan dalam bersikap dan berperilaku sebagai tuntunan agar ia menggerakkan kemampuan berpikir dalam pemanfaatan kesadaran, kecerdasan dan akal yang sejalan dengan kebutuhan orang banyak, bukan sekedar memenuhi kebutuhan pribadi dan kelompok.

Pengalaman sampai saat ini telah menunjukkan bahwa pembangunan yang tidak mempehatikan demensi manusia telah memperlihat realisasi yang di amanatkan dalam UUD ’45 jauh dari harapan, bahkan dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Oleh karena itu, pengalaman tersebut ingin menunjukkan bahwa dengan mendalami arti pengalaman sebagai guru terbaik, maka ia dapat menjadi daya dorong untuk menumbuhkan prinsip dalam perjalanan hidup warga dalam berbangsa dan bernegara yaitu apa yang kita sebut dengan prinsip dapatkah kita melepaskan diri dari kebiasaan yang menjadi sikap dan perilaku warga dapat berubah mengenai “ Kiblat kepada atasan daripada prinsip kiblat kepada karya yang diridhoi oleh Allah Swt”. Inilah satu kenyataan dalam hidup berbangsa dan bernegara yang telah menjerumuskan bangsa kita.

Dengan wawasan nilai dirumuskan kedalam norma, timbul imajinasi bagi kita dari sekulimit pengelaman diatas, tak lain ingin menunjukkan bahwa ada yang berpendapat bahwa perubahan yang terkait dengan lapisan nilai yanng mencakup budaya berbangsa dan benegara, kekuasaan politik, sistem keyakinan individu merupakan hal-hal yang sangat sulit terhadap perubahan yang tidak jelas.

Dengan menyadari hal-hal yang diutarakan diatas, maka 45 butir nilai-nilai yang telah disepakati keberadaannya, haruslah dirumuskan kedalam norma-norma untuk dapat menjadi penuntun dalam bersikap dan berperilaku.

45 butir nilai-nilai tersebut menjadi landasan untuk merumuskan norma-norma kedalam ketentuan UUD sebelum terjadi perubahan yang terdiri dalam 16 Bab, yang berisikan 37 pasal dengan Aturan Peralihannnya.

Jadi nilai-nilai tersebut dirumuskan kedalam norma-norma yang terkait dengan aturan dan ketentuan yang tertuang kedalam :
• Bentuk dan Kedaulatan
• Majelis Permusyawaratan Rakyat
• Kekuasaan Pemerintahan Negara.
• Dewan Pertimbangan Agung
• Kementerian Negara
• Pemerintah Daerah.
• Dewan Perwakilan Rakyat
• Hal Keuangan
• Kekuasaan Kehakiman
• Warga Negara
• Agama
• Pertahanan Negara
• Pendidikan.
• Kesejahteraan Sosial.
• Bendera dan Bahasa

Seluruh kebijaksanaan yang akan dirumuskan sebagai aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan, dan kendali individu, kelompok dan organisasi bernegara haruslah dijiwai dengan nilai-nilai budaya berbangsa dan bernegara, yang telah disepakati bersama dalam PANCASILA yang terdiri dari Ketuhanan Yang Maha Esa ; Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab ; Perstuan ndonesia ; Kerakytan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan ; Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dengan pemkiran tersebut, maka nilai-nilai yang dituangkan kedalam norma-norma seperti yang kita utarakan diatas yang terkait dengan batang tubuh UUD ’45 yang digerakkan oleh manusia, maka dalam merumuskannya tidak terlepas dengan memperhatikan dalam pola dasar manajemen sumber daya manusia yang akan mencakup kedalam sub sistem :
• Sistem perencanaan SDM
• Sistem penerimaan dan penempatan
• Sistem mutasi
• Sistem promosi
• Sistem kepangkatan dan jalur karir
• Sistem pengembangan kompetensi
• Sistem pendidikan dan pelatihan
• Sistem penilaian dan pengembangan prestasi kerja pegawai
• Sistem penggajian dan fasilitas
• Sistem pelayanan kesehatan

b) LANDASAN DAN RUMUSAN WEWENANG KEDALAM B3I
Bertitik tolak dari rumusan nilai dan norma, maka sebagai pola dasar dalam perumusan wewenang sebagai landasan akan terkait kedalam struktur organisasi formal yang bersifat fleksibel dan mudah dikontrol artinya sebagai unsur budaya organisasi berbangsa dan bernegara , maka wewenang harus mampu bergerak sesuai dengan perubahan tuntutan lingkungan.

Untuk memenuhi tuntutan tersebut diperlukan pensyaratan dalam merumuskannya yang terkait dengan struktur dalam peran eksekutif, legislatif dan yudikatif sebagai organisasi penyelenggara Negara yang mencakup hal-hal yang kita sebutkan dibawah ini :
• Organisasi penyelenggaraan Negara dan unit-unit kerja harulah dibangun berbasiskan pengetahuan dan pembelajaan dengan pendekatan sistem.

• Organisasi penyelenggara Negara dan unit-unit kerja harus dibangun kedalam model jaringan, datar, fleksibel, global.

• Organisasi penyelenggara Negara dan unit-unit kerja harus dibangun memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan : Tim sebagai unit dasar organisasi ; Jaringan bersama lingkungan ; Alur informasi secara horizontal dan vertical ; Penekanan pada proses, hasil dan kepentingan stakeholders ; Waktu kerja fleksibel ; Jalur karir fleksibel ; Sistem ganjar dan evaluasi disesuaikan ; Fokus dan spesialisasi ; Lingkungan dipandang sebagai global dan internasional.

• Organisasi harus dibangun kedalam iklim organisasi yang sehat, sehingga tercipta perilaku organisasi bernegara dan berbangsa yang dapat menjadi daya dorong keseimbangan individu, kelompok dan organisasi.

• Organisasi penyelenggara Negara dan unit-unit kerja engan karekteristik yang kita kemukakan diatas dapat memberikan daya dorong kedalam tantangan organisi kedalam pengembangan keahlian individu, pengelolaan organisasi dan pengelolaan lingkunga..

c). LANDASAN DAN RUMUSAN GANJAR KEDALAM B3I
Sejalan depikiran yang kita kemukakan diatas serta memperhatikan perubahan paradigma sumber daya manusia kedalam “Isu Ganjar” mngenai :
Isu Ganjar : Org. Lama : Org. Baru :
Jalur karir Linier Fleksibel
Promosi Senioritas Keahlian
Pembayaran Tingkatan Keahlian
Jam kerja Tetap Fleksibel
Komitmen Waktu pakai Insiatif
Oleh karena itu, dalam merumuskan ganjar kedalam B3I, akan terkait kedalam pola dasar manajmen sumber daya manusia
Pola dasar dalam perumusan ganjar akat terkait kedalam pola yang akan mencakup sub sistem :
• Sistem pembinaan SDM
• Sistem disiplin SDM
• Sistem pemberhentian pegawai
• Sistem Pensiun dan kesejahteraan hari tua
• Sistem kreatifitas individu, kelompok menjadi inovasi organisasi

Jadi rumusan nilai menjadi landasan norma dan norma menjadi landasan wewenang sehingga ketiga unsur tersebut yang membangun ganjar kedalam B3I sebagai unsur penentu.
Oleh karena itu keempat unsur tersebut membentuk satu kesatuan dan memiliki sifat saling ketergantungan kedalam B3I sebagai suatu sistem dalam membentuk sikap dan perilaku yang menjadi unsur penentu dalam mewujudkan manusia yang seutuhnya artinya memiliki kredibilitas dalam berbangsa dan bernegara.
Dengan terwujudnya kredibilitas dari suatu bangsa dalam bernegara akan menjadi cerminan kemampuan bangsa dan Negara dalam melaksanakan pembangunan seperti apa yang diamanatkan dalam UUD ’45. Hal ini hanya bisa terjadi apabila semua warga memahami arti hidup berbangsa dan bernegara Indonesia atas dasar pemahaman untuk melaksanakan B3I yang akan sejalan dengan kemampuan mereka mendapatkan kejelasan, kebersamaan da intergritas.

10.ILUSTRASI MEMBANGUN B31
a) KEBERSAMAAN DALAM KEBIASAAN SEBAGAI DAYA
DORONG MEMBANGUN B3I
Bukanlah sesuatu yang gampang dalam melaksanakan transformasi secara fokus untuk mendapatkan kebersamaan dalam kebiasaan karena kita dapat menyadari sepenuhnya bahwa kebiasaan itu tumbuh dan berkembang sejalan dengan sikap dan perilaku dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, diperlukan mengkomnikasikan dengan baik suatu keputusan perubahan yang berkaitan dengan lapisan budaya, sehingga semua usaha-usaha diperlukan kesamaan dalam pola pikir untuk membangun kebiasaan yang produktif akan sangat menentukan arti keberadaan manusia yang berperan dalam dimensi pembangunan, yang berarti kunci keberhasilan kita dalam pemangunan ekonomi ditentukan oleh manusia yang memiliki kredibiltas sebagai manusia yang seutuhnya.
Bertitik tolak dari pemikiran diatas, maka dalam membangun kebiasaan yang produktif akan terwujud bila sikap dan perilaku memberikan motivasi untuk meningkatkan wawasan melalui ilmu dari informasi, keterampilan dari pengalaman dan keinginan dari niat yang akan menuntun usaha-usaha untuk melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan :

Pertama, kemampuan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam proses berpikir dari gaya lama ke gaya baru.
Kedua, mendorong untuk melepaskan pola pikir lama dengan kemampuan untuk merumuskan dengan gaya baru untuk dapat mendorong dalam memanfaatkan pemikiran yang menuju keberhasilan.
Ketiga, merumuskan tindakan baru dalam pola proses berpikir baru yang sejalan dengan membangun kebiasaan yang produktif.
Jadi dengan fokus membangun kebersamaan kebiasaan melalui tiga langkah yang disebutkan diatas, diharapkan mampu menggerakkan kesadaran, kecerdasan dan akal dalam proses berpikir dalam melaksanakan Visi dan Misi, Tujuan, Strategi B3I yang telah dirumuskan dan dipahami bersama.

b) . KEBERSAMAAN DALAM KEYAKINAN SEBAGAI DAYA
DORONG MEMBANGUN B3I
Sesuatu yang sangat menentukan dalam menggerakkan sikap dan perilaku yang terpola diperlukan pula kebersamaan dalam keyakinan agar aktualisasi dari kebiasaan yang produktif berjalan seperti yang diharapkan.
Keyakinan itulah sebagai perekat dalam memberikan motivasi dalam proses berpikir untuk menggerakkan kesadaran, kecerdasan dan akal agar kesiapan untuk melaksakan perubahan dalam sikap dan perilaku dapat diterima menjadi komitmen yang datang dari diri sendiri, bukan sesuatu yang dipaksakan.
Dengan tumbuh dan berkembangnya keyakinan pada diri berarti akan selalu mengingatkan disatu sisi mengnai apa yang telah kita perbuat dan disisi lain secara konsisten kita harus terus membangun kebersamaan agar terwujud keikutan semua individu dalam melaksanakan perubahan.
Jadi bila setiap individu merasakan manfaat dalam melaksanakan perubahan, maka kita harus mengambil pengalaman tersebut untuk bersyukur pada sikap dan perilaku yang selalu siap menyesuaikan dengan tuntutan perubahan itu.
Dengan demikian fokus membangun kebersamaan dalam keyakinan adalah sesuatu tuntutan yang terus kita dorong dan komunikasikan agar tercipta adanya keyakinan yang sesungguhnya, bukan sekedar untuk memenuhi panggilan semata melainkan sudah merupakan kebutuhan.

c) . KEBERSAMAAN DALAM KONSISTENSI SEBAGAI DAYA
DORONG MEMBANGUN B3I
Setelah kita memiliki kebersamaan dalam kebiasaan yang produktif dan keyakinan, maka diperlukan pula daya dorong apa yang disebut dengan konsistensi dalam bersikap dan berperilaku.
Wujud konsistensi dalam bersikap dan berperilaku adalah keinginan dengan niat yang menggerakkan kemampuan berpikir yang terpusat pada pilihan-pilihan yang telah ditetapkan untuk tidak berubah.
Jadi dengan adanya ketetapan hati setiap terjadi perubahan, maka ia akan dapat memberikan konstribusinya yang terbaik yang sejalan dengan putusan yang diambil sehingga ia dalam bersikap dan berperilaku akan selalu pada keinginan untuk menunjukkan keuletan dalam proses berpikir untuk tidak mudah dibawa oleh arus ketidakpastian dalam bertindak yang dapat merubah sikap dan perilaku.
Dengan wujud konsistensi yang telah tertanam dalam pola proses berpikir diharapkan setiap orang merasakan manfaat dari sikap dan perilaku dalam memberikan inspirasi secara terus menerus agar setiap individu menjadikan diri lebih berharga sehingga akan berdampak dalam konstribusinya yang lebih besar.
d). MEMBANGUN ILUSTRASI B3I KEDALAM KABINET
Uraian dibawah ini hanya satu ilustrasi dalam “Membangun B3I kedalam struktur Kabinet” seandainya anda mencalonkan diri dalam Pemilu yang akan datang, apa yang terpikirkan dalam pikiran anda untuk membangun bangsa dan negara dapat tumbuh dan berkembang sebagai suatu harapan yang selama ini hanyalah suatu impian ?
Langkah-langkah yang harus dipikirkan dalam kesiapan membangun B3I kedalam struktur kabinet dengan memperhatikan faktor daya dorong membangun kebersamaan kebiasaan produktif, keyakinan dan konsistensi mencakup pokok pikiran sebagai berikut :
PERTAMA, merumuskan keputusan strategik yang berkaitan dengan visi, misi, tujuan, budaya, strategi berdasarkan pemikiran intuitif dengan arah pemikiran yang bersifat persfektif. Dibawah ini hanya merumuskan yang berkaitan untuk menjabarkan B3I yang akan menuntun kemana perjalanan yang akan ditempuh dalam usaha untuk merealisasikan keputusan strategik.
VISI KABINET :
Bertitik tolak dari rumusan VISI B3I, yaitu :
“VISI B3I adalah kemampuan manusia Indonesia seutuhnya membangun CITRA sebagai manusia yang unggul berdasarkan pelaksanaan pemahaman yang mendalam atas

B3I sebagai penuntun menuju ke ARAH kesiapan yang mampu memasuki setiap perubahan dengan TUJUAN membangun kebiasaan yang produktif.”
Maka diperlukan suatu rumusan VISI KABINET sebagai berikut
VISI KABINET adalah kemampuan para Menteri dan setingkatnya dalam membangun CITRA Bangsa dan Negara dalam pembangunan yang berdemensi manusia berdasarkan BUDAYA kepemimpinan kolaboratif dengan ARAH dalam bersikap dan berperilaku dengan mentalitas manusia seutuhnya dengan TUJUAN meningkatkan nilai tambah sebagai kunci kemakmuran.
Unsur VISI KABINET dalam sikap mencakup : Citra, Budaya, Arah, Tujuan artinya:
• CITRA adalah mewujudkan dimensi manusia dalam pembangunan.
• Budaya adalah mengkomunikasikan pola berpikir kedalam prinsip kepemimpinan kolaboratif.
• ARAH adalah bersikap dan berperilaku dengan mentalitas manusia sutuhnya.
• TUJUAN adalah meningkatkan nilai tambah sebagai kunci kemakmuran.

Pernyataan VISI KABINET menggambarkan arah perjalanan yang hendak dituju, sebaliknya pernyataan MISI KABINET menyatakan bagaimana sarana itu disiapkan dalam menuju arah yang dituju, dengan memperhatikan MISI B3I sebagai berikut :
MISI B3I adalah kemampuan manusia Indonesia seutuhnya dalam usaha-usaha untuk MEMPERHATIKAN perilaku dalam mengkomunikasikan kehangatan serta MEMBIMBING dalam membangun kepercayaan dengan pemikiran ANALITIS STRATEGIS melihat masa depan yang bersifat antisipatif dari sudut pandang yang bersifat EKSPRESIF dengan penguasaan wawasan dan imajinasi.
Dengan memperhatikan hal tersebut, maka pernyataan MISI KABINET yang sejalan dengan VISI KABINET dapat dibuat pernyataan sebagai berikut :
MISI KABINET adalah kemampuan menteri dan setingkatnya yang sejalan dengan perannya untuk MEMPERHATIKAN perilaku dalam usaha membangun keharmonisan serta MEMBIMBING kearah kebiasaan produktif, keyakinan dan konsistensi dengan penguasaan berpikir ANALITIS TRATEGIS dalam merumuskan masalah kritis dan bersifat EKSPRESIF dalam inisiatif, kreatifitas dalam pemecahan masalah masa depan.
Unsur MISI KABINET dalam perilaku mencakup: Memperhatikan, Membimbing, Analitis, Ekspresif artinya :
• MEMPERHATIKAN adalah membangun keharmonisan
• MEMBIMBING adalah membangun kebiasaan, keyakinan, konsistensi
• ANALITIS STRATEGIS adalah merumuskan masalah masa depan.
• EKSPRESIF adalah inisiatif, kreatif, dalam pemecahan masa depan.

Seperi yang telah diungkapkan bahwa B3I sebagai landasan dalam pemikiran untuk merumuskan Visi kabinet, (perjalanan yang ingin dilakukan), sehingga dalam bersikap (cara anda mengkomunikasikan suasana hati anda kepada orang lain) selalu dalam pemikiran yang positip, sedangkan Misi kabinet dalam Perilaku (segala tindakan yang dilakukan oleh suatu organisme), maka dalam usaha untuk merealisasikannya, diperlukan jabaran kedalam apa yang hendak dicapai KABINET, apa yang disebut dengan :

TUJUAN KABINET :
• Meletakkan landasan pengelolaan pemerintahan berbasiskan budaya yang kuat dalam bersikap dan berperilaku.
• Melaksanakan dimensi manusia dalam pembangunan.

• Melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan dalam hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan, sosial dan budaya, daerah, sumber daya alam dan lingkungan hidup, pertahanan dan kemanan
• Merumuskan kreteria-kreteria dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan prioritas dalam melaksanakan pembangunan nasional yang berencana.

KEDUA, merumuskan keputusan pencapaian yang berkaitan dengan visi, misi, tujuan, berdasarkan budaya kepemimpinan kolaboratif dengan arah pemikiran yang bersifat persfektif. Dibawah ini hanya merumuskan yang berkaitan untuk menjabarkan B3I yang akan menuntun kemana perjalanan yang akan ditempuh dalam usaha untuk merealisasikan keputusan strategik, dengan apa yang kita sebut budaya formal kabinet.

BUDAYA FORMAL KABINET :
Dengan memperhatikan rumusan B3I dan Visi kabinet, maka sebagai wahana transformasi dalam pola berpikir yang akan menuntun sikap dan perilaku anggota kabinet dan setingkatnya dalam berintraksi dalam organisasi kabinet, maka bagaimana setiap individu sesuai dengan perannya dapat menyeberangi kesenjangan BUDAYA KOLABORATIF
berdasarkan versus RENCANA PERSFEKTIF, POSISI (Rencana Lima Tahun) DAN KINERJA (Rencana Tahunan) dalam mewujudkan prima dalam karsa dan sadar dalam karya.
Oleh karena itu, diperlukan rumusan budaya formal kabinet yang diharapkan menjadi penuntun dalam bersikap dan berperilaku karena menyangkut hal-hal yang konkrit yang digerakkan oleh manusia yang memiliki budaya kolaboratif sebagai penggerak mewujudkan hal-hal yang bersifat abstrak yang kita sebut dengan rencana pembangunan.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka budaya formal kabinet dibangun atas dasar pemahaman yang mendalam mengenai aktualisasi dari kepemimpinan kolaboratif artinya suatu pendekatan dalam usaha mewujudkan kebersamaan dalam memandang suatu yang tidak hanya dalam hubungan atas bawah melainkan juga situasional dalam keterlibatan individu dalam organisasi.
Dengan pemikiran itu, maka perlu dirumuskan nilai, norma, wewenang dan ganjar yang jelas kedalam tiga pilar yang sangat menentukan dan saling memiliki keterkaitan satu sama lain yaitu yang kita sebut dengan pilar pertama budaya kolaboratif, kedua struktur kolaboratif dan ketiga proses tim kolaboratif.
Rumusan dari keempat unsur berupa nilai, norma, wewenang dan ganjar yang membentuk BUDAYA FORMAL KABINET, dapat dituangkan dalam suatu pemikiran sebagai berikut :
NILAI DALAM BUDAYA FORMAL KABINET :
Bertitik tolak dari nilai-nilai yang tertuang dalam budaya bangsa dan negara Indonesia (B3I) yang harus kita pahami bersama sebagai landasan dalam kita bersikap dan berperilaku sebagai nilai primer yang telah disepakati bersama, maka perlu kita merumuskan nilai-nilai sekunder yang harus menjadi daya dorong untuk dapat mengaktualisasikan nilai-nilai primer secara utuh dalam menjalankan peran dalam kabinet.
Nilai-nilai skunder yang kita maksudkan adalah nilai-nilai yang dapat membentuk terwujudnya kebiasaan produktif dalam menjalankan peran pada organisasi kabinet agar suasana keharmonisan di tempat kerja kolaboratif dapat diciptakan dari sikap dan perilaku yang mampu dalam kesiapan untuk menyesuaikan diri dari kebutuhan pengaruh faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi dalam proses berpikir.
Jadi nilai-nilai skunder utama yang perlu ditumbh kembangkan kedalam organisasi kabinet adalah yang mencakup :
• Imajinatif

• Konseptual
• Kreatif
• Intuitif
• Pengambilan keputusan empiris
• Fokus
• Sensitivitas
• Penguasaan teknologi informasi
• Kooperatif
• Empati
• Menghargai
• Intergritas dan Kehormatan
• Konsensus
• Hubungan berdasarkan keyakinan dan kepercayaan
• Tanggung jawab dan akuntabilitas.
• Terbuka
• Divergen
• Interpersonal
• Evolusioner
NORMA DALAM BUDAYA FORMAL KABINET :
Dengan landasan nilai-nilai primer dan skunder yang telah kita pahami, maka seluruh NORMA yang terumuskan dalam kebijakan manajemen sumber daya manusia sebagai NORMA yang terumuskan itu menjadi tuntunan setiap orang yang sesuai dengan perannya yang sejalan dengan menciptakan tim kolaboratif.

Dengan demikkian norma menjadi aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan dan kendali dalam bersikap dan berperilaku.

Oleh karena itu, NORMA yang terumuskan dalam struktur tempat kerja kolaboratif artinya akan menjawab hal-hal yang berkaitan dengan pertanyaan What to do ; Why to do it ; How to do it ; When to do it., sehingga merupakan proses terbuka dimana semua anggota menyadari arti keberadaan mereka dalam struktur kabinet.
Sejalan dengan pemikiran diatas, maka norma-norma yang dirumuskan itu menyangkut hal-hal proses tim kolaboratif yang disebutkan dibawah ini :
• Harus ada kejelasan mengenai tugas atau fungsi tim.
• Harus ada kejelasan mengenai peran dan tanggung jawab tim.
• Harus ada kejelasan mengenai menciptakan kebersamaan dalam sikap dan perilaku untuk menjalankan kegiatan operasi.
• Harus ada kejelasan mengenai pedoman uraian pekerjaan.
• Harus ada kejelasan mengenai faktor kunci kesuksesan.
• Harus ada kejelasan mengenai rencana kerja berkesinambungan.
• Harus ada kejelasan mengenai kebutuhan kompentensi.

WEWENANG DALAM BUDAYA FORMAL KABINET :
Wewenang dalam arti kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang telah dirumuskan diatas maka wewenang haruslah dipandang sebagai kekuasaan yang syah untuk melaksanakan peranan sesuai dengan jabatan untuk mewujudkan harapan-harapan selaras dengan B3I. Wewenang merupakan wahana untuk memasyarakatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam budaya fomal kabinet.
Unsur WEWENANG dalam budaya formal kabinet haruslah terumuskan secara jelas dalam deskripsi organisasi formal. Organisasi formal kabinet terbangun kedalam suatu pola organisasi berbasiskan pengetahuan sehingga terwujudlah organisasi yang fleksibel dan mudah dikontrol dengan landasan yang kuat dari unsur wewenang yang akan menuntun setiap orang dalam bersikap dan berperilaku menjadi suatu stuktur kolaboratif.
Oleh karena itu, struktur kolaboratif dimana setiap angota tempat kerja merasakan sebagai pelanggan yang memfokuskan pada kualitas dalam semua aspek tuigasnya. Jadi setiap anggota tempat kerja kolaboratif bekerja sama secara intern untuk menghadapi tantangan ekstern sehingga energinya dapat doptimalkan bukan untuk membuat konflik internal.
GANJAR DALAM BUDAYA FORMAL KABINET :
Ganjar dalam arti imbalan yang diberikan secara wajar dan adil baik bersifat finansial maupun non finansial. Atau dengan kata lain ganjar adalah imbalan dalam bentuk penghargaan atas prestasi positip atau hukuman atas prestasi negatif. Sistim pemberian ganjar mendorong terwujudnya budaya yang menuntun sikap dan perilaku dan tercapainya sasaran organisasi dalam bernegara sebagai manusia yang seutuhnya.
Oleh karena itu, ganjar dalam budaya kabinet haruslah terumuskan secara jelas dalam sistem manajmen sumber daya manusia kedalam sistem iklim organisasi, sistem imbal jasa dan penghargaan, sistem disiplin dsb.
KETIGA, setiap anggota kabinet sebelum diangkat, dimintakan kemampuan untuk merumuskan rencana jangka panjang dengan menjabarkan tujuan kabinet kedalam sasaran-sasaran yang hendak dicapai secara kuantitatif dan kualitatif, program dan jadwal pencapaiannya. Sasaran yang dirumuskan sejalan dengan peran dan tanggung jawab yang akan diserahkan dan prioritas yang telah digariskan.
KEEMPAT, berdasakan Kepemimpinan Kolaboratif, maka perlu pula adanya rumusan yang dapat menuntun untuk melaksanakan keputusan strategik yang telah dikemukakan diatas kedalam seperangkat strategi agar sikap dan perilaku sejalan dengan tuntunan perubahan pola pikir

Dalam usaha untuk menyeberangi kesenjangan dari pola pikir lama menuju ke pola pikir baru dengan memperhatikan keputusan strategik yang mencakup visi, misi, tujuan dan sasaran dalam budaya organisasi formal kabinet, maka dibawah ini dirumuskan strategi sebagai landasan untuk merumuskan kebijaksanaan dan program perencanaan, proses dan transformasi atas pelaksanaan perubahan budaya sebagai berikut :
• Strategi mengelola kabinet berbasiskan budaya organisasi yang responsip artinya sikap dan perilaku yang selalu siap mengadaptasi setiap perubahan.
• Strategi mengelola kabinet berbasiskan iklim organisasi yang kondunsif artinya organisasi dibangun dengan infrastruktur yang mendorong setiap orang memahami atas kehadirannya dalam organisasi.
• Strategi mengelola kabinet berbasiskan pemanfaatan teknologi informasi kedalam pengetahuan dan pembelajaran.
• Strategi mengelola kabinet berbasiskan perubahan berencana secara berkesinambungan.
• Strategi mengelola kabinet berbasiskan kepemimpinan kolaboratif dan good governance.

KELIMA, sejalan dengan kesiapan untuk melaksanakan strategi-stratgi tersebut diatas, maka dalam proses kesiapan melaksanakan pola pikir baru diperlukan pula ksiapan dalam melaksankan hal-hal sebagai berikut :
• Membangun komitmen.
• Memimpin Perubahan.
• Mengkomunkasikan apa yang diinginkan dalam perubahan.
• Mengelola dan membangun partisipasi.
• Merumuskan prinsip dalam proses perubahan
• Merumuskan prinsip dalam proses transformasi.
• Merumuskan prinsip perbaikan erkelanjutan.

BUDAYA BERBANGSA BERNEGARA INDONESIA (B3I)
Berdasarkan Ps. 32 UUD ‘45
DIRUMUSKAN PELAKSANAAN DENGAN PERPU / UNDANG2
LEGISLATIF EKSEKUTIF YUDIKATIF
KABINET
DEPARTEMEN / SETINGKAT

PROPINSI LEMBAGA BUMN

V. PEMBERDAYAAN PIAGAM JAKARTA KEDALAM RUMUSAN PANCA SILA.

PIAGAM JAKARTA

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan sebab itu maka penjajahan di ata dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan Pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka bersatu, berdaulat adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedalatan Rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Jakarta, 22 – 6 – 1945.
• Ir. Soekarno
• Drs. Muhammad Hatta
• Abikusno Tjokrosuryo
• Abdul Kahar Muzakir
• H. Agus Salim
• Mr. Achmad Soebardjo
• Wachid Hasyim
• Mr. Mohammad Yamin

Dengan memperhatikan rumusan Piagam Jakarta, seberapa jauh alam pikiran kita dapat menyatu kedalam pengalaman Panca Sila baik dia berperan dalam Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, BUMN, BUMS, PARTAI POLITIK, LEMBAGA KEMASYARAKATAN dsb, dimana mereka berpikir dalam kekuatan kepentingan individu dan kelompok dan oleh karena itu jiwa mereka hidup dengan topeng kepalsuan,

bahkan secara terbuka mereka melihat wajah yang dianggap berjasa dalam membangun Bangsa dan Negara, bahkan dalam kehidupan mereka menunjukkan bermain peran sebagai apa yang disebut “An Economic Hit Man”

Wajah KETELADANAN, sulit kita ketemukan saat ini, lihatlah dari perjalanan Muktamar Muhammadiyah dan NU.
1. SILA PERTAMA KETUHANAN YANG MAHA ESA

1.1. Kerukunan hidup beragama antara harapan dan realita

Salah satu masalah yang dihadapi bangsa Indonesia adalah keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama dan nusa. Penjajahan yang panjang memberikan pengalaman bersama sebagai sebuah bangsa dalam arti penderitaan dan ketidakberayaan.

Ketika Indonesia mempersiapkan kemerdekaan, kesadaran bersama sebagai bangsa menghadapi ujian. Dalam rapat-rapat Badan penyelidik usaha kemerdekaan Indonesia, ada yang mengusulkan nasionalisme sebagai idologi Negara, adapula kelompok yang menghendaki Negara berdasarkan agama (islam). Diskusi ini akhirnya dapat dielesaikan dengan kopromi yakni diterimanya Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.
Sayangnya dalam proses penerimaan Pancasila ebagai dasar Negara ini terdapat perubahan keepakatan emula yakni mukadimah atau pembukaan UUD 1945, Piagam Jakarta mengalami pencoretan tujuh buka “Kewajiban Menjalankan yariat Islam bagi para pemeluknya” pada siding Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. Perubahan ini meninggalkan luka yang dalam bagi sebahagian umat Islam, yang kemudian hari selalu memunculkan tuntutan untuk dihidupkannya kembali.

Pancasila sebagai ideology dan nilai moralitas serta acuan bagi kehidupan manusia Indonesia secara teologis adalah legal dan yah. Pemimpin umat, sebagai representasi mereka telah menetapkannya. Begitu pula kajian ulama setelahnya menyatakan bahwa Negara Indonesia dengan falsafah Pancasila adalah final. Imlikasi pandangan teologis terhadap falsafah Negara menuntut warga Negara untuk melaksana-kan dan menjadikannya acuan dalam memelihara dan meningkatkan kualitas konvergensi atau intergrasi nasional.

Agama di Indonesia merupakan bagian dari masalah yang rawan dalam hubungan berbangsa dan bernegara. Seperti aspek budaya lainnya, suku, ras dan golongan agama seringkali menjadi faktor pemecah belah persatuan dan kesatuan jika tidak dikelola dengan baik dan arif.
Oleh karena itu, konflik yang melanda bangsa dan mengancam intergrasi nasional berkaitan dengan pertentangan yang menyangkut distribusi sumber daya ekonomi, social dan politik. Konflik politik berhubungan juga dengan kebudayaan yang dimiliki dan dijadikan acuan oleh setiap kelompok social.

1.2. Dialog antarumat beragama tanpa tolaransi

Pengalaman telah mengajarkan kepada kita bahwa suatu keberanian untuk membuka tabir-tabir gelap yang penuh mitos dari kepercayaan kita sendiri yang sekali gus hidup penuh dengan topeng kepalsuan yang terkait dengan mengkritik keberagamaan dalam lingkungan sendiri.

Seandainya kita menyadari situasi tersebut dan memiliki daya kemauan yang kuat untuk membangun keinginan meretas jalan menjadi diri sendiri sebagai suatu kewajiban untuk bisa membangkitkan semangat dalam bertolaransi.

Oleh karena itu kita diajarkan untuk berpikir dari tahu menjadi tahu artinya proses berpikir dapat dalam bentuk berpikir logis, ilimiah, filsafat dan rohaniah, maka renungkan kembali, bahwa rasio adalah kemampuan untuk memikirkan segala sesuatu yang ditangkap oleh indera.

Saat kita melihat struktur jasad yang diberikan Allah pada kita sudah sepatutnya kita menggunakan rasio untuk memikirkan itu semua. Bagaimana jantung diciptakan dan bertugas memompa darah, bagaimana ginjal yang bertugas mencuci darah dan bagaimana pula setiap kedipan mata begitu berharga demi berlangsungnya penglihatan.

Sejalan apa-apa yang telah kita utarakan diatas renungkan apa yang terngkap dalam QS. 39:42 “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan memegang jiwa orang belum mati waktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampa waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum ang berpikir”

Dengan demikian inti ajaran agama, mengajar bahwa jangan takut sebab aku menyertaimu, sehingga hubungan antarumat harus dijaga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, oleh karena itu gerakkan daya kemauan yang kuat untuk membangun kebiasaan dalam hidup, dimana dengan pikiran dapat memanfaatkan kekuatan dalam Ilmu, Pengetahuan dan Keinginan menjadi titik-titik untuk kita melapangkan jiwa yang bersih yang dipancarkan oleh kesadaran, kecerdasan dan akal menjadi satu untuk mendorong dialog antar agama,

sehingga menjadi kebiasaan dalam menghindari kekerasan individu yang terstruktur, sehingga kita membutuhkan dalam pikiran keteladanan yang diberikan oleh siapa saja yang memiliki kepemimpinan berbudaya sehingga mampu menjadi pengayom.

1.3. Etika agama dalam pembentukan kepribadian nasional

Bila kita dapat berpikir “ketaatan” alam hubungan dengan Allah dan berpikir “postif” dalam hubungan dengan manusia sehingga mampu melepaskan diri dari kebiasaan berpikir “maksiat” dan “negatif, maka terbuka jiwa yang bersih disitu terletak sinar ke dalam hati yang bersih, maka kita dapat membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan :

• Manusia menurut kodratnya adalah makhluk baik sehingga bila ia menyimpang berarti ada dorongan syeitan memasuk jiwanya.

• Manusia Indonesia dengan ketidakmampuan akan tergelincir oleh sikap dan perilakunya terhadap moral dan agama.

• Perbuatan maksiat adalah tidak berdiri sendiri karena dorongan dari luar seperti gejala ekonomi, politik, sosial, kekuasaan dsb.
• Untuk mencegah perbuatan maksiat itu tidak ada jalan lain kecuali anda menyadari hidup anda dibentuk oleh pikiran anda sendiri dengan mendekatkan diri di jalan agama dari kekuatan kepercayaan dan keyakinan.

Dengan demikian renungkanlah bahwa etika agama dalam pembentukan kepribadian nasional dan menjauhkan pikiran maksiat dan negatip menjadi kebutuhan dalam kehidupan berbangsa da bernegara.

1.4. Keteladanan dan akhlak dalam pembangunan bangsa

Salah satu kebutuhan yang perlu kita ingat adalah tidak ada gunanya menangisi yan berlalu, yang kita pikirkan saat mampukah kita melakukan perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kedalam pola pikir yang radikal artinya mampukah kita mendorong wujud mendewasakan akhlak dalam kepemimpinan sebagai penguasa.

Walaupun bumi Indonesia terkenal dengan kekayaan alamnya yang sangat melimpah atas karunia Allah Swt, tetapi mengapa bangsa Indonesia tidak memiliki peluang untuk merubah nasibnya. Kenyataan saat ini dimana dalam kehidupan bahwa kesenjangan kehidupan betapa tingginya yang kaya bertambah dan yang miskin bertambahnya jauh lebih besar.
Jadi kemerdekaan yang kita lalui dalam 7 dasawarsa, tapi apa yang terjadi bahwa kehidupan dalam berbangsa dan bernegara dari waktu ke waktu tidaklah membawa kebebasan menjadi kebahagian melainkan penderitaan yang kita alami.

Bangsa ini di Pimpin oleh manusia yang kepemimpinannya penuh dengan topeng kepaluan, antara sikap dan perilaku tidak sejalan dengan ucapannya. Oleh karena itu, tidak ada jalan keluar dari perbuatan pemimpin saat ini mampu meretas jalan menuju ke jati dirinya karena penyakit kehidupannya adalah buah dari amalannya yang buruk.

Dengan demikian yang terpikirkan oleh kita bahwa harapan, keprihatinan dan tekad menjadi satu kebulatan tekad dalam merajut moral berbangsa dan bernegara, kita membutuhkan pemimpin yang memiliki ketadanan dan akhlak yang mulia.

2. SILA KEDUA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

2.1. Arti keberadaan manusia dalam undang-undang

Manusia Indonesia adalah sebagai warga Negara dimana arti keberadaannya dijamin seperti yang termuat dalam pasal 26, 27 dan 28, cukup jelas arti keberadaannya.
Oleh karena itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita harus tunduk dengan Undang-undang, yang menjadi persoalan dalam kehidupan, kenyataan dalam praktek kita temukan ketidak adilan, sangat sulit bagi kita bila status sosial kita berada dibawah kekuasaan yang tidak mampu menjalankan amanah.

Yang menjadi masalah kita bahwa sebuah konstitusi adalah buatan manusia dan dirumuskan oleh pemimpin-pemimpin Negara, para teoretisi dan praktisi politik untuk dipatuhi rakyat, dimana perumusannya dikaitkan pada situasi social dan kebudayaan bangsa. Ini merupakan fenomena osial dan mencermnkan adanya nilai-nilai, ide-ide, kepentingan golngan dan juga kepentingan para perumusnya, sehingga tidak jarang kita dihadapkan kepada suatu kenyataan dimana bila suatu konstitusi terperinci dan jelas dengan tidak multi tafsir, karena tidak jarang dimanfaatkan oleh segelintir penguasa untuk menterjermahkan menurut keinginannya.

2.2. Arti keberadaan manusia dalam beragama

Secara umum, Allah menciptakan Adam, Hawa, laki-laki dan perempuan, diciptakan manusia melalui beberapa tingkatan kejadian, dari suatu waktu yang kita itubelum merupakan sesuatu yang dapat disebut, dari saripati tanah, dari saripati air yang hina (air mani), air man itu tersimpan dalam rahim,
suatu tempat yang amat kukuh, setelah terpancar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada wanita, jadilah segumpal darah, kemudian jadilah segumpal dagng, kemudian jadilah tulang-belulang kemudian dibungkuslah dengan daging, terbentuk hal-hal itu dalam rahim dengan bentuk yang lain, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.

Manusia diciptakan bukan secara main-main melainkan untuk menemban amanah / tugas keagamaan, untuk mengabdi / beribadah, khalifah / pengelola di muka bmi yang dibedakan derajatnya satu dengan lainnya, untuk mengujimu, ntuk amar ma’ruf nahi munkar, yang diperhatikan Allah dengan dimintai pertanggungjawaban-nya.

Dengan demikian ditunjukkanNYa perbedaan manusia dengan makhluk lain, sehingga sifat-sifat manusia memiliki apa yang disebut dengan manusia bersifat tergesa-gesa, suka membantah, melapaui batas, kikir, keluh kesak, ingkar tak mau bersyukur, melihat dirinya serba cukup, dengan sifat yang tetap dalam bersusah payah dan bersikap lemah.
2.3. Arti keberadaan manusia dalam pandangan masa
depan

Kita membayangkan bahwa memulai hidup baru, maka kita menyadari pula bahwa masa jika kita miliki adalah hari ini sehingga arti kberadaan manusia dalam pandangan masa depan ditentukan oleh seberapa jauh adanya keinginan untuk meningkatkan kedewasaan berpikir.

Oleh karena itu, manusia dalam pandangan masa depan tidak terlepas dari tuntutan kebiasan yang harus mampu menyatukan tiga titik yang disebut ilmu, pengetahuan dan keinginan yang akan menuntun kita kedalam arti hidup melihat masa depan.

Dengan demikian dalam memastikan apa yang akan terjadi dimasa datang, maka ilmu lebih berhati-hati, bimbang dan ragu bahkan hampir berhenti pada dugaan belaka, kecuali jika kepastian yang telah ditetapkan itu di dukung oleh alasan-alasan yang kuat.

Sejalan dengan apa yang kita pikirkan diatas, maka sikap berhati-hati dalam menetapkan kepatian ilimiah mengenai kejadian-kejadian di masa lalu memang berbeda dengan sikap berhati-hati dalam menetapkan kepastian ilimiah akan terjadi di masa mendatang.
Bertolak dari pemikiran diatas, dituntut untuk mewujudkan arti manusia dalam pandangan masa depan dengan secara berkesinambungan agar kita melakukan perubahan pola kepemimpinan yang selalu berakhlak kedalam daur hidup berbangsa dan bernegara.

2.4. Arti keberadaan manusia dalam pandangan ilmu

Seperti yang telah kita kemukakan bahwa membangun suatu kebiasaan merupakan suatu kebutuhan yang mutlak yang tidak tahu menjadi tahu karena kita belajar memahami arti keberadaan manusia.

Dengan kekuatan mengintergrasikan ilmu yang menjawab apa yang harus dilakukan dan mengapa, keterampilan yang menjawab bagaimana melakukan, keinginan menjawab mau melakukan berarti membangun prinsip dan pola perilaku yang dihayati.

Dengan memperbaiki ilmu / pengetahuan, keterampilan dan keinginan kita dapat menerobos ke tingkat baru keefektifan pribadi dan antarpribadi ketika kita mendobrak paradigma lama ke paradigm baru yang sejalan tuntutan atas perubahan
Jadi apa yang kita pikirkan diatas, mendorong kekuatan pikiran untuk memahami sifat ketergantungan, kemandirian dan kesalingketergantungan artinya orang yang bergantung membutuhkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka kehendaki, sedangkan orang yang mandiri dapat memperoleh apa yang mereka kehendaki melalui usaha mereka endiri, sebaliknya orang yang saling tergantung menggabugkan upaya mereka dengan upaya orang lain untuk mencapai keberhailan terbesar mereka.
3. SILA KETIGA PERSATUAN INDONESIA

3.1. Arti pentingnya persatuan Indonesia

Masalah Persatuan Indonesia dan kesatuan banga Indonesia sepanjang masa tetap suatu prinsip dalam perjalanan hidup bangsa dan Negara Indonesia menjadi penting dan harus dijaga serta dipelihara.

Oleh karena itu, kebersamaan dalam mewujudkan komitmen kita tidak boleh lengah sedikitpun dalam memelihara dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa di bumi persada Indonesia ini.

Bila kita dapat menggerakkan pikiran ketaatan dalam hubungan dengan Allah Swt dan berpikir positif dalam
hubungan dengan manusia, begitu mudah syeitan, iblis masuk kedalam diri kita untuk mewujudkan kita berpikir maksiat dan negatif.

Akibatnya di hadapan mata kita secara jelas kita saksikan bagaimana suatu bangsa yang semula puluhan tahun bersatu seperti Uni Sovyet, Jugoslavia dan sebagainya, kesemuanya akibat seperti konflik etnis dan sebagainya.

Bayangkan akibat perang melawan gerakan separatis seperti Negara boneka republic Maluku elatan, Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur dan sebagainya. Betapa banyak anak-anak yang menjadi yatim piatu, wanita yang menjadi janda sewaktu perang saudara bergolak di masa- masa dalam pemberontakan DI/TII, PRRI / PERMESTA dan G 30 S / PKI, pada akhirnya yang menjadi korban dari tidak terpeliharanya Persatuan dan Kesatuan itu adalah rakyat.

Oleh karena itu bayangkan selalu dalam daya kemauan yang kuat untuk membangkitkan keinginan kedalam sifat-sifat berbangsa dan bernegara Indonesia kedalam kebersamaan memandang Persatuan dan Kesatuan menjadi kebutuhan hidup sepanjang masa.
3.2. Landasan pembangunan yang berkelanjutan

Kita dapat membayangkan sikap dan perilaku kaum jerdik pandai yang memiliki intelektual yang tinggi namun tidak memiliki kedewasaan rohaniah, sosial dan emosional, maka mereka tidak mampu melepaskan diri dari kekuatan pikiran maksiat dan negatif yang dipentingkannya dalam pikirannya adalah meningkatkan kesadaran inderawi dengan pandangan hidup materialism. Baik untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.

Oleh karena itu, landaan pembangunan yang berkelanjutan haruslah dipimpinan oleh kepemimpinan yang memiliki tanggung jawab moril kaum intelegensia, kita tidak dapat membayangkan peran keteladanan Muhammad Hatta dalam perjalanan hidupnya.

Pengalaman telah memperlihatkan kepada kita bahwa dalam kepemimpinan orde lama ke orde baru ke orde reformasi kita dihadapkan sikap dan peilaku yang tidak konsisten memperjuangkan prinsip-prinsip yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

Sangat ironis sekali dalam masa reformasi, dimana tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara begitu mudah menjadi inspirasi untuk mendorong perubahan yang menjuruskan

dalam peran, kedudukan dan fungsi MPR serta mengadakan perubahan UUD 1945.

Kita tidak dapat membayangkan kemana bangsa dan Negara Indoneia akan berjalan dimasa depan bila kaum intelegensia tidak memiliki tanggung jawab moril dan mereka hidup dengan wajah penuh dengan topeng kepalsuan.

3.3. Menyatukan sudat pandang dari masyarakat majemuk

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, sebenarnya kita memiliki falsafah Pancasila sebagai landasan yang dapat menyatukan sikap dan perilaku, namun dalam kenyataannya falsafah tersebut hanya dipergunakan untuk merebut kekuasaan.

Oleh karena itu diperlukan seorang dengan Kepemimpinan dengan kemampuan membangun kebiasaan yang effektif untuk mempengaruhi setiap orang baik secara langsung maupun tidak dibawahnya sebagai pengikut sehingga dapat mendorong orang memliki komitmen yang datang dari diri sendiri bukan sesuatu yang dipaksakan.

Dengan demikian menyatukan sudut pandang dalam alam pikiran yang bodoh dari masyarakat majemuk, mendorong menjadi penyakit, karena sama halnya si buta yang berjalan di tempat yang gelap gulita tanpa obor.

Kebodohan membawa kesesatan, tidak ada musuh yang lebih berbahaya dari kebodohan. Bergaul dengan orang bodoh adalah siksaan bagi jiwa. Kerugian, kesusahan, kelemahan dan kehinaan bukan diterbitkan nasib jelek akan tetapi oleh karena kebodohan.

Jadi marilah kita memikirkan kembali betapa arti falsafah pancasila menjadi tuntunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu jalan yang datar dan licin melalui dengan senang dan damai tetapi kehidupan manusia penuh dengan onak-duri, suka duka dan perjuangan belaka, disinilah kita memerlukan peran kemimpinan yang efektif untuk mengukuhkan kembali Pancasila sebagai suatu pandangan hidup dalam kebersamaan.

3.4. Landasan menghadapi tantangan globalisi

Menghadapi dunia globalisasi sebagai akibat perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi menjadi masyarakat pengetahuan merupakan satu kekuatan yang mendorong revolusi kedalam cara-cara belajar yang ditandai oleh apa yang disebut dengan :
• Zaman komunikasi instan
• Dunia tanpa batas batas ekonomi

• Nasionalisme budaya
• Perdagangan dan pembelajaran melalui internet
• Perubahan bentuk kerja
• Perempuan sebagai pemimpin
• Penemuan terbaru tentang otak yang mengagumkan
• Semakin besarnya jumlah manula
• Ledakan praktik mandiri
• Perusahaan koperatif
• Kemenangan individu

Dengan memperhatikan hal-hal yang disebutkan diatas, maka Bangsa dan Negara Indonesia menghadapi tantangan dari pengaruh globalisasi dimana landasan pemikiran dari kepemimpinan mempengaruhi pola pikir dalam bersikap dan berperilaku.

Oleh karena itu, bangsa dan Negara yang memiliki falsafah Pancasila harusnya dapat menjadi kekuatan kedalam pola pikir sebagai landasan dalam bersikap dan berperilaku menghadapi apa yang disebut dengan :

• Proses terjadinya perubahan nilai-nilai universal dengan ditiupnya isu-isu, terorisme, global warning, masalah lingkungan hidup, kerusakan hutan, demokratisasi, hak asasi manusia, bantuan asing.
• Proses transisi perubahan dunia dengan lahirnya PBB sebagai suatu system multilateralisme dalam peran menangani masalah dunia, terbentuknya kerjasama regional di eropa, di benua Amerika, timur tengah, asia dan afrika.

• AS menjadi satu-satunya super power
• Tantangan yang terberat posisi ekonomi Negara berkembang berada jauh dibawah kemampuan Negara maju, sehingga penekanan dan pemaksaan politik dan diplomasi atas dasar disebut kekuatan, kekuasaan dan kekerasan.
4. SILA KEEMPAT KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH
HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAPERMUSYAWARATAN
/ PERWAKILAN

4.1. Membangun daya kemauan membangun ke Indonesian

Krisis tersembunyi dalam pembangunan menunjukkan dari pengalaman sejarah terletak dari daya kemauan tanggung jawab moril kaum intelegensia yang tidak pernah mampu melaksanakan ajaran falsafah pancasila secara konsisten dan berkesinambungan.

Oleh karena itu mungkinkah masih ada manusia indonesia yang merasa terpanggil dalam mmbangun ke indonesan yang saat ini berada dalam poisi yang sangat kritis dimana sistem dan moral ekonomi Indonesia kedalam daur hidup berbangsa dan bernegara apakah masih dapat tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan dalam pembukaan UUD 1945.

Usaha-usaha apapun dalam posisi saat ini bila tidak ada dorongan yang kuat dari pemain peran kepemimpinan untuk membangun dan merajut kembali kebudayaan, kebangsaan, politik, hukum dan petahanan keamanan dapat kita katakan tidak mungkindapat tumbuh dan berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sejalan dengan apa yang telah kita kemukakan diatas, maka menjadi penting sebelum melangkah lebih lanjut untuk dapat menggerakkan daya kemauan yang kuat kedalam membangun ke Indonesian tanpa mampu merumuskan secara jelas mengenai krisis yang tersembunyi dalam pembangunan itu sendiri.
4.2. Mewujudkan peran, kedudukan, fungsi MPR keaslinya

Sejalan dengan keinginan untuk melakukan perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat kita pelajari dalam masa kepemimpinan Soekarno-Hatta, masa Soehato-Adam Malik- Sri sultan Hamengku Buwono IX, Umuar wirahadikusumah, Tri Sutrisno, Sudharmono, BJ.Habibie, masa K.H.Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarnoputri, masa Megawati-Hamzah, S.B.Yudhonoyono – M.Y.Kalla – Boediono.

Belajar dalam pengalaman masa-masa pemerintahan yang kita kemukakan diatas, beragam masalah yang kita hadapi yang dapat kita rumuskan kembali dalam usaha mencari akar masalah krisis tersembunyi dalam pembangunan yang terletak dari inspirasi dari kaum intelegesia yang tidak bertanggung jawab secara moril dengan mengubah wujud baru peran, kedudukan, fungsi MPR yang sejalan dengan UUD 1945 sebelum terjadinya perubahan.

4.3. Mendudukkan kembali UUD 1945 secara murni,
dan konsisten

Apa mungkin hal itu bisa terjadi dalam kehidupan untuk kembali ke UUD 1945 secara murni. Inilah kunci dasar untuk kita memulai hidup baru.

Usaha ini merupakan tidak mungkin dapat dilakukan, kita dapat membayangkan kedalam usaha membangun kebiasaan yang effektif dapat diwujudkan bila tanggung jawab moril kaum intelegensia yang dipimpin oleh kepemimpinan berani mengambil alih dari kemiskinan hati nurani yang dimainkan oleh pemilik kekuasaan saat ini.

Dengan demikian marilah kita menunggu hasil pemilihan Presiden dan Legislatip dalam tahun 2014. Dalam hal ini perlu gerakan moral yang mampu menyelaraskan kesamaan pandangan dalam bersikap dan berperilaku untuk melakukan perubahan-perubahan yang berencana.

4.4. Medudukkan reformasi demokrasi, politik
dan kekuasaan yang sejalan dengan tuntutan
Ajaran Pancasila.

Reformasi yang dilakukan dari orde baru ke orde reformasi telah menimbulkan dampak jauh dari harapan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, segala perjuangan reformasi dalam krisis Indonesia yang diperjuangkan oleh Mahasiswa dan masyarakat yang didukung segelintir kaum intelegensia yang memiliki tanggung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Suara-suara yang digerakkan keajaiban mahasiswa, untuk menyampaikan inspirasi menjadi keinginan partai politik dan masyarakat tertentu yang mendorong dan berusaha merebut kekuasaan untuk kepentingan individu dan kelompok mereka meninggal cita-cita demokrasi, politik yang sejati.

Apa mungkin kita dapat menyatukan sudut pandang untuk harus kembali membangun ke Indoneian dalam menyelesai-kan „Krisis Tersembunyi Dalam Pembangunan“ dalam usaha mendudukkan kembali apa di cita-cita dalam ajaran Pancasila melalui reformasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Apa yang menjadi daya kemauan bangsa dan negara Indonesia kedalam kebiasaan yang efektif untuk menembus krisis birokrasi pada arah Global, pada arah Nasional, pada arah lokal sehingga reformasi demokrasi, politik dan kekuasaan dalam memikirkan wujud dimensi manusia dalam pembangunan.

4.5. Merumuskan dan menetapkan GBHN sebagai pedoman pelaksanaan kebijaksaan dalam berbangsa dalam uahan bernegara.

Mewujudkan mimpi dalam kebersamaan dalam usaha-usaha untuk memecahkan masalah kehidupan berbangsa dan
bernegara menjadi satu kekuatan dalam pikiran membangun kebiasaan yang efektif dalam rangka kesiapan untuk bangun keluar dari kebodohan bahwa memulai hidup baru kita sama-sama memikirkan kembali makna “Pembangunan dan Kebebasan”

Jadi bila kita membayangkan masa yang kita miliki adalah hari ini untuk meretas kesenjangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia maka kita dengan memiliki kepercayaan (agama) dan keyakinan (iman) dimana hidup kita dibentuk oleh pikiran kita sendiri maka tidak ada gunanya menangisi yang telah berlalu bangkitkan satu daya kemauan kedalam apa yang kita sebut “Jadilah Diri Sendiri”

Oleh karena itu, marilah kita mewujudkan jati diri sendiri sangat bergantung untuk meletakkan landasan yang kuat kedalam “ Kebiasaan Manusia Yang sangat Efektif” sebagai prinsip dan pola perilaku yang dihayati dalam memecahkan masalah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sejalan dengan apa yang telah kita kemukakan diatas maka “Pedoman Penghayatan Dan Pengalaman Pancasila” sudah menjadi anugerah yang kita wujudkan dalam mimpi kerbersamaan sebagai prinsip yang kita tuangkan dalam GBHN sbagai tuntunan dalam melaksanakan pembangun dan kebebasan yang bebas tapi terikat.
5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

5.1. Pemikiran kebutuhan dasar dan implikasinya

Sejalan dengan pemikiran untuk menerapkan strategi pembangunan dengan pendekatan “KEBUTUHAN DASAR” bukanlah suatu hal yang baru untuk kita pahami, menjadi masalah adalah pembuat keputusan dari orde lama ke orde baru ke orde reformasi tidak jelas menerapkan konsep “Kebutuhan Dasar” dalam perencanaan pembangunan adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Untuk mencapai itu ditetapkan tiga perangkat yang terpisah namun saling melengkapi yaitu :

Pertama, sarana yang mencakup kebutuhan konsumsi perorangan, seperti pangan, sandang dan perumahan ;
Kedua, sarana yang mencakup penyediaan jasa umum dasar seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, saluran air minum, transportasi dan kebudayaan ;

Ketiga, hak atas pekerjaan produktif, prasarana, partispasi.

Implikasinya yang harus kita pertimbangkan baik-baik dalam rencana pembangunan adalah yang terkait dengan :
Pertama tidak adanya informasi yang akurat yang dapat digunakan untuk merumuskan standard kuantitatif uantuk menghitungkan kebutuhan dasar, dimana tidak adanya usaha dalam pemberdayaan atas kebiasaan untuk mengintergrasikan ilmu, pengethuan, dan keinginan sebagai kebutuhan yang berkelanjutan, sehingga kita dapat mempergunakan data dan informasi dari pusat statitik.

Kedua, ketidak mampuan mengelompokkan tingkat kebutuhan dasar secara jelas dan terarah dalam proses pembangunan yang mencakup a) kebutuhan tingkat pertama yang harus dipenuhi untuk memenuhi kelangsungan hidup ; b) kebutuhan tingkat kedua yang seharusnya dipenuhi demi kelangsungan hidup secara produktif dan berkelanjutan ; c) kebutuhan tingkat ketiga yang mencakup non-materi dan non-ekonomi.

Ketiga, kemampuan untuk merumuskan kebutuhan dasar kedalam daftar prioritas atau urutan barang dan jasa

5.2. Nilai-nilai budaya dalam masalah berbangsa

Yang perlu kita pikirkan dalam perencanaan bahwa nilai-nlai budaya dalam masalah berbangsa adalah yang terkait dengan pemukiman dimana Indonesia dapat dilihat dari sudut kepulauan, dimana diperlukan adanya perencanaan yang celas

yang terkait dengan kependudukan yang menuju ke pola distribusi kepadatan yang lebih merata yang tidak mungkin dimana pelipatan-gandaan jumlah penduduk di Jawa.

Oleh karena itu, dalam menghadapi kepadatan penduduk yang lebih besar itu, mau tidak mau kita harus juga memupuk kemampuan untuk menjaga kerukunan dan kemampuan kerja sama, mungkin sekali dengan cara-cara dan lembaga-lemabga yang baru atau memperbaharui yang lama.

Dengan demikian, penanganan masalah-masalah yang timbul sebagai akibat kepadatan penduduk yang sedemikian pesat maupun sebagai akibat susahnya mencapai distribusi penduduk secara merata di wilayah Indonesia, memerlukan pastisipasi masyarakat termasuk golongan berpenghasilan paling rendah dan daya berorganisasi dan mengatur diri sendiri yang lebih tinggi. Di dalam usaha ini terlibat berbagai nilai budaya yang perlu dikembangkan baik dari pemerintah maupun masyarakat sendiri,

5.3. Kesadaran sejarah dan pembangunan

Satu hal yang tidak dapat kita bayangkan betapa wujud yang dianugerahkan oleh Allah Swt atas Bumi Indonesia, yang penuh keistimewaan dibandingkan dengan Negara lain dengan segala sumber daya bumi dan alam, tetapi ironisnya banga Indonesia
menjadi Negara yang miskin, tidak mampu memecahkan kehidupan berbangsa dan bernegara seperti apa-apa yang ingin kita capai yang termuat dalam pembukaan UUD 1945 seutuhnya yang telah dicetuskan oleh pendiri bangsa dan Negara Indonesia.

Mengapa kehidupan bangsa dan Negara Indonesia dari masa orde baru yang memilki GBHN dengan melaksanakan rencana pembangunan lima tahun secara berkesinambungan, namun pembangunan memang ada tapi kecenderungan memulai pemimpin hanya memikirkan kelompok dan memperkaya pribadi.

Kecenderungan tersebut tambah menjadi-jadi setelah kita masa memasuki era reformasi yang dipimpin oleh manusia-manusia yang miskin hati nuraninya, sehingga mereka memperalat demokrasi, politik dan kekuasaan memecah belah bangsa dalam bernegara dimana peran dari “An economic hit man” menjadi tumbuh subur yang menyebabkan KKN menjadi ladang bagi mereka dimana pemimpin yang tidak bermoral tumbuh dan memainkan peran yang begitu penting dalam lembaga yudikatif, legislatip, eksekutif, Unit Usaha Negara, Swasta, dan lembaga masyakat.

Belajar dari pengalaman sejarah, maka menjelang Pemilu 2014, kita dihadapkan, apakah ada pemimpin lahir yang memiliki hati
nurani, sedangkan kemiskinan hati nurani ini menjebabkan menyebarkan VIRUS KKN yang berkepanjangan.

Oleh karena pilihan Pimpinan Nasional menjadi tonggak yang menentukan kebangkitan Perekonomian Indonesia setelah kita memasuki 7 Dasa warsa dalam melihat hal-hal yang terkait dengan pemikiran “Pembangunan dan hak-hak manusia , Pembangunan dan menjadi kebutuhan yang mendasa untuk kita dapat lakukan pemberdayaan “Sumber Daya” yang lebih terarah sesuai dengan tuntutan pembukaan UUD 1945.
5.4. Dimensi-deminsi struktural kemiskinan

Bertolak dari pemikiran bahwa kita merumuskan masalah yang kita sebut “Masalah Abnormal yang kita sebut dengan penyakit” yang dikelompokkan menjadi :

Pertama, masalah kritis yaitu kelompok pertama kemiskinan terpola artinya manusia yang memiliki kekuasaan tapi tidak mau memikirkan perubahan yang berencana, disinilah kemiskinan hati nurani yang tidak ditopang kbesaran jiwa. Hidup penuh kemwahan dan berkecukupan dengan tidak ada kemauan mencari kebenaran berlandaskan agama dengan keyakinan menjalankan amanah atas kekuasaan yang dimilikinya.

Kedua, kemiskinan yang teraksa artinya manusia memiliki kekuasaan terbatas, tapi hidup berkecukupan memiliki hai nurani tapi tidak berani berbuat walaupun ada benih kemauan sayangnya tidak ditopang oleh kejernihan dalam berpikir.

Ketiga, kemiskinan yang diciptakan oleh keadaan artinya manusia yang tidak memiliki kekuasaan tetapi memiliki hati nurani dimana didalamnya terapat manusia yang benar-benar miskin karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dasar, selain itu terdapat pula didalamnya manusia dapat memenuhi hidup terbatas.

Walaupun kita telah memasuki era reformasi untuk mewujudkan cita-cita apa yang tertuang dalam mukadimah UUD 1945, masih jauh dari harapan bahkan mungkin Negara kita ini memang diciptakan pihak ketiga menjadi bangsa yang tidak akan bisa tumbuh dan berkembang. Inilalah menjadai pendorong pola pikir kebersamaan kita untuk melakukan pemberdayaan secara radikal.

5.5. Keadilan sosial dan keadilan ekonomi

Bila kita memperhatikan UUD 1945, maka pendiri bangsa dan Negara Indonesia, telah merumuskan sedemikian rupa untuk mengamankan kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti yang diucapkan oleh DR. Mohammad Hatta dalam ceramah
yang disampaikan dalam Seminar KADIN pada tanggal 20 s/d 22 September 1972 di Jakarta.

Pokok pikirannya diucapkan kembali “Pikiran-pikiran dalam bidang ekonomi Untuk mencapai kemamuran yang merata” dengan berpijak dengan prinsip yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 , sebelum perubahan.
`
Setelah adanya perubahan pertama disahkan 19 0ktober 1999 ; perubahan kedua disahkan 18 Agustus 2000 ; Perubahan ketiga disahkan 10 November 2001 ; Perubahan keempat disahkan 10 Agustus 2002 dalam masa orde reformasi yang menghancurkan prinsip yang dibangun. Dari pengalaman ini menunjukkan peran kepemimpinan yang miskin karena tidak memiliki hati nurani, bahkan dengan dalih agamapun mereka berbuat untuk kepentingan individu dan kelompok dan tidak jarang pula kesadran dalam jiwanya begitu mudah menjadi alat bagi dunia ketiga yang tidak menginginkan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi dalam kawasan asia –fasifik.

Ada baiknya seluruh ajaran Muhammad Hatta perlu kita simak kembali dan kita pelajari secara mendalam sebagai dasar agar kita selalu menemukan jati sebagi bangsa yang selalu konisten dalam perjuangannya. Termasuk pesan yang terakhir yang kita kutip dari buku yang diungkapkan oleh Prof. Dr.Sri-Edi Swasono, yang dituangkan dalam buku”Pembangunan
berwawasan sejarah: Kedaulatan rakyat, Demokrai ekonomi dan Demokrasi Politik” didalam buku tersebut beliau berpesan

“Apabila saya meninggal dunia,, saya ingin di kuburkan di Jakarta, tempat diproklamsikan Indonesia Meredeka Saya tidak ingin dikubur di makam Pahlawan (Kalibata). Saya ingin dikuburkan di tempat kuburan rakyat biasa, yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya” Jakarta 10 Februari 1975 Mohammad Hatta”

Tidak ada duanya, kepemimpinan dengan ketadanannya, seprti kita lihat dalam buku yang ditulis oleh Mochtar Lubis, yang dituangkan dalam buku berjudul “Hati Nurani Melawan Kezaliman” yang mengungkapkan kumpulan surat menyurat BungHatta kepada Presiden oekarno 1957-1965.
VI.PEMBERDAYAAN NILAI-NILAI BERBANGSA DAN
BERNEGARA INDONESIA.

Tidak terasa kita telah melalui kehidupan berbangsa dan Bernegara Indonesia dari masa Orde Lama ke Orde Baru ke Orde Reformasi, dimana kita membayangkan pada masa menunggu itu mereka mengira akan datang suatu kekuatan yang diharapkan dapat memberinya kegairahan baru setelah lesu dan harapan harapan suntuk mengubah setelah lama tenggelam dalam keputuasaan untuk mengubah takdir dan nasib dalam kesenjangan kehidupan berbangsa dan Bernegara Indonisia Baru.
Inilah suatu kenyataan yang kita hadapi saat ini dimana daur bangsa Indoanesia berada dalam posisi yang sangat kritis dan komlek berada di jurang kehancuran dimana peran An Economic Hit Man yang menguasai pola pikir dengan kesadaran inderawi yang sangat tinggi yang menumbuh kembangkan KKN yang tidak dapat teratasi lam peran legislative, yudikatif dan eksekutuf serta lembaga-lembaga masyarakat tertentu yang kesemuanya mengejar kepentingan individu dan kelompok.
Meretas pola pikir, agar tanah lumpur yang berbau dan air yang keruh kini telah beralih menjadi suatu warna yang menarik dan bau yang harum, bila manusia Indonesia mampu menguasai diri dan waktunya dengan sebaik-baik mungkin, maka ia dapat berbuat banyak tanpa menunggu dating bantuan dari luar dirinya.

Dengan kekuatan pola pikir baru secara revolusiner maka dengan kekuatannya sendiri yang terimpan dalam jiwa yang bersih dan pendirian yang kokoh, walaupun kesempatan yang sangat terbatas, ia mampu membangun sebuah kehidupan baru dengan gerakan moral dalam meretas nilai-nilai kebangsaan sehingga memberi dorongan untuk mengungkit daya kemauan yang kuat untuk melakukan perubahan dalam usaha mengubah takdir dan nasib melalui usaha-usaha menyebar luaskan nilai-nilai kebangsaan dengan hanya lahir dari sesuatu yang gaib karena harapan seperti ini tidak akan membawa kebaikan sama sekali buat Bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, pemikiran yang berkaitan dengan pemberdayaan Nilai-nilai Kebangsaan yang akan kita gerakkan dalam gerakan moral yang akan kita bangun bersama adalah masa masa sekarang, dimana masa yang sesungguhnya sedang kita miliki karena masa lalu telah sirna di tiup angin sedangkan masa yang akan datang masih dalam mimpi. Jadi waktu yang ada pada kita hanya ada pada hari ini saja. Hari inilah yang menentukan hari-hari selanjutnya, kejayaankah atau kehancuran yang akan kita terima.
Dalam situasi yang kita utarakan diatas, maka doronglah kedalam pola pikir baru dimana malam dan siang bagaikan dua kenderaan. Oleh karena tunggangilah keduanya dengan baik menuju akhirat. Janganlah kita menunda nunda sesuatu sebab maut akan datang dengan tiba-tiba.
Sejalan pikiran itu, cobalah kita renungkan seprti yang termuat dalam peran kehidupan kita saat ini. Apakah hidup dengan topeng kepalsuan perlu dievaluasi setelah sekian lama menempuh perjalanan hidup ?
Dengan demikian untuk menggapai kebahagian hakiki, manusia diberi petunjuk untuk segera bertaubat. Perlu kita pahami bahwa taubat merupakan suatu perpindahan sempurna dari suatu kehidupan kepada kehidupan yang lain dan merupakan suatu pemisah yang jelas antara tiga masa (orde lama, baru, reformasi) yang berbeda sebagai mana waktu subuh, siang dan malam menjadi pemisah antara gelap dan terang.
Jadi apa yang kita pikirkan dalam pemberdayaan nilai-nilan kebangsaan adalah pada akhirnya orang kembali lagi mengulangi perbuatan-perbuatan buruknya yang telah lalu.
Dan kembali disini bukan pula sebagai upaya yang gagal karena kurangnya kemauan, daya tahan dan ketabahan, tidak sekali lagi tidak, melainkan kembali yang penuh kemenangan, yang Allah sangat bergembira karenanya. Yaitu kemenangan seseorang dalam mengatasi penyebab kelemahan dan kealpaan, kemenangannya membebaskan diri dari yang penuh keimanan, kebaikan, kematangan dan petunjuk.
Inilah kembali sebagai gerakan moral dalam mewujudkan pemberdayaan nilai-nilai kebangsaan yang telah tumbuh sebelumnya secara utuh dalam kehidupan berbangsa dan begara Indonesia.

Inilah suatu kehidupan baru sesudah kita menyadari sepenuhnya bahwa telah terjadi kesenjangan dari kehidupan berbangsa dan bernegara dalam daur hidup Indonesia yang jauh dari harapan yang kita mimpikan bersama untuk mewujudkan apa yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 secara utuh.
MENYATUKAN SUDAT PANDANG DALAM MEMULAI HIDUP BARU
Perlu kita sadari bahwa menyatukan sudut pandang dalam berpikir untuk menjadi penuntun dalam kebersamaan bersikap dan berperilaku menghadapi tantangan dengan permasalahan yang komplek dan rumit pada saat ini, maka kekuatan daya kemauan yang kuat untuk pemberdayaan nilai-nilai kebangsaan menjadi satu kebutuhan yang mendesak dalam meretas kesenjangan dalam pola pikir sebagai suatu kehidupan baru dari orde baru ke orde reformasi dalam melaksanakan perubahan yang berencana.
Yang pertama perlu kita pikirkan untuk menyamakan persepsi, apa yang kita maksudkan disini dengan ungkapan kata PEMBERDAYAAN, NILAI-NILAI, BERBANGSA, BERNEGARA. Sebagai suatu pendekatan untuk merumuskan apa yang kita maksudkan dengan kata-kata tersebut dengan menguraikan unsur kata menjadi kata bermakna yaitu :
Kata Pemberdayaan dari asal kata DAYA yang terdiri dari unsur huruf (D)enyut, (A)kal, (Y)akin, (A)mal perbuatan.

Jadi yang kita maksudkan dengan PEMBERDAYAAN adalah kekuatan untuk melakukan sesuatu dengan dorongan DENYUT jiwa dari AKAL untuk menuntun keYAKINan untuk mendapatkan yang terbaik dari diri kita sendiri dan orang lain.
Kata NILAI yang terdiri dari unsur huruf (N)aluri, (I)dentitas, (L)ugas, (A)kal, (Intusi). Jadi yang kita maksudkan dengan NILAI adalah pemahaman atau pengertian seseorang yang digerakkan oleh kekuatan NALURI untuk menunjukkan IDENTITAS secara terbuka dan LUGAS yang dipancarkan oleh kekuatan AKAL dan kekuatan hati kedalam wujud INTUISI.
Kata BERBANGSA yang terdiri dari unsur huruf (B)erbudi, (A)qlak, (N)urani, (G)erakan, (S)osial, (A)dil. Jadi yang kita maksudkan dengan BERBANGSA adalah manusia yang BERJIWA dengan landasan ETIKA, keRUKUNAN, BERBUDI, berAQLAK mulia dalam menjalankan hati NURANI Esebagai suatu GERAKAN dalam mewujudkan tujuan SOSIAL dan keADILAN.
Kata BERNEGARA yang terdiri dari unsure huruf (B)ersatu, (E)mosional, (R)asional, (N)asionalime, (E)klekti, (A)ntar, (R)as, (A)gama. Jadi yang kita maksudkan dengan BERNEGARA adalah keinginan yang berlandaskan niat untuk BERSATU secara EMOSIONAL dan RASIONAL dalam membangun NASIONALISME secara EKLEKTIS kedalam ikap dan perilaku ANTAR yang berbeda RAS dan AGAMA.
Bila seluruh ungkapan kata diatas kita satukan sebagai suatu konsep pemikiran, maka yang kita maksudakan dengan PEMBERDAYAAN NILAI-NILAI BERBANGSA DAN BERNEGARA adalah satu kekuatan dari daya kemauan untuk mendapatkan yang terbaik dari kita sendiri dan dari orang lain (PEMBERDAYAAN) dalam memberikan arah pada sikap, keyakinan dan perilaku dalam pengetian yang dihayati dalam pikiran untuk terbentuk dan berkembang serta pengaruhnya (NILAI-NILAI) kedalam kehidupan BERBANGSA dan BERNEGARA
Dengan demikian memulai hidup baru, maka hanya orang-orang yang bertaubatlah yang akan mampu mengambil manfaat dari keadaan sekitarnya sambil menjaga cirrihas dirinya dalam usaha meningkatkan daya kemauan yang selalu siap untuk berubah artinya bilamana manusia dapat memulai hidup barunya dengan taubat yang ikhla, niat yang lurus penuh suka cita dan ketundukan pada Allah Swt ia dapat berbuat banyak kebaikan dan prestai yang sebelum tidak disadarinya.
Jadi dengan meningkatkkan kekuatan pikiraan ketaatan dalam hubungan dengan Allah dan berpikir positip dalam hubungan dengan manusia, maka terbuka mata hati yang selalu disinari oleh kekuatan jiwa yang bersih, menjadi satu kekuatan untuk mewujudkan kebersamaan pandangan bukan mendekatkan kepada perbedaan pikiran.

Oleh karena itu, masa yang kita miliki adalah hari ini sehingga renungkan kembali bahwa kehidupan pada bata-batas hari ini bukanlah berarti sama sekali tidak memikirkan masa yang akan datang atau tidak mempersiapkan diri untuk masa depan. Karena menaruh perhatian dan memikirkan hari esok adalah pertanda jiwa yang sehat dengan unsur kesadaran, kecerdasan dan akal menjadi satu kekuatan menggunakan hari ini dan ketakutan yang samar-samar yang adakalanya berguna untuk hari mendatang.
Dengan memperhatikan pokok pikiran diatas, mendorong daya kemauan yang kuat untuk membangun kebiasaan yang mampu menopang keinginan dalam kebersamaan mewujudkan pemberdayaan nilai-nilai kebangsaan yang mulai pudar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan pendekatan yang terarah dalam melaksanakan perubahan berencana sebagai pola pikir bahwa hidup kita dibentuk oleh pikiran kita sendiri, sehingga tidak ada gunanya menangisi yang telah berlalu.
Jadi menyatukan sudut pandang dalam bersikap dan berperilaku, sebagai pola pikir dalam usaha jadilah diri sendiri sebagai satu kekuatan untuk menggerakkan pikiran kedalam daya kemauan yang seimbang dalam menyatukan pikiran menjadi satu kepentingan bersama yaitu membangun pola pikir yang dapat menyatukan kepentingan bersama.

Sejalan dengan apa yang kita pikirkan diatas, maka dipandang perlu merumuskan satu pendekatan yang dapat diterima semua pihak dengan merumuskan keputusan strategic sebagai satu mendekatan

MERUMUSKAN KEPUTUSAN STRATEGIK
DALAM KEBERSAMAAN
Dalam usaha untuk mewujudkan kebersamaan pola pikir yang terkait dengan daya kamauan yang kuat menjadi keinginan bersama, maka dipandang perlu untuk merumuskan pola pikir yang dapat menuntun sikap dan perilaku dalam menghadapi tantangan “Bagaimana manusia Indonesia bisa menyeberangi kesenjangan dalam pola pikir “?
PERUBAHAN
CARA LAMA KESENJANGAN CARA BARU
Berbasis kepentingan Berbasiskan kepentingan
Individu / kelompok Ummat / umum
Dengan msyr. Informasi Dengan msyr.pengetahuan
MENYBERANGI KESENJANGAN DENGAN :
• Mengembangkan kepercayaan dan keyakinan
• Merancang system baru
• Mengelola demokrasi, politik dan kekuaaan
• Membangun keseimbangan kepentingan
Keputusan strategic dengan merumuskan berdasarkan pikiran intuisi untuk membangun kesiapan melakukan perubahan yang berencana, maka diperlukan GBPNBB (garis besar pemberdayaan nilai-nilai berbangsa bernegara) sebagai rencana perubahan yang berkesinambungan, dengan maksud dan tujuan untuk menyatukan sudut pandang sehingga menjadi satu kekuatan dalam :
• Menyatukan kebersamaan dalam pola pikir
• Menjadi penuntun dalam bersikap dan berperilaku
• Menjadi pedoman dalam bertindak dalam keseimbangan kepentingan
• Pedoman untuk melaksanakan perubahan yang berencana
VISI DALAM GBPNBB :
Sebagai suatu pernyataan yang menggambarkan CITRA untuk membangun pemberdayaan sumber daya manusia dengan nilai-nilai kebangsaan dengan landasan BUDAYA keberamaan dalam bersikap untuk bertindak ke ARAH kesiapan memasuki perubahan berencana dengan TUJUAN menyeberangi kesenjangan dari pola pikir lama ke pola pikir baru.
Dengan rumusan pernyataan tersebut diharapkan menjadi wahana melihat masa depan dalam bersikap sebagai jembatan ukuran mengevaluasi diri dengan penjelasan sebagai berikut :
CITRA, sebagai ukuran seberapa jauh kemampuan kompetensi dari pemain peran dalam melaksanaan permberdayaan suatu model perubahan pola pikir
BUDAYA, sebagai ukuran seberapa jauh adanya kebersamaan dalam bersikap menghadapi beragam budaya menjadi tantangan kedepan menjadi suatu kekuatan dalam pemberdayaan diri.
ARAH, sebagai ukuran seberapa jauh persiapan untuk memperdayakan orang lain dalam kesiapan berubah
TUJUAN, sebagai ukuran seberapa jauh mempertahankan pengendalian dalam mengatasi rintangan dalam menyeberangi kesenjangan pola pikir.

MISI DALAM GB PNBB :
Bertitik tolak dari Misi Dalam GBPNBB diatas, maka untuk menjabarkan sebagai jembatan, maka pernyataan MISI DALAM GBPNK sebagai berikut :
MEMPERHATIKAN untuk mengupayakan dukungan orang lain dengan keterbatasan dalam pemberdayaan diri sehingga kebutuhan atas usaha-usaha dalam MEMBIMBING menjadi satu kebutuhan untuk menggerakkan dalam usaha menumbuhkan daya kemauan melalui dialog batin yang positip kedalam ANALISIS STRATEGIK untuk menentukan posisi dalam
daur hidup berbangsa dan bernegara menjadi satu kekuatan yang bersifat EKSPRESIF untuk menggambarkan satu kekuatan wawasan ke masa depan.
Dengan pernyataan MISI DALAM GBPNK diatas, menjadikan satu daya kemauan yang kuat sebagai sarana dari bersikap (Visi) menjadi kebiasaan berperilaku (Misi) untuk menumbuhkan keinginan dalam melaksanakan PEMBERDAYAAN NILAI NILAI KEBANGSAAN dengan penjelasan lebih lanjut dari unsur-unsur sebagai berikut :
MEMPERHATIKAN, sebagai ukuran untuk mendalami seberapa jauh perilaku dapat mempenguhi dalam usaha-usaha mencari dukungan dari orang lain
MEMBIMBING, sebagai ukuran untuk mendalami seberapa jauh perilaku mampu mempengaruhi usaha-usaha pemberdayaan diri dalam memeriksa keterbatasan diri

ANALISIS STRATEGIK, sebagai ukuran untuk mendalami seberapa jauh pemberdayaan mampu menyemberangi rintangan dengan mendalami kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam kesiapan mengembangkan budaya dan menciptakan iklim pemberdayaan.
EKSPRESIF, sebagai ukuran untuk mendalami seberapa jauh kemampuan kesiapan untuk mendorong meningkatkan pertumbuhan wawasan dalam memimpin pemberdayaan.
TUJUAN-TUJUAN DALAM GBPNBB :
Jabaran tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam kurun waktu yang ditetapkan bersama kedalam perencanaan yang berkesinambungan, maka jabaran tujuan-tujuan yang digambarkan secara kualitatip sbb.:
1. Pemberdayaan diri
2. Pemberdayaan orang lain
3. Pemberdayaan langkah-langkah tindakan
4. Pemberdayaan pengendalian
5. Pemberdayaan kemampuan dalam mengatasi rintangan
6. Pembrdayaan sebagai dasar merumuskan Budaya Berbangsa dan Bernegara Indonesia (B3I)
SASARAN-SARAN DALAM GBPNBB :
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan diatas secara kualitatip perlu dijabarkan untuk mencapainya maka perlu lebih lanjut dijabarkan secara kwantitatip.

Untuk tiap tujuan diatas dijabarkan lebih lanjut kedalam sasaran-sasaran secara kuantitatip agar lebih jelas arah yang hendak dicapai dalam kurun waktu yang jelas.
BUDAYA DALAM GBPNBB :
Untuk melaksanakan rumusan yang diungkapkan diatas memberikan gambaran perencanaan yang bersifat abstrak sehingga dalam usaha-usaha mewujudkannya diperlukan langkah tindakan yang bersifat konkrit yang dilakukan oleh manusia dalam kebersamaan bertindak oleh setiap pemain peran.
Oleh karena itu, diperlukan pemain peran utama untuk mengelola semua tindakan dalam MENCAPAI, MENGHUBUNGKAN, MENGINTERGRASIKAN kedalam wujud sikap dan perilaku kedalam proses menjelaskan, mengkomunikasikan dan menyesuaikan kebiasaan sehari-hari dengan keputusan strategic
Dengan demikian perlu suatu pedoman dalam bersikap dan berperilaku dalam mewujudkan keputusan strategik dengan prinsip yang dapat dilaksanakan dan diterima oleh semua pihak yang menyangkut prinsip-prinsip apa yang disebut dengan :
• Prinsip sosialisasi
• Prinsip tingkat kesiapan
• Prinsip intergrasi
• Prinsip objectivitas
• Prinsip lingkungan yang kondusif
• Prinsip intervensi
• Prinsip pembinaan berkesinambungan
• Prinsip tugas masa depan
• Prinsip pembinaan diri sendiri
STRATEGI DALAM GBPNBB :
Untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang ditetapkan diperlukan suatu strategi sebagai landasan untuk membuat keputusan-keputusan untuk menuntun dan memberi arah kedalam pola bertindak sebagai berikut :
1. Menetapkan system komunikasi yang efisien dan menyeluruh.
2. Membangun tim yang benar-benar mampu bekerja.
3. untuk menemukan masalah, menganalia masalah, menelurkan gagasan, merencanakan da memantau implementasi.
4. Menetapkan teknik yang terstruktur berupa analisa SWOT, 5W dan 1H, Curah pendapat

KEBIJAKAN DAN PROGRAM DALAM GBPNBB :
Untuk melaksanakan strategi tersebut diatas, maka perlu dirumuskan KEBIJAKAN yang diperinci dari titik 1 s/d 4

VII. PEMBERDAYAAN DIRI

1. PENDAHULUAN
Kita tidak dapat membayangkan, apakah yang terpikirkan bagi orang yang tidak ingin megaktifkan potensi yang yang ada pada dirinya ? Atau mungkin juga yang bersangkutan tidak tahu apa poteni yang ada pada dirinya ? Disinilah letak persoalan perlunya dorongan bagi setiap orang untuk memikirkan betapa pentingnya kebutuhan akan pemberdayaan diri yang sejalan dengan pikiran siapakah yang tidak mau menjadi orang yang berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pikiran bahwa “setiap orang memiliki bakat dan kemampuannya, tetapi tidak jarang kurang dan atau tidak tahu mengembangkannya” Oleh karena itu diperlukan dorongan untuk menumbuh kembangkan daya kemauan menjadi suatu keinginan dalam mengembangkan dan membina segala yang baik yang ada pada diri kita dan menghilangkan yang tidak baik.
Dengan demikian kita menyadari bahwa kemampuan meningkatkan kedewasaan berpikir rohaniah, sosial, emosional dan intelektual menjadi sumber daya yang terpendam dalam diri yang perlu kita sadari dan aktifkan, sehingga kita menyadari sepanjang perjalanan hidup kita dimana proses pemberdayaan diri tidak akan pernah selesai.
Jadi renungkan bahwa apa yang kita lakukan hari ini adalah hasil pikiran anda sendiri sehingga timbul pikiran bahwa sampai hari kita meninggalkan dunia ini, kita masih dapat menumbuh kembangkan apa yang kita mimpikan saat ini, tidak lain adanya keinginan dengan dukungan niat, sabar dan ikhlas untuk dapat menjalankannya.
Kita sadar sebagai anak, kita banyak belajar dalam hal berupa melangkah, berbicara, membaca, berhitung dan berdoa, sehingga semakin dewasa semakin banyak segi kepribadian kita temukan. Kita menumbuhkembangkan denan berlatih dan belajar. Wujud perubahan yang kita inginkan, dimana kita berubah terus menjadi sempurna atau buruk. Jadi yang kita pikirkan adalah tindakan-tindakan yang mengarahkan kita kepada yang baik dalam arti kejujuran, tanggung jawab, kasih saying dan sebagainya, dengan demikian hidup kita lebih berarti, lebih memuaskan, lebih tenang karena mendapat pegangan.
Apa-apa yang telah kita utarakan diatas, dimana kita menyadari dimana sebenarnya bila daya kemauan ada maka kita berdaya untuk meningkatkan jati diri menjadi kepribadian kita masing-masing. Untuk itu kita perlu menyadari kemampuan-kemampuan kita dan mengetahui metoda, sistem, prosedur untuk mengaktifkan dan membinanya kedalam merencanakan perubahan secara berkesinambungan.
2.MEMPELAJARI HAL-HAL YANG TERKAIT DENGAN
KETERBATASAN
Langkah awal adalah mengungkit daya ingat melalui daya kemauan yang kuat dan menjadi pendorong yang dimulai dari kemauan untuk memperoleh gambaran yang tepat dan benar tentang diri kita. Kita adalah makhluk ciptaan Tuhan, oleh karena itu sebaiknya kita menanyakan pada sang pencipta mengenai gambaran diri kita karena Ia menciptakan kita masing-masing secara unik artinya dengan bakat, kemampuan, tenaga dal ideal-ideal tersendiri.
Dengan menemukan gambaran Tuhan tentang kita , kita temukan ideal kita , makna hidup kita , tujuan seluruh keberadaan kita di dunia ini.
Sejauh kita berusaha dan berhasil membuat kemampuan-kemampuan kita menjadi nyata, sejauh itu pula menjadi bahagia. Manusia adalah makhluk sosial, kesempurnaannya tak pernah lepas dari kesempurnaan sesama manusia.
Dengan memperhatikan ungkapan diatas, maka kita berusaha untuk mencari tahu hal-hal yang terkait dengan keterbatan sehingga untuk mendorong konsep pemberdayaan diri melalui kemampuan kita untuk memikirkan penilaian atas hambatan-hambatan pribadi sehingga menutup pintu mata hati karena ketidak mampuan kita menggerakkan kekuatan jiwa yang memberi sinar kedalam hati.
Sejalan dengan apa yang kita pikirkan diatas, maka untuk menggerak jiwa dengan unsure kesadaran, kecerdasan dan akal menjadi satu kekuatan dalam proses mengungkit daya ingat kita, sehingga keinginan berpikir dari yang tidak tahu menjadi tahu dalam usaha mengaktualisasikan diri kedalam kemauan untuk berpikir, bekerja dan belajar.
Belajar dari pengalaman orang lain, maka keterbatasan dalam usaha-usaha pemberdayaan diri adalah hal-hal yang terkait dengan :
1. Kebanyakan dari manusia adalah ketidakmampuan mengatur diri
2. Ketidak jelasan nilai-nilai pribadi.
3. Tidak berani mengungkapkan tujuan pribadi yang tidak jelas
4. Pribadi yang tidak berkembang
5. Kemampuan yang tidak memadai untuk memecahkan masalah
6. Kreativitas yang rendah dan tidak sama sekali
7. Tidak mampu menempatkan peran dan fungsi wibawa
8. Tidak memiliki kemampuan dalam pengelolaan
9. Kemampuan membimbing yang rendah
10. Kemampuan latih yang rendah
11. Kurang mampu membina tim.
Dengan mendalami penilaian atas hambatan-hambatan pribadi diatas memberikan gambaran keterbatasan kita yang harus kita tingkatkan. Yang menjadi masalah apakah ada daya kemauan untuk menyelesaikan keterbatasan tersebut. Bila ada keinginan maka disitu ada jalan.

3.MENINGKATKAN KEMAMPUAN DARI
KETERBATASAN
Bila anda telah memahami dari kesebelas hambatan yang diutarakan diatas dan berusaha untuk mempertimbangkan relevansi bagi anda sebagai pribadi, maka anda akan berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang sejalan dengan keingintahuan sejauh mana hambatan sebagai keterbatasan untuk menggali potensi diri anda.
Anda bayangkan jika seseorang berumur masih muda yang bekerja sebagai pegawai percobaan dapat berhasil memperluas batas-batas di seputar lingkup tindakannya, maka itu berarti anda mampu menjalankan peran anda.

Yang diperlukan disini sedikit pemikiran yang mampu mendorong anda untuk berani membuat rencana perubahan itu sendiri. Dalam hal ini suatu teknik sederhana yang dapat membantu kita menemukan perubahan-perubahan apa saja yang perlu kita buat.
Sejalan dengan keinginan untuk meningkatkan kemampuan dari keterbatasan, maka menuangkan pikiran itu kedalam suatu catatan yang menggambarkan disatu sisi menggambarkan “Saya ingin dapat” dan disisi lain menggambarkan catatan “Bukti” (dibuat dalam bentuk satu table yang berisikan mengidentifikasi batas-batas kita):
Setelah kita menuangkan buah pikiran kita dalam tabel tersebut, maka yang mejadi masalah apakah kita mampu mengungkapkan bukti eperti apa yang kita inginkan. Jadi apa yang menghambat dan membatasi kita adalah diri kita sendiri bukan orang lain.
Dengan demikian kita dapat membuat keputusan untuk mengambil tindakan yang kita inginkan atau membuat perubahan yang kita kehendaki.
Yang menjadi persoalan kita seberapa jauh kita mampu kita bicararakan, kuncinya adalah keingintahuan berdasarkan ilmu (informasi) dan Pengetahuan (pengalaman).

4. MENINGKATKAN DIALOG BATIN DALAM
MENEMUKAN DIRI
Pada dasarnya kita dapat mempergunakan otak dan hati dalam proses berpikir artinya kita dapat menggerakkan kekuatan berpikir secara sistimatis dengan mmanfatkan otak dan hati, sebaliknya kita juga dapat memanfaatkan kekuatan berpikir tidak sistimatis dengan memanfaatkan hati artinya berpikir yang disebut intuitif.
Jadi tekanan disini adalah berpikir dengan hati, maka seberapa jauh kita dapat meningkatkan dialog batin artinya proses pemberdayaan itu banyak bergantung dialog internal atau batin kita yaitu dengan apa yang disebut semacam pesan yang kita kirim pada diri kita sendiri.
Dapatkah anda membayangkan kembali dengan berpikir intuitif misalkan ia berbicara dengan diri sendiri bahwa ia percaya diri sebaliknya bagi oang yang tidak percaya diri mempunyai dialog batin yang memberi tahu bahwa mereka bodoh, sehingga kita dapat membayangkan dari dialog batin tersebut bahwa dalam lingkungan pergaulan orang lain akan lebih menarik, lebih lucu dan lebih tahu daripada diri mereka.
Cobalah anda renungkan kembali atas sebagai ilustrasi dari salah satu hambatan dalam rangka pembelajaran untuk melaksanakan dialog batin mislanya “ketidak mampuan mengatur diri” dimana anda mengungkap dialog dari satu sisi mengatakan “percaya diri” dan “tidak percaya diri.
Yang perlu kedua dialog batin itu tidak selalu pasti berdasarkan kebenaran objektif. Kita tahu ada orang-orang yang kurang percaya diri ternyata sungguh cerdas, menarik dan hangat. Kita tahu juga ada orang-orang yang kepercayaan dirinya justru tidak berdasar.
Dengan demikian bagaimanapun juga orang yang dialog batinnya positip , entah realisti atau tidak bertindak lebih baik dan mungkin mencapai hasil lebih banyak daripada mereka yang dialog batinnya secara tidak wajar membatasi mereka yang menyebabkan mereka selalu ragu-ragu akan dirinya sendiri. Jadi dengan menumbuh kembangkan dialog batin menjadi satu kekuatan baru bagi anda dalam usaha menemukan dinamika belajar, dinamika ingatan, dinamika berpikir kritis dan kreatif.

5.MENDALAMI MAKNA DIALOG BATIN POSITIP
VS NEGATIP
Bertitik tolak dari pemikiran dinamika mental (belajar, ingatan, kritis dan kreatif), mendorong anda untuk menumbuh kembangkan pikiran dengan menghayati kedalam kekuatan kebiasaan yang efektif sebagai usaha mendalami makna dialog batin dari kebiasaan yang negatip menjadi postip.
Apa yang terpikirkan dalam kekuatan pikiran anda menjadi satu kebiasaan baru dalam usaha membangun dialog batin yang positip. Dengan begitu apakah dialog batin kita menghalangi pemberdayaan diri kita ? Dapatkah anda membayangkan kembali bahwa berapa kali kita takut untuk memperluas batas-batas atau mengambil inisiatip hanya karena dialog batin kita yang negatip.
Jika kita tidak menemukan bukti kuat bahwa kita benar-benar tidak dapat melakukan apa yang ingin kita lakukan, sangat mungkin bahwa penghambat kemajuan kita adalah dialog batin kita sendiri yang negatip.
Oleh karena itu, lalu bagaimana kita dapat mengubah dialog batin yang negatip menjadi positip ? Dalam hal ini kita dapat membuat suatu table yang berisikan dengan kekuatan pikiran dari kebiasaan dalam memanfaatkan apa yang disebut dengan PENGETAHUAN (apa yang harus dilakukan, mengapa), KETERAMPILAN (bagaimana mlakukan), KEINGINAN (mau melakukan).
Tabel tersebut akan berisikan kolom yang dikelompokkan menjadi : TINDAKAN ; KETAKUTAN ; KEMUNGKINAN ; PENCEGAHAN ; PENANGANAN. Kita sebut formulir 1.
Pada kolom pertama, uraikan secara singkat yang inin kita lakukan. Pada kolom kedua, tuliskan egala hal yang kita takutkan akan terjadi jika kita melakukan yang kita rencanakan. Kolom tiga, masukkan penilaian subjektif tentang kemungkinan terjadinya setiap ketakutan dalam nilai kuantitatip. Kolom empat,untuk merencanakan tindakanpreventf untuk mencegah ketakutan yang paling buruk. Kolom lima, untuk merencanakan tindakan kita.
Sejalan dengan lembaran diatas, maka siapkan formulir 2, dengan memperhatikan hasil yang positip. Apakah manfaat-manfaat masih berharga ? bila ya kita telah merencanakan untuk menghindari masalah, sekurang-kurangnya kita akan berusaha, dengan menghayati apa yang kita katakana, selanjutnya kita tuangkan dalam formulir 2, yang menggambarkan “yang akan kita lakukan esok hari. Dengan menyebutkan prioritas, segera mengambil langkah pertama dengan pemberdayaan diri.

6.MENUMBUH KEMBANGKAN DUKUNGAN
Jika kita yakin bahwa apa yang kita lakkan memang baik dan sejalan tujuan yang hendak kita capai, maka bila ada orang yang menentang sehingga perlu mengambil langkah pendekatan untuk menumbuh kembangkan dukungan.
Sejalan dengan apa yang kita pikirkan diatas, maka perlu kita mengidentifikasi batas-batas yang disebut oleh pikiran kita sebagai “penjaga pintu” artinya orang-orang mempunyai kekuasaan menolong atau menghalangi kita.
Untuk mengidentifikasi batas-batas penjaga pintu, pergunakan formulir 3, yang terdiri kolom “saya ingin dapat” ; “Bukti” ; “Penjaga pintu”. Tulislah apa yang hendak kita ungkapkan dalam kolom tersebut sehingga kita dapat meneruskan apa yang telah kita pikirkan dengan baik-baik kepada “Penjaga pintu” dengan memnfaatkan formulir 4, yang terdiri kolom “Penjaga Pintu” ; “Kendali” ; “Manfaat”.
Setelah kita pikirkan, maka kita tuliskan kedalam kolom apa yang kita pikirkan, sehingga terserah kita sekarang untuk mulai melaksanakan rencana-rencana kita di bidang-bidang yang semula kita anggap ada di luar lingkup apa yang kita pikirkan, oleh karena itu perhatikan lagi batas-batas yang mengelilingi dan membatasi kita. Apakah menjadi berbeda ? Bagaimana perasaan kita tentangnya ?
Dengan mengisi formulir 4 tersebut, kita merasakan tantangan yang dapat mendorong pikiran ketika menyadari bahwa pada kenyataannya kebebasan mereka untuk mendatangkan dampak nyata yang jauh lebih luas daripada yang mereka kira sebelumnya.

7.PENUTUP
Dengan memperhatikan hal-hal yang kita utarakan diatas, maka timbul pertanyaan untuk melakukan perubahan, maukah anda menemukan sumber keyakinan dalam diri anda yang bisa menggerakan dinamika mental sebagai sarana untuk memberikan ketegaran untuk berbuat apa saja dan menjadi apa pun yang anda inginkan.
Sejalan dengan daya kemauan yang kuat, untuk menumbuh kembangkan “PEMBERDAYAAN DIRI”, maka dibutuhkan KOMITMEN yang datang dari dalam diri sendiri, dengan meningkatkan KEBIASAAN YANG EFEKTIF sebagai titik pertemuan apa yang disebut “ILMU” (apa yang harus dilakukan dan mengapa) dari penguasaan informasi, “PENGETAHUAN” sebagai keterampilan yang dikembangkan dari pengalaman (bagaimana melakukan), “KEINGINAN” (mau melakukan).
Jadi dengan memanfaatkan titik pertemuan memberi daya dorong dalam kesiapan menerima perubahan melalui “PEMBERDAYAAN DIRI” sebagai kebutuhan dalam perjalanan hidup di dunia dan akherat. Siapakah yang tidak ingin menjadi orang yang mengaktifkan bakat yang tersembunyi ? dan Siapakah yang tidak mau menjadi orang yang berhasil dan karenanya puas dan bahagia ?
Dengan demikian kita dapat menyadari sepenuhnya bahwa kekuatan dinamika mental kita menjadi “DINAMIKA BELAJAR”, “DINAMIKA INGATAN”, “DINAMIKA BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF” menjadi satu kekuatan untuk kita bisa menerima perubahan dalam rangka “mengaktualisasikan diri” dalam usaha “memahami diri” dalam usaha “mengerti cara diri berfungsi” untuk mempertahankan “daya hidup” agar kita mampu apa yang kita kerjakan hari ini adalah hasil pikiran kita sendiri.
Oleh karena itu, ingatlah selalu bahwa apa yang disebut akan kebutuhan PEMBERDAYAAN DIRI untuk mengetahui, mewujudkan dan mengembangkan kehendak dengan mengungkit potensi yang tersembunyi dalam diri kita dengan selalu bertolak dari merencanakan, mengorganisir, aktualisasi dan control apa-apa yang hendak kita lakukan dalam memperbaharui diri dalam arti percaya akan diri sendiri dan bersyukur.

VIII. PEMBERDAYAAN ORANG LAIN

1.PENDAHULUAN
Daya tarik yang memikat orang lain, kita membayangkan dalam pikiran bahwa sesungguhnya hati orang yang bodoh itu dimulutnya dan lidah orang yang berakal itu hatinya. Berbicara janganlah mulut tetapi hati, mendengar janganlah telinga tetapi pikiran. Benerkanlah pembicaraan anda bagi mereka, maka dipercayainya nasehat anda. Hilangkanlah sifat pandai menyalahkan, tetapi pakailah sifat pandai membetulkan.
Dengan pikiran diatas, seberapa jauh kita mampu mendorong perasaan kita untuk mengubah keadaan, maka terbuka mata hati bahwa kita mengetahui bahwa melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat orang lain bukan saja sebua sifat kita melainkan sebuah tanggung jawab.
Jadi sikap dan perilaku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu telah ternyata bahwa faktor lingkungan juga memegang peranan yang penting. Peranan lingkungan tersebut sedemikian rupa besarnya sehingga pengaruh-pengaruh pendekatan secara formal ada kalanya sangat terhambat karena tidak didukung oleh lingkungan yang serasi.
Atau dapat terjadi sebaliknya pengarh pendekatan formal menjadi sangat berhasil karena didukung oleh kesuburan lingkungan yang memiliki sifat-sifat kondusif yakni bersifat positif dan merangsang.
Oleh karena itu, lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu, dalam hal ini lingkungan social terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagi pendidik atau Pembina, sehingga dapat member dan mendidik sejauh mereka sendiri merupakan perwujudan dari nilai-nilai hidup yang diperjuangkan.
Akhirnya perlu juga diperhatikan bahwa satu lingkungan yang lebih banyak bersifat mengajak, mengundang atau memberi kesempatan akan lebih efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan larangan-larangan peraturan-peraturan yang serba membatasi.
Dengan pemikiran itu kiranya memberdayakan orang lain pada hakikatnya merupakan perubahan budaya dalam arti dapat diterima oleh semua pihak-pihak yang memiliki kepentingan atasnya sehingga tidak mungkin ada persahabatan tanpa kepercayaan dan tidak ada kepercayaan tanpa intrgritas.
Marilah kita renungkan bersama bahwa kemenangan publiK kita harus ingat bahwa kesaingketergantungan yang efektif hanya dapat dibangun diatas dasar kpercayaan yang tulus.
Jadi pemberdayaan orang lain merupakan kebutuhan bersama dalam perjalanan hidup yang abadi artinya menentukan di mana posisi kita selama ini dan di mana posisi kita sekarang ini di dalam hubungan dengan ke mana kita pergi, maka diitulah terletak keinginan untuk memberdayakan orang lain.
Ingatlah bahwa pengertian BUDAYA dalam perberdayaan orang lain, dimaksudkan seberpa jauh kita dapat menanamkan suatu pemikiran yang terkait dengan pemahaman kita mengenai BUDAYA adalah kemampuan seeorang dalam BERPIKIR untuk dapat menggerakkan USAHA-USAHA dalam memanfaatkan kesadaran, kecerdasan dan akal untuk menciptakan DAYA CIPTA dalam menjalankan AMANAH yeng berlandaskan ke YAKINAN dengan AGAMA yang dianutnya
2.BUDAYA KEKUASAAN
Dengan memperhatikan rumusan budaya dengan pendekatan dari unsur kata menjadi suatu sununan kalimat yang bermakna, yang diungkapkan diatas membrikan petunjuk kepada kita bahwa
“seorang pemimpin mnggunakan kekuasaannya secara bijaksana” menunjukkan tidaklah begitu mudah mempergunakan kekuasaan tanpa ketukan hati kita artinya buat mencapai peri kemanusiaan ialah hati yang terdidik dan pikiran yang terpelajar dengan ini timbul pasangan yang halus dan hidup yang berpikir karena hati telah disinar Nur Ilahi dan kepala berisi pengetahuan.
Sejalan dengan pikiran diatas, maka timbul pertanyaan “seberapa bijaksananya anda dalam memanfaatkan kekuasaan untuk mengubah keadaan ? “ Jawabnya, cobalah anda pikirkan bila anda seorang pemimpin dalam organisasi formal dan memegang kekuasaan final. Seandainya anda mendelegasikan kekuasaan anda kepada pimpinan yang berada dibawah anda dan ia menggunakan secara salah dengan cara yang semenamena. Karyawan yang lain hilang motivasinya dan mulai melawan. Bagaimana anda menggunakan kekuasaan anda untuk memecahkan masalah ini.
Untuk mengubah keadaan, anda terpaksa menggunakan kekuasaan dalam berbagai situasi ini. Emakin anda mengenal kekuasaan ini semakin ffektif anda akan memanfaatkan sifat kepemimpinan yang sulit ditangkap ini yang dsebut kekuasaan.
Oleh karena itu, cobalah anda renungkan makna KEKUASAAN dengan pendekatan dari unsur kata menjadi kalimat yang bermakna yaitu KEKUASAAN adalah suatu paham yang dapat menggugah jiwa manusia dalam usaha KELOLA sebagai EKSPERT untuk melakukan KOLABORASI dalam rangka pemberdayaan peran UMMAT untuk menjalankan AMANAH dengan sikap dan perilaku tidak SOMBONG dan ANGKUH serta AZAB yang datang bila keinginan tidak berdasarkan NIAT untuk melaksanakan tanggung jawab dan wewenang berdasarkan standar yang terbaik, pelatihan dan pengembangan pengetahuan daninformasi, umpan balik, pengakuan, kepercayaan, kegagalan, harapan sebagai suatu ukuran keberhasilan.
Dengan memperhatikan rumusan diatas, maka BUDAYA KEKUASAAN mengungkapkan kepada kita hal-hal yang terkait KEBIJAKSANAAN dan KEKUASAAN, oleh karena itu renungkan ungkapan seperti “Sebagai kaidah, apapun yang cair, lunak dan mudah mengalir akan menguasai apa saja yang kokoh dan keras
Jadi jika anda akan menjadi pemimpin , anda harus kuat namun lembut, cukup kuat untuk menangani masalah berat dan cukup lunak untuk menjaga agar solusinya tetap manusiawi, sehingga menggunakan kekuasaan secara bijaksana anda dapat meraih banyak hal dan tanpa itu kebalikannya yang anda peroleh, sehingga pikirkan dengan baik-baik dampak penyalahgunaan kekuasaan.
Dengan begitu gerakkan dahsyatnya berperasaan positif, dalam usaha anda mampu untuk menhindari ciri gila kuasa yang menghancurkan apa yang disebut dengan KESOMBONGAN, KEANGKUHAN, TIDAK SETIA, MELAMPAUI BATAS dan BERASUMSI SUPERIORITAS.

3.BUDAYA PERAN
Sejalan dengan apa yang telah kita uraikan pada BUDAYA KEKUASAAN, maka kebutuhan budaya peran menjadi landasan suatu organisasi yang fleksibel dan mudah di kontrol.
PERAN adalah sekumpulan kewajiban yang dihasilkan oleh beberapa orang yang berarti dan orang yang memegang suatu jabatan.

JABATAN atau KEDUDUKAN adalah merupakan suatu titik dalam suatu struktur organisasi yang menentuakan kekuasaan orang yang memegangnya.
Oleh karena itu, budaya peran menjadi satu kekuatan yang dapat menuntun pemain peran dalam bersikap dan berperilaku, kedalam dua system peran yang mencakup, yang pertama kita sebut dengan RUANG PERAN artinya dirinya sendiri sebagai pemain peran, yang kedua disebut dengan KUMPULAN PERAN. Jadi ruangan peran sebagai hubungan dinamis antara diri sendiri dan berbagai yang dilakukan oleh seseorang itu, serta di antara peran-peran itu masing-masing.
Dengan mendalami makna system peran, maka dengan kejelasan dalam BUDAYA PERAN, maka tergambarkan berbagai dimensi dayaguna peran, yang pertama disebut “Pembuatan Peran” dalam arti “Pengambil Peran” dapat menjadi sikap aktif dan sikap pasif ; yang kedua disebut “Pemusatan Peran” dalam arti “Pemasukan Peran” ; yang ketiga disebut “Penghubungan Peran” dalam arti memperluas dan atau penyempitan.
Dalam “PEMBUATAN PERAN” yang sejalan dengan tuntunan budaya peran, maka peran menjadi apa yang disebut dengan :
1.Perpaduan diri terhadap peran dimana tiap orang mempunyai kekuatannya sendiri terhadap pengelamannya, pendidikan teknisnya, keterampilan khusus ;

2.Proaktivitas dimana pemain peran memegang suatu peranan memberikan tanggapan kepada berbagai harapan.

3.Kreativitas dimana pemain peran sebagai individu maupun kelompok ;

4.Konfrontasi dimana pemain peran mencari penyelesaian dayaguna.
Dalam “PEMUSATAN PERAN” yang sejalan dengan tuntunan budaya peran, maka peran menjadi apa yang disebut dengan :
5.Sentralitas artinya menjadi dayaguna perannya mungkin tinggi.

6.Pengaruh menjadi daya guna yang kuat dan atau lemah

7.Pertumbuhan pribadi menjadi peluang untuk tumbuh dan berkembang

Dalam “PENGHUBUNGAN PERAN” yang sejalan dengan tuntunan budaya peran, maka peran menjadi apa yang disebut dengan :
8.Hubungan antar peran
9.Hubungan membantu
10.Super-ordinasi, suatu peran bisa mempunyai hubungan-hubungan dengan berbagai system, kelompok dan entitas di luar organisasi.
Bertitik tolak dari konsep untuk mendorong daya kemauan yang kuat dalam satu keinginan dalam melaksanakan PEMBERDAYAAN ORANG LAIN, ditentukan pula seberapa jauh kita dapat melaksanakan BUDAYA PERAN yang jelas untuk mendukung daya guna peran kedalam effektivitas pengelolaan.

4.BUDAYA TUGAS
Sejalan dengan apa yang telah kita uraikan pada BUDAYA KEKUASAAN, maka kebutuhan budaya tugas menjadi landasan suatu organisasi yang fleksibel dan mudah di kontrol.

Untuk melaksanakannya, perlu kita maklumi bahwa TUGAS adalah suatu kegiatan tertentu dari suatu fungsi yang seringkali terikat kepada waktu. Sedangkan FUNGSI adalah sekelompok perilaku yang diharapkan dari suatu peran.
Tumbuh dan berkembangnya budaya tugas sejalan dengan pengelolaan suatu organisasi yang bersifat MATRIX yang disusun kedalam berdasarkan kekuatan budaya yang diterapkan sehingga seluruh komunikasi yang terbangun baik bersifat horizontal maupun vertical akan mampu menjalankan tugas-tugas yang dbangun atas dasar proyek dan atau produk.
Dengan demikian pemberdayaan orang lain melalui kekuatan budaya tugas sangat ditentukan kesiapan setiap orang mampu menjalankan tugas yang sejalan fungsi-fungsi yang telah ditetapkan untuk waktu tertentu, sehingga dapat mendorong motivasi yang didukung oleh iklim organisasi sesuai dengan norma-norma demokratis ; memungkinkan secara berkesinambungan peningkatan kemampuan dalam usaha-usaha menjalankan tugas menjadi effektif dan efisien.

5. BUDAYA INDIVIDU
Sejalan dengan apa yang telah kita uraikan pada BUDAYA KEKUASAAN, maka kebutuhan budaya individu menjadi landasan suatu organisasi yang fleksibel dan mudah di kontrol.
Dalam hal ini baik sebagai bawahan maupun sebagai pemimpin yang menjalankan jabatan , peran, fungsi dan tugas dalam kehidupan suatu organisasi formal, maka sikap dan perilaku, dimana beberapa organisasi bekerja dalam budaya individu di mana hanya ada sedikit struktur-struktur manajamen atau seandainyapun ada, maka struktur-struktur itu dimaksudkan untuk mendukung (bukan untuk mengendalikan) kegiatan-kegiatan individu.
Budaya ini merupakan bentuk yang kurang umum dibandingkan dengan ketiga budaya diatas dan biasanya digunakan dalam kelompok longgar yang terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian tertentu berkumpul untuk berbagi kesempatan dan sumber. Budaya ini ditemukan pada organisasi yang menjalankan profesi seperti pengacara, notaris, dokter dan bentuk awal yang diambil organisasi-organisasi akedemik.
Budaya ini dalam kehidupan organisasi memberikan otonomi yan sangat tinggi bagi orang-orang yang ada didalamnya, yang diberi kesempatan seluas mungkin untuk menggunakan dan mengembangkan kecakapan-kecakapan mereka.
Pada tingkat perorangan budaya ini amat tanggap pada tuntutan-tuntutan dan kesempatan-keempatan dari luar, tetapi tidak akan begitu mudah memadukan orang-orangnya dalam suatu usaha bersama, bahkan jikalaupun situasi menuntutnya, oleh karena itu dapat jelas menjadi terbatas, namun mungkn merupakan budaya yang membuat kebanyakan orang merasa betah di dalamnya.

6.IKLIM PEMBERDAYAAN (KEPERCAYAAN, KETERBUKAAN)
Masalah budaya dan struktur menjadi pusat perhatian dari setiap organisasi formal, yang akan dihadapi oleh setiap pemain peran dalam usaha mereka untuk memperdayakan bawahan sebagai suatu kesempatan-kesempatan yang terbuka.
Wlaupun kita sadari ada segi kehidupan organisasi dimana setiap perubahan secara berarti yaitu apa yang disebut dengan IKLIM. Istilah iklim berarti rasa atau suasana yang dialami pada waktu bekerja dalam suatu organisasi kedalam unit-unit kerjanya.

Iklim sering diungkapkan dengan wujud kata seperti bermusuhan, membingungkan atau mendukung bagi orang yang bekerja didalamnya. Bagaimana rasanya organisasi kita? Apakah kita merasa tenang atau justru gelisah bekerja di sana ? Apakah kita merasa mantap atau justru kebingungan tentang tujuan-tujuan organisasi ?
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang jarang kita tanyakan kepada diri sendiri sekerap seperti seperti seharusnya. Lain halnya mengetahui perasaan apa yang diciptakan organsasi pada diri kita sebagai pimpinan adalah penting karena dapat member petunjuk tentang perasaan apa yang ditimbulkan organisasi kepada bawahannya.
Oleh karena itu, amat pentinglah berusaha menemukan bagaimana perasaan yang diciptakan organisasi dan unit-unit kerjanya pada bawahannya (staf) kita. Janganlah kita hanya mengandaikan bahwa mereka merasakan apa yang kita rasakan atau bahwa kita sudah tahu perasaan mereka. Tanyakanlah kepada mereka.
Dengan demikian, kita perlu berpikir baik-baik tentang bagaimana kita akan mencari informasi tentang iklim yang ada, dalam hal ada pendekatan yang diebut dengan mengedarkan daftar pertanyaan atau dengan pendekatan memanfaatkan konsultan.

Yang penting kita sadari pendekatan manapun yang kita ambil, ingatlah bahwa tujuan pelaksanaan untuk mengetahui kira-kira bagaimana iklim yang ada dirasakan oleh bawahan (staf) kita bahkan jika iklim itu amat berbeda dengan yang kita rasakan. Kita mungkin akan terkejut setelah mengetahu hasilnya.
Ingatlah apakah kita perlu mengambil langkah-langkah untuk menciptakan iklim kepercayaan dan keterbukaan yang lebih besar untuk mendukung upaya pemberdayaan kedalam unit-unit kerja atau tim kita.
KEPERCAYAAN, adalah faktor yang sangat penting dan dominan dalam mempengaruhi pemberdayaan dan menentukan tingkat keberhasilan atas tindakan pemberdayaan itu sendiri.
Kita bisa saja suatu saat menerima kesalahan-kesalahan yang terjadi sewaktu-waktu bahwa kesalahan itu terjadi. Dalam hal ini kita harus dapat mempercayai staf kita untuk berinisiatif dan membuat keputusan sendiri.
Tentu saja tolerani terhadap kesalahan-kealahan tidak berarti menutup mata terhadap kecerobohan atau kekeliuran-kekeliuran bodoh yang sembarangan. Mentolerir kesalahan haruslah dipandang dalam mengembangkan iklim aling percaya ehingga orang merasa aman ntuk melampaui lingkp kerja mereka.

Apakah bawahan (staf) kita merasa bebas untuk mengakui bahwa telah membuat kesalahan ? Ini sekedar bukan perkara moral. Ini masalah praktis.
Jika staf kita takut akan reaksi kita bila terjadi kekeliuran dan kesalahan mereka tidak akan pernah berani mengambil resiko untuk membuat satu kekeliuran atau kesalahanpun.
Ini berarti bahwa mereka akan membatasi diri secara berlebihanuntuk hanya mnangani urusan-uusan yang mereka ketahui pasti reikonya, bahkan juga jika pada suatu aat mereka melihat bahwa pengambilan resiko itu perlu.
Ada hal lain jika staf takut akan reaksi marah kita apabila terjadi kekeliruan atau kesalahan mereka akan berusaha untuk menutup-nutupnya dan tidak akan mengakunya. Celakalah kalau demikian. Kita perlu mempercayai staf dan staf perlu percaya pada kita.
KETERBUKAAN, dimana organisasi atau unit kerjanya yang sungguh diperdayakan, penilaian (formal atau non-formal) selalu merupakan proses selalu merupakan proses dua arah. Artinya kita perlu mengetahui apakah kita memenuhi harapan-harapan staf terhadap kita, sama halnya mereka pun membutuhkan umpan balik yang sama dari kita.

Jika peran kita sebagai pimpinan adalah memberikan bimbingan dan dukungan yang diperlukan staf kita untuk melaksanakan peran mereka sebaik mungkin maka kita perlu mendengar dari mereka apakah menurut mereka kita memiliki kemampuan itu, sehingga kita perlu memikirkannya bagaimana kita dapat mencapainya.
Mencari tahu bagaimana pandangan mereka tentang iklim organisai dan unit kerjanya barulah merupakan langkah petama dalam prose situ.
Segi lain dari keterbukaan tentu sja adalah sejauh mana staf merasa bahwa kita berusaha agar mereka agar mereka mengetahui bukan hana tentang apa yang terjadi, etapi juga tentang pemikiran-pemikiran dan rencana-rencana kita ?

7. STRUKTUR PEMBERDAYAAN
Umumnya, bentuk struktur adalah pramida herarkis, dimana praktis dalam semua organisasi, betapapun kecilnya dimana organisasi yang terdiri banyak orang. Pengertian herarkis ada pada hakikat manajemen sendiri.
Oleh karena itu,hamper tidak mngherankan bila kebanyakan orang berpikir bahwa tugas manajemen adalah mengepalai piramida staf (betapun kecilnya) dengan
merencanakan, mengorgansir, melaksankan dan mengawasi kegiatan mereka.
Dalam banyak hal, kita juga dapat berusaha mengembangkan budaya yang mendukung pemberdayaan dalam lingkup pengaruh kita sendiri dan menciptakan suasana yang mendukung pertumbuhannya, sehingga para pimpinan dapat memandang piramida manajemennya sendiri dengan dua cara : dari atas ke bawah atau sebaliknya.
Dipandang dari atas, peran pimpinan terutama tampak sebagai pemimpin dan pemberi perintah, bila dipandang dari arah sebaliknya , peran itu jadi amat berbeda. Dari sudut pandang ini tanggung jawab utama pimpinan sekarang tampak sebagai sebagai dasar yang kuat dan mantap bagi unit kerja atau tim dengan dukungan dan perhatian yang dapat diandalkan.
8.PENUTUP
Usaha untuk melaksanakan pemberdayaan orang lain akan dapat berhasil sangat ditentukan oleh kebiasaan yang ditopang oleh penguasaan Ilmu (informasi), Pengetahuan (keterampilan) dan Keinginan (niat) menjadi satu kekuatan yang bersumber pada budaya yang dapat diterima leh semua pihak yang mempunyai kepentingan atas budaya dan perubahannya bila diperlukan.
Dengan demikian pemberdayaan yang terkait dengan usaha-usaha untuk memberdayakan orang lain tidak akan jalan maka diperlukan suatu pemikiran bahwa jika seluruh organisasi beserta unit-unit kerja sebagaimana adanya diperlukan perubahan yang mendasar.
Oleh karena itu, tuntutan perubahan sikap dan perilaku menjadi satu kebutuhan keberhasilan atas pemberdayaan orang lain yang harus ditopang oleh suatu iklim orgnisasi yang sehat kedalam struktur organisasi dimana setiap peran, fungsi, kerja, jabatan berjalan dalam keharmonisannya.

IX.PEMBERDAYAAN LANGKAH-LANGKAH TINDAKAN

1. PENDAHULUAN
Untuk melaksankan pemberdayaan sumber daya dalam rangka mewujudkan “Pemberdayaan Nilai-Nilai Berbanga Dan Bernegara” yang ditopang oleh “KEBIASAAN” kedalam titik temu apa yang disebut degan “ILMU” (sebagai penguasaan informasi kedalam paradigm teoritis, adalah apa yang harus dilakukan dan mengapa) ; “PENGETAHUAN (sebagai ketrampilan yang diperoleh dari pengalaman adalah bagaimana melakukannya) ; “KEINGINAN (sebagai niat yang memotivasi adalah mau melakukan), menjadi satu kekuatan berpikir untuk mendorong daya kemauan.
Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah tindakan yang tidak cukup menguasai pengetahuan manajemen konvensional, tetapi juga diperlukan seperangkat pengetahuan abad baru yang dapat mendukung terwujudnya pelaksanaan pemberdayaan menjadi effektif.
Pengatuhuan abad baru disini dimaksudkan, seberapa jauh kita bisa menerapkan langkah-langkah tindakan yang mencakup keterampilan dalam :

• Berkonsultasi
• Bekerja sama
• Mendukung
• Menyemangati
• Memperlengkapi
• Menilai
• Menciptakan harapan

2. BERKONSULTASI
Jika kita menginginkan agar staf mau melaporkan masalah-masalah yang dihadapinya meskipun mereka tidak tahu untuk bagaimana memecahkannya, maka diperlukan pendekatan yang berbeda. Salah satu caranya adalah menyediakan di setiap lokasi pekerjaan, dengan menyediakan sebuah formulir yang dapat digunakan staf mencatat masalah.
Formulir tersebut harus menyampaikan pesan bahwa kita sebagai pimpinan perlu mengetahui apa masalah-masalah yang terjadi bahkan cara pemecahannya belum terpikirkan. Dan bila masalah komplek dan rumit kita dapat membentuk tim.
Jika kita dapat menemui staf secara bertatap muka, maka brifing (diberi dan memberikan penerangansesingkat-singkatnya) dua arah dapat sangat efektif. Bentuk konsltasi langsung lainterungkap dari pertemuan formal tim penasehat hingga metode-metode informal seperti secara sitimatis dan teratur melakukan inspeksi dan menanyakan masalah-masalah yang muncul.
Pilihan atas metode yang dipilih tergantung dengan kecocokan dengan diri kita, staf kita dan lingkungannya dan kemudian bertindak berdasarkan informasi yang kita peroleh.
Akhirnya penting juga menerangkan apabila kita tidak dapat mengambil tindakan atas suatu masalah. Tidak selamanya mungkin memecahkan asalah dengan sumber-sumber daya (waktu, uang, kecakapan) yang sekarang ada. Jika demikian halnya beri tahu mereka. Mereka akan mengerti. Siapa tahu kemudia ada orang yang memberikan saran pemecahan yang belum terpikirkan.
3. BEKERJA SAMA
Konsultasi itu penting, namun konsultasi saja tidaklah cukup, oleh karena itu, pemimpin yang hendak memberdayakan perlu berbuat lebih lanjut, apa yang disebut dengan “Bekerja Sama”
Hanya dengan bekerja sama secara bebas, terbuka dan penuhlah, seluruh kekayaan ilmu dan kecakapan dalam organisasi dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi.
Kerja sama yang merupakan ujian akhir yang akan membuktikan tidak hanya seberapa besar kecakapan pimpinan dalam pemberdayaan, melainkan juga seberapa kuat kemauannya untuk melaksanakannya secara penuh. Kita harus mampu melihat bahwa staf adalah penting demi tercapainya tujuan organisasi dan segala tindakan harus sesuai dengan pandangan itu. Ini menuntut kemampuan untuk melihat staf sebagai mitra dalam usaha organisasi. Tentu saja dalam hal ini tetap diprlukan koordinasi.
Sesungguhnyalah salah satu manfaat utama pemberdayaan (dan alasan penting untuk mulai mempraktekkannya) adalah bahwa pemberdayaan membebaskan pimpinan
untuk lebih memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang strategi daripada masalah-masalah kecil yang membuang waktu seperti mengambil keputusan atau menyelesaikan masalah yang ebenarnya dapat dilakukan orang lain.
Dengan cara apa pun kita memperkenalkan gagasan tentang kerja sama, kerja sama adalah kecakapan yang berkembang melalui praktek. Semakin kita berusaha bekerja sama, semakin kita saling memanfaatkan kesalahan-kesalahan. Dengan begitu kita mengambil langkah awal yang penting menuju ke pemberdayaan yang sejati.

4. MEMBIMBING
Dengan bertambah kematangan dan pengalaman, kita sampai pada kesadaran bahwa sesungguhnya kita dapat mencapai lebih banyak dan memperluas lingkup pengaruh kita dengan bekerja lewat orang lain daripada berusaha mengerjakannya sendirian.
Kita lebih suka menularkan apa yang kita pelajari daripada perkutat menerapkan kecakapan dan pengetahuan kita secara langsung. Ini member kepada kita ruang kerja yang
lebih luas daripada ruang di dalam lingkup pengaruh kita. Kita dapat mencapai lebih banyak dengan cara ini daripada dengan cara mengerjakan segala-galanya sendiri,
Proses ini disebut MEMBIMBING yaitu bertindak sebagai teladan dan pelatih bagi staf dan rekan-rekan sekerja. Membimbing lebih luas dari pendelegasian. Membimbing sangat fundamental bagi proses pembrdayaan, sebelum kita dapat menerima sepenuhnya bahwa kita tidak harus mengerjakannya sendiri dan bahwa kita dapat mencapai lebih banyak melalui orang lain, kita sesungguhnya belumlah siap untuk memberdayakan staf kita.
Oleh karena itu, melatih merupakan bgian hakiki dari membimbing. Kita telah melihat betapa pentingnya mengenal kecakapan-kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki staf kita. Kita juga perlu mengetahui kecakapan-kecakapan dan pengetahuan kita sendiri dan berusaha menularkannya kepada staf kita.
Pengetahuan bukan hanya kekuasaan, melainkan pengetahuan merupakan bahan bakar yang diperlukan bagi pemberdayaan., sehingga perlu berusaha agar kecakapan-kecakapan dan Ilmu, dengan begitu dapat dipastikan bahwa keahlian yang telah dicapai dengan susah payah tidak menjadi milik eksklusif satu orang saja.
Dengan demikian membimbing adalah jauh lebih luas daripada sekedar melatih. Pembimbing yang berhasil akan berusaha agar stafnya tumbuh dan berkembang seperti sudah dilakukan oleh sang pembimbing sendiri.

5. MENDUKUNG
Tidak perlu diragukan lagi bahwa pimpinan yang baik mengetahui perlunya mendukung staf dan membantu mereka untuk dapat mandiri. Namun pemberdayaan juga menuntut dukungan jenis lain seperti pada waktu mereka membuat kesalahan.
Jika staf kita tidak merasa bahwa mereka akan tetap mendapatkan dukungan, maka organisasi atau unit kerjanya kita tidak pernah akan mencapai pemberdayaan secara penuh.
Dampak nyata pemberdayaan baru muncul bila para pemimpin melihat bahwa peran utama mereka adalah memberikan dukungan yang tepat jauh lebih utama adalah memberikan dukungan yang tepat, jauh lebih utama daripada kepemimpinan
Ingatlah akan parimida yang terbalik. Dalam pandngan manajemen seperti itu, pimpinan tidak lagi berada di puncak yang didukung oleh stafnya, melainkan justru mendukung staf dengan cara mempermudah berkonsultasi , melatih dan membimbing mereka sehingga mereka dibuat mampu mencapai tujuan-tujuan organisasi.

6. MENYEMANGATI
Sikap terbuka dan jujur tntang keraguan dan kekhwatiran kita sendiri mengei pemberdayaan kita harus dapat menciptakan kegairahan dan emangat akan program pemberdayaan itu.
Jika kita tampak setengah-setengah atau tidak bersemangat terhadap proses pemberdayaan, jangan harap orang-orang lain pun akan bergairah. Pemberdayaan memang dapat menciutkan hati para pimpinan dan staf, meski kebaikan dan keuntungan yang dikandungnya amatlah besar.
Kita dan staf perlu memusatkan perhatian pada kebaikan dan keuntungan tersebut dan bukan pada kerisauan atau kesulitan kecil yang mungkin dapat muncul di tengah jalan menuju pemberdayaan dan oleh karena itu pemberdayaan dapat bagi tiap orang lain.
Kita perlu mengetahui di mana kegembiraan itu dapat kita temukan dan kemudiaan kita sampaikan kepada taf kita. Bisa saja kita sendiri boleh jadi belum siap untuk emberdayaan. Jika kita keluar dan dilihat oleh orang-orang lain. Nah apakah kita sendiri sungguh-sungguh sudah siap untuk pemberdayaan ?
Agar dapat menjadi penganjur yang bersemangat tentang pemberdayaan kita harus lebih suka membantu staf berkembang daripada mengendalikan mereka secara efisien.
Kita harus senang menyaksikan mereka mencapai hasil yang lbih baik karena bekerja mandiri daripada karena kita mengarahkan dan mengendalikan mereka, sehingga kita perlu berbuat nyata untuk membagikan gagasan-gagasan.
Staf harus disemangati tentang manfaat-manfaat pemberdayaan. Mereka harus dapat melihat bahwa kita sendiri memang senang dengan gagasan pemberdayaan sehingga kita mau mencurahkan tenaga untuk itu.
Jika mereka tidak melihat kita mencurahkan tenaga dan memiliki komitmen penuh dalam pemberdayaan, yang tampak seolah-olah kita hendak menghindar dari tugas yang sulit atau menjemukan.

Jika kita dapat meyakinkan mereka bahwa gagasan atas pemberdayaan lebih dari sekedar akal-akalan untuk meloloskan diri kita dari tanggung jawab manajemen, maka merekapun akan bergairah juga mengenai gagasan pemberdayaan.

7. MEMPERLENGKAPI
Kita pahami bahwa pemberdayaan itu melimpahkan kekuasaan, pimpinan yang memberdayakan tetap beranggung jawab agar stafnya memiliki segala hal yang mereka perlukan dan keadaan lingkungan memadai untuk menjamin keberhasilan.
Oleh karena itu, pimpinan yang memberdayakan perlu mematikan bahwa kekuasaan atau sumber daya juga dilimpahkan. Kita harus memastikan bahwa staf kita mempunai sumber daya waktu, keuangan, fisik, dan manusiawi yang diperlukan untuk dapat melaksanakan pekerjaan. Tanpa itu semua, tidak akan ada pemberdayaan yang sejati.
Satu cara yang sangat efektif untuk memberdayakan staf kita adalah membiarkan mereka mengatur anggaran endiri. Jika kita tidak siap menyerahkan sumber-sumber dan tanggung jawab keuangan yang melekat pada suatu tugas atau peran tertentu, pemberdayaan tidak dapat terjadi.

Oleh karena itu staf diberi wewenang penuh untuk memutuskan bagaimana dan untuk siapa uang itu digunakan (asalkan, tentu saja, semuanya dicatat secara baik). Sebaliknya bila kita meakukan pengawasan keuangan secara ketat, kita member pesan ketidakpercayaan.
Akibat tindakan itu, pesan macam apakah yang disampaikan kepada para pimpinan senior tentang mengatur sendiri anggaran mereka ? sulitkah bagi para pemimpin organisasi itu untuk menyerahkan pengaturan anggaran kepada staf mereka secara mandiri ?
Oleh karena itu kita perlu merundingkan baik-baik dengan staf mengenai anggaran yang wajar yang akan memungkinkan mereka mencapai sasaran yang telah diepakati bersama. Kemudian kita biarkan mereka menggunakan anggaran itu sebagaimana mereka pandang baik.
Ingatlah juga bahwa kepercayaan staf pada kemampuan mereka untuk menangani urusan hanya sebagian saja tergantung pada kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki. Kepercayaan diri itu sebahagian besar juga bergantung pada seberapa besar kepercayaan kita terhadap mereka dan seberapa baik kita

Jika kita sungguh-sungguh mau memperlengkapi staf kita untuk dapat menghadapi situasi dengan penuh keyakinan, maka kita perlu menunjukkan bahwa kita juga percaya pada mereka. Maka katakanlah kepada mereka berapa besar kepercayaan kita pada mereka dan pada kemampuan mereka untuk menangani persoalan, tetapi ingatlah bahwa suatu pujian kecil dapat amat meneguhkan dan pujian yang terlalu banyak justru dapat terasa berlebihan dan tak meyakinkan.

8. MENILAI
Jika proses pemberdayaan sudah berjalan, pentinglah memantau perkembangannya dan menilai hasilnya. Pemberdayaan pada pokoknya merupakan proes, bukan peristiwa, maka pemantauan dan penilaian harus dilakukan terus meneru dan menjadi cirri manajemen kita untuk selanjutnya.
Harus ada dua segi pada evaluasi atau penilaian : staf kita dan diri kita. Kita perlu mempertimbangkan apakah sasaran-sasaran dan standar sudah ditetapkan, dipenuhi dan dicermati.
Yang hendak ditekankan di sini ialah bahwa diri kita dan kcakapan manajemen kita perlu dinilai atau dievaluasi juga.
Jika kita dapat memuatkan perhatian dan serius mengenai dalam pemberdayaan, kita perlu melibatkan staf kita perlu melibatkan staf kita dalam proses ini. Ide tentang staf menilai pretasi pimpinan merka tidaklah baru, meskipun belum tersebar luas. Yang jelas penilaian semacam itu diterapkan di banyak organisasi yang ingin menjalankan gagasan pemberdayaan staf secara serius. Sebabnya siapa lagi kecuali staf kita sendiri yang ada dalam posisi sedemikian kuat untuk mengetahui sejauh mana kita telah mencapai tujuan pemberdayaan ?
Kebutuhan umpan balik dari peran staf menjadi wujud dari pemberdayaan menjadi produktif tanpa mendorong peran staf untuk terlibat dalam penilaian dan evaluasi, maka kita ebtulnya
Pada kenyataannya, meskipun gagasan itu dapat menakutkan bagi para pimpinan yang belum terbiasa dengannya dan yang takut kalau-kalau staf akan memusatkan perhatian pada segi-segi negative tanpa memperhatikan segi-segi poitif, jarang terjadi bahwa staf menyalahgunakan atau menyeleeng proses terebut.
Masalah yang sesungguhnya adalah mencari cara-cara yang memungkinkan staf merasa cukup aman untuk memberi umpan balik sekalipun yang bernada negative. Tapi sebaliknya para pimpinan akan sangat dibangkikan jika mereka mendengar penghargaan dan penilaian staf atas apa yang telah dilakukan oleh para pimpinan.

9. MENCIPTAKAN HARAPAN
Menciptakan harapan dalam proses pemberdayaan memerlukan dimana pimpinan merasakan satu kebutuhan yang tidak dapat dielakkan karena mengungkit daya kemauan bukanlah sesuatu yang mudah untuk terwujudkan.
Apa pun perencanaan dan persiapan yang kita lakukan, pastilah akan nada masalah-masalah yang tidak dapat kita perkirakan sebelumnya. Namun, jika kita sebelumnya telah mengharapkan bahwa akan bahwa akan terjadi suatu masalah, maka kita tidak akan terlalu berkecil hati jika benar-benar muncul masalah. Pada kenyataannya , adanya masalah merupakan tanda bahwa kita sedang maju ke depan , tidak ada masalah justru masalah dapat berarti tidak terjadi perubahan apa pun. Maka harapkanlah dan pandanglah masalah-masalah sebagai tanda yang membesarkan hati.
Akhirnya, ada satu hal lain yang juga harus kita harapkan, yakni keberhasilan. Jika kita mampu tetap optimis, meski sesekali tejadi kemunduran, keberhasilan niscaya akan datang. Tanamkan pikiran itu dalam benak kita, maka kita staf akan mampu mengatasi badai-badai kecil yang kita jumpai dalam perjalanan.

Jika kita tetap yakin akan keberhasilan, maka staf kita pun akan yakin. Ingatlah bahwa keyakinan, sebagaimana telah kita lihat merupakan unsure penting dari pemberdayaan yang berhasil. Oleh karena itu, bersiaplah menghadapi masalah-masalah, tetapi juga harapkanlah keberhasilan dengan demikian harapan itu akan menjadi ramalan yang sungguh-sungguh terjadi.

10.PENUTUP
Sejalan dengan kebiasaan untuk mengikuti perubahan dari kehidupan dalam masyarakat informasi menjadi masyarakat pengetahuan, maka dibutuhkan untuk meningkatkan daya kemauan dalam meningkat ilmu, pengetahuan dan keinginan dengan meningkatkan kemapuan dari manajemen konvensional kedalam manajemen abad baru artinya sejauh mana kebiasaan terus ditumbuh kembangkan dalam mengikuti perubaan.
Dalam melaksanakan pemberdayaan, diperlukan langkah-langkah tindakan dengan memanfaatkan keterampilan-keterambilan seperti yang telah kita ungkapkan diatas, menjadi penting.
X.PEMBERDAYAAN PENGENDALIAN

1.PENDAHULUAN
Sejalan dengan daya kemauan untuk dapat menetapkan arah dan mempertahankan pengendalian dimana kerap dikhawatirkan para pemimpin bila mempertimbangkan penerapan pemberdayaan dalam suatu oganisasi dan unit-unit kerjanya mereka adalah untuk mempertahankan pengendalian agar dapat menjamin tujuan-tujuan organisasi tercapai.
Yang menjadi masalah dimana akan terpikirkan kecemasan karena konflik yang nyata tidak ada karena tercapainya tujuan-tujuan organisasi didasarkan dapat dijamin jika staf harus diperdayakan untuk membuat keputusan sendiri dan bertindak atas inisiatif sendiri, ada kalanya siuasi terebut dibayangkan akan terjadi konflik yang sesungguhnya kecemasan semacam itu tidaklah perlu ditimbulkan dala pikiran karena memang tidak ada konflik yang nyata.
Kebebasan tidak sama dengan yang tidak terarah (liar) dan pemberdayaan taf sama sekali tidak berarti memperbolehkan mereka menyimpang dari segla tujuan,sasaran atau tolak ukur kinerja.
Dengan demikian bahwa pemberdayaan yang berhasil justru lebih bergantung pada adanya tujuan dan sasaran. Para pimpinan takut tanpa tujuan dan sasaran yang ditetapkan akan terjadi apa yang disebut dengan anarki dimana staf berperilaku sekehendak mereka dalam kebebasan yang kacau balau.
Pada knyataannya yang akan terjadi bukanlah anarki, melainkan statis tanpa ada kegiatan dimana tidak ada sesuatu yang terjadi karena tidak ada orang yang tahu apa yang harus dilakukan.
Jadi kelumpuhan suatu organisasi adalah hal niscaya terjadi bila tidak ada tujuan-tujuan yang jelas. Orang takut untuk mengambil tindakan melulu karena takut bahwa tindakan mereka salah.

2. MERUMUSKAN TUJUAN
Sejalan dengan kebiasan dalam usaha mewujudkan kebersamaan dalam berikap dan berperilaku, maka harus ada kejelasan dalam “Mengelola Berdasarkan Nilai” (MBN), maka diperlukan adanya suatu keputusan strategic yang mencakup pernyataan yang disebut “Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Budaya, Strategi, Kebijakan.
Dengan demikian Proses MBN yang disepakati bersama haruslah dapat “MENJELASKAN, MENGKOMUNIKASIKAN, MENYESUAIKAN” kedalam satu pandangan kebersamaan untuk mewujudkannya.
Jadi menggariskan pemikiran diatas adalah menjadi kebutuhan sebagai kunci keefektifan organisasi, dengan tanpa pemberdayaan, namun dalam organisasi-organisasi yang berusaha menjalankan pola pikir MBN yang diperdayakan akan menjadi lebih penting.

3. FOKUS
Masa depan suatu organisasi anda ditentukan oleh FOKUS, oleh karena itu dengan kejelsan keputusan strategic, berarti kebiasaan untuk memfokuskan sebuah organisasi. Anda menciptakan efek yang sama dimana anda menciptakan sebuah kemampuan yang kuat seperti laser untuk mendoinai sebuah pasar. Itulah apa yang dimaksudkan dengan tindakan memfokuskan.
Jadi jika orang diharapkan dapat mengawasi diri sendiri, pentinglah tugas-tugas kunci dan tujuan-tujuan ditetapkan melalui proses perundingan terbuka antara staf dan para pemimpin.
Jika staf sungguh-sungguh dilibatkan dalam pembicaraan, perundingan dan penetapan tujuan-tujuan pribadi dan juga dalam merumuskan tugas-tugas kunci mereka, maka merek tidak hanya memperoleh sarana untuk mengawasi kinerja mereka sendiri, melainkan juga niat untuk melakukan pengawasan itu.

4.DAPAT DIUKUR
Bertitik tolak dengan apa yang kita utarakan diatas, maka harus juga dapat diukur, yang juga kita perlu yakin bahwa tujuan dan sasaran yang ditetapkan itu memang dapat dicapai.
Tak ada hal yang lebih memeosotkan semangat individu atau kelompok dari pada tujuan dan sasaran-sasaran tercapai. Tidak ada, kecuali sasaran-sasaran yang terlalu mudah sehingga tak berharga untuk diperjuangkan. Ini merupakan alas an lain untuk melibatkan staf kita dalam menetapkan sasaran-sasaran.
Mereka mungkin mempunyai gagasan yang jauh lebih realities tentang apa yang dapat dicapai. Tentu mereka dapat saja terlalu ambisius atau terlalu tinggi menilai kemampuan mereka. Tapi sebaliknya mereka memancangkan pandangan mereka terlalu rendah.
Oleh karena itu ambillah jarak yang tepat maka tahap demi tahap mereka akan menjadi perenang yang percaya diri dan mandiri yang tidak lagi memerlukan kita membuat mereka merasa aman karena mereka tahu bahwa mereka dapat membereskannya sendiri.
5.DAPAT DICAPAI
Pokok pkiran kita seperti apa yang telah kita uraikan diatas, dimana bahwa arah yang telah digariskan dalam sasaran-sasaran menjadi jelas berarti pula dalam pikiran memang dapat dicapai.
6. RELEVAN
Yang menjadi perhatian kita adalahlebih sering yang dibutuhkan adalah seperangkat sasaran-sasaran yang dapat menciptakan keseimbangan yang memotivasikan dan konstruktif. Yang mempertemukan kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi staf dengan kebutuhan dan tujuan-tujuan oraganisas dan unit-unit kerjanya. Jadi dalam hal ini perundingan atau negsasi merupakan kuncinya.
7. WAKTU
Sejalan dengan apa yang telah diutarakan diatas, maka kejelasan penentuan batas waktunya menjadi penting karena dengan kejelasan waktu, maka memberikan ruang gerak untuk dapat melakukan pengecekannya baik oleh seseorang atau lebih.

8. PENGAWASAN BERSAMA
Apa-apa yang telah kita utarakan diatas, maka setiap organisasi yang berusaha memberdayakan staf, keberadaan system penilaian yang didukung oleh tugas-tugas kunci menjadi penting.
Menetapkan arah dan melakukan pengwasan dalam organisasi yang diberayakan pada dasarnya adalah soal menmpatkan pertanggung jawaban di seluruh organisasi.
9.PENUTUP
Dengan kejelasan tugas kunci serta pimpinan tetap memegang tanggung jawab untuk memastikan bahwa tugs-tugas kunci kolektif dan tujuan-tujuan stafnya memberi cakupan yang padu dan menyeluruh mengenai tujuan-tujuan yang harus dicapai agar organisasi beserta unit-unit kerja sejalan dengan misi yang hendak dicapai.
XI. PEMBERDAYAAN KEMAMPUAN DALAM MENGATASI RINTANGAN

1.PENDAHULUAN
Seperti apa-apa yang telah kita utarakan pada bagian terdahulu untuk mengungkapkan adanya kecemasan-kecemasan dari sudut pandang pimpinan berkaitan dengan pemberdayaan, oleh karena itu kita telah melihat beberapa persoalan seputar pengawasan dan otoritas dan bagaimana kekhawatiran mengenai hal itu sebetulnya tidak perlu terjadi rintangan untuk memberdayakan organisasi.
Yang perlu untuk dipahami bahwa pemberdayaan adalah sesuatu kegiatan “Hal Baik”, yang jelas dengan sendirinya sehingga staf kita tidak punya pilihan lain selain menyambut gagasan itu dengan tangan terbuka dan penuh antuiasme.
Ya, staf kita mungkin akan menanggapi secara demikian. Namun dapat juga tidak, sehingga pada kenyataannya staf juga kerap sangat skeptic terhadap seluruh gagasan pemberdayaan pada waktu disampaikan untuk pertama kali kepada mereka, dan dapat langsung menolaknya sebelum dilaksanakan.

Mengapa perlawanan semacam itu terjadi ? Kita telah melihat bagaimana pemberdayaan dapat membangkitkan kemampuan-kemampuan mereka dan member mereka kesmpatan untuk pengembangan diri dan kondisi kerja yang lebih memuaskan. Mengapa orang menolak gagasan pemberdayaan dan melawan pelaksanaannya ?

2.MENELAAH LAWAN
Mereka melawan yang ada dalam pikirannya terkait dengan mereka akan kehilangantakut kekuasaan, bila terjadi suatu restrukturisasi sehingga peran mereka merasa tidak akan dapat dimanfaatkan lagi, oleh karena itu kita perlu berbicara dengan mereka tentantang masalah-masalah itu sampai mereka yakin bahwa pemberdayaan sesungguhnya member kepada mereka cara yang lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan mereka.
Mereka perlu dibantu untuk mengerti bahwa pemberdayaan tidak bertujuan mengurangi jurangi jumlah pimpinan melainkan mengurangi tugas manajemen. Artinya para pimpinan tetap penting seperti sebelumnya tetapi peran dan fungsi mereka berubah dari peran memimpin dan mengawasi menjadi peran yang memperlancar dan mendukung.
Dengan demikian bila orang menolak tanggung jawab yang lebih besar, banyak orang memperhitungkan apa akibat-akibatnya karena mengambil tanggung jawab itu.
Yang mereka lihat adalah resiko merupakan akibat yang tak dapat dihindarkan dari tanggung jawab. Maka bila orang menolak tanggung jawab yang lebih besar yang mereka tolak bukan tanggung jawabnya melainkan resikonya.

3.RESIKO YANG DIHADAPI
Jika kita menghendaki staf kita menrima tanggung jawab yang lebih banyak kita dapat mengurangi ketakutan mereka terhadap penilaian
Staf perlu merasakan yakin bahwa akan mampu mengemban tanggung jawab yang lebih besar dan bahwa mereka sungguh akan mengalami keberhasilan bukan kegagalan.
Jadi sebelum itu kita perlu membantu orang untuk menghadapi ketakutan akan resiko kita harus mengatasi beberapa rintangan psikologis yang menghalangi mereka.
4.MENGATASI RINTANGAN
Yang perlu kita ketahui bahwa ada sejumlah rintangan psikologis yang harus kita atasi seebelum kita dapat berhasil menerapkan pemberdayaan dalam organisasi kita.

Kita mungkin harus mninjau kembali dan mengubah hal-hal yang berkaitan sika-sikap, kepercayaan-kepercayaan dan harapan-harapan orang. Bahkan kita mungkin haru mengubah sikap-sikap kita sendiri.
Mengubah sikap, dimana sesungguhnya orang jauh lebih dapat termotivasikan oleh halhal yang kurang tampak seperti peluang mengembangkan diri, kesempatan melakukan sesuatu yang menarik dan bernilai dan bahkan keberhasilan itu sendiri.
Mengubah harapan, dimana orang merasa mantap bahwa benar-benar ada kemungkinan bagi mereka untuk menerima manfaat yang mereka inginkan. Oleh karena itu perencanaan yang cermat adalah penting untuk memastikan bahwa proses pemberdayaan siap lepas landas untuk dilaksanakan.
Mengubah kepercayaan, kita perlu mengubah berbagai kepercayaan yang tertanam dalam diri staf mengenai hakekat organisasi dan manemen. Gagasan bahwa staf dan para pemimpin dapat berbagi tanggung jawab sebagai mitra sejajar demi keberhailan usaha, mereka rasakan lucu bahkan betul-betul aneh. Jika kita taidak dapat membuat staf menerima gagasan ini, pemberdayaan niscaya akan gagal.

5.PENUTUP
Bertolak dari apa-apa yang telah kita utarakan diatas, maka dapat kita ungkapkan suatu pemikiran kedalam lima landasan peraturan sederhana yang dapat membantu kita untuk mengatasi perlawanan terhadap pemberdayaan :
Dukungan Inisiatif, artinya berikanlah segala bantuan dan dorongan yang dapat kita berikan, bila staf mau melakukan inisatif. Jika terjadi kekeliruan, berilah mereka pujian karena mereka telah berusaha, tetapi juga bantulah mereka untuk belajar dari pengalaman sehingga kegagalan itu dapat di hindari di masa datang.
Kembangkanlah kreativitas, artinya doronglah staf untuk melihat situasi dan masalah dengan pandangan baru, juga untuk mencoba pendekatan baru. Jadi alasan utama untuk pemberdayaan adalah memanfaatkan pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan segar.
Tingkatkanlah komunikasi, artinya bangunlah struktur dan system komunikasi yang memaksimalkan aliran informasi dalam seluruh organisasi atau unit-unit kerja, keatas, kebawah, kesamping, pokoknya segala arah yang mungkin.

Ganjarlah perilaku yang diberdayakan, artinya jika staf sungguh mulai berperilaku dengan cara yang menunjukkan bahwa mereka telah mengerti apa arti pemberdayaan beri mereka ganjaran.
Lakukanlah apa yang kita katakan, artinya tunjukkanlah lewat perilaku kita sendiri, apa yang kita katakana. Dan pastikanlah bahwa kita tidak kembali ke kebiasaan-kebiasaan lama jika situasi menjadi berat atau jika jika kepercayaan kita sendiri menurun dalam mengembangkan dan membina segala yang baik yang ada pada diri kita dan menghilangkan yang tidak baik.
Dengan demikian kita menyadari bahwa kemampuan meningkatkan kedewasaan berpikir rohaniah, sosial, emosional dan intelektual menjadi sumber daya yang terpendam dalam diri yang perlu kita sadari dan aktifkan, sehingga kita menyadari sepanjang perjalanan hidup kita dimana proses pemberdayaan diri tidak akan pernah selesai.
Jadi renungkan bahwa apa yang kita lakukan hari ini adalah hasil pikiran anda sendiri sehingga timbul pikiran bahwa sampai hari kita meninggalkan dunia ini, kita masih dapat menumbuh kembangkan apa yang kita mimpikan saat ini, tidak lain adanya keinginan dengan dukungan niat, sabar dan ikhlas untuk dapat menjalankannya.

Kita sadar sebagai anak, kita banyak belajar dalam hal berupa melangkah, berbicara, membaca, berhitung dan berdoa, sehingga semakin dewasa semakin banyak segi kepribadian kita temukan. Kita menumbuhkembangkan denan berlatih dan belajar. Wujud perubahan yang kita inginkan, dimana kita berubah terus menjadi sempurna atau buruk. Jadi yang kita pikirkan adalah tindakan-tindakan yang mengarahkan kita kepada yang baik dalam arti kejujuran, tanggung jawab, kasih saying dan sebagainya, dengan demikian hidup kita lebih berarti, lebih memuaskan, lebih tenang karena mendapat pegangan.
Apa-apa yang telah kita utarakan diatas, dimana kita menyadari dimana sebenarnya bila daya kemauan ada maka kita berdaya untuk meningkatkan jati diri menjadi kepribadian kita masing-masing. Untuk itu kita perlu menyadari kemampuan-kemampuan kita dan mengetahui metoda, sistem, prosedur untuk mengaktifkan dan membinanya kedalam merencanakan perubahan secara berkesinambungan.

XII. MEMPELAJARI HAL-HAL YANG TERKAIT DENGAN
KETERBATASAN
Langkah awal adalah mengungkit daya ingat melalui daya kemauan yang kuat dan menjadi pendorong yang dimulai dari kemauan untuk memperoleh gambaran yang tepat dan benar tentang diri kita. Kita adalah makhluk ciptaan Tuhan, oleh karena itu sebaiknya kita menanyakan pada sang pencipta mengenai gambaran diri kita karena Ia menciptakan kita masing-masing secara unik artinya dengan bakat, kemampuan, tenaga dal ideal-ideal tersendiri.
Dengan menemukan gambaran Tuhan tentang kita , kita temukan ideal kita , makna hidup kita , tujuan seluruh keberadaan kita di dunia ini.
Sejauh kita berusaha dan berhasil membuat kemampuan-kemampuan kita menjadi nyata, sejauh itu pula menjadi bahagia. Manusia adalah makhluk sosial, kesempurnaannya tak pernah lepas dari kesempurnaan sesama manusia.
Dengan memperhatikan ungkapan diatas, maka kita berusaha untuk mencari tahu hal-hal yang terkait dengan keterbatan sehingga untuk mendorong konsep pemberdayaan diri melalui kemampuan kita untuk memikirkan penilaian atas hambatan-hambatan pribadi sehingga menutup pintu mata hati karena ketidak mampuan kita menggerakkan kekuatan jiwa yang memberi sinar kedalam hati.
Sejalan dengan apa yang kita pikirkan diatas, maka untuk menggerak jiwa dengan unsure kesadaran, kecerdasan dan akal menjadi satu kekuatan dalam proses mengungkit daya ingat kita, sehingga keinginan berpikir dari yang tidak tahu menjadi tahu dalam usaha mengaktualisasikan diri kedalam kemauan untuk berpikir, bekerja dan belajar.
Belajar dari pengalaman orang lain, maka keterbatasan dalam usaha-usaha pemberdayaan diri adalah hal-hal yang terkait dengan :
1.Kebanyakan dari manusia adalah ketidakmampuan
mengatur diri.
2.Ketidak jelasan nilai-nilai pribadi.
3.Tidak berani mengungkapkan tujuan pribadi yang tidak jelas
4.Pribadi yang tidak berkembang
5.Kemampuan yang tidak memadai untuk
memecahkan masalah
6.Kreativitas yang rendah dan tidak sama sekali
7.Tidak mampu menempatkan peran dan fungsi wibawa
8.Tidak memiliki kemampuan dalam pengelolaan
9.Kemampuan membimbing yang rendah
10.Kemampuan latih yang rendah
11.Kurang mampu membina tim.
Dengan mendalami penilaian atas hambatan-hambatan pribadi diatas memberikan gambaran keterbatasan kita yang harus kita tingkatkan. Yang menjadi masalah apakah ada daya kemauan untuk menyelesaikan keterbatasan tersebut. Bila ada keinginan maka disitu ada jalan.

3.MENINGKATKAN KEMAMPUAN DARI KETERBATASAN
Bila anda telah memahami dari kesebelas hambatan yang diutarakan diatas dan berusaha untuk mempertim-bangkan relevansi bagi anda sebagai pribadi,

maka anda akan berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang sejalan dengan keingintahuan sejauh mana hambatan sebagai keterbatasan untuk menggali potensi diri anda.
Anda bayangkan jika seseorang berumur masih muda yang bekerja sebagai pegawai percobaan dapat berhasil memperluas batas-batas di seputar lingkup tindakannya, maka itu berarti anda mampu menjalankan peran anda. Yang diperlukan disini sedikit pemikiran yang mampu mendorong anda untuk berani membuat rencana perubahan itu sendiri.
Dalam hal ini suatu teknik sederhana yang dapat membantu kita menemukan perubahan-perubahan apa saja yang perlu kita buat.
Sejalan dengan keinginan untuk meningkatkan kemampuan dari keterbatasan, maka menuangkan pikiran itu kedalam suatu catatan yang menggambarkan disatu sisi menggambarkan “Saya ingin dapat” dan disisi lain menggambarkan catatan “Bukti” (dibuat dalam bentuk satu table yang berisikan mengidentifikasi batas-batas kita):
Setelah kita menuangkan buah pikiran kita dalam tabel tersebut, maka yang mejadi masalah apakah kita mampu mengungkapkan bukti eperti apa yang kita inginkan. Jadi apa yang menghambat dan membatasi kita adalah diri kita sendiri bukan orang lain.
Dengan demikian kita dapat membuat keputusan untuk mengambil tindakan yang kita inginkan atau membuat perubahan yang kita kehendaki.
Yang menjadi persoalan kita seberapa jauh kita mampu kita bicararakan, kuncinya adalah keingintahuan berdasarkan ilmu (informasi) dan Pengetahuan (pengalaman).

4.MENINGKATKAN DIALOG BATIN DALAM
MENEMUKAN DIRI
Pada dasarnya kita dapat mempergunakan otak dan hati dalam proses berpikir artinya kita dapat menggerakkan kekuatan berpikir secara sistimatis dengan mmanfatkan otak dan hati, sebaliknya kita juga dapat memanfaatkan kekuatan berpikir tidak sistimatis dengan memanfaatkan hati artinya berpikir yang disebut intuitif.

Jadi tekanan disini adalah berpikir dengan hati, maka seberapa jauh kita dapat meningkatkan dialog batin artinya proses pemberdayaan itu banyak bergantung dialog internal atau batin kita yaitu dengan apa yang disebut semacam pesan yang kita kirim pada diri kita sendiri.
Dapatkah anda membayangkan kembali dengan berpikir intuitif misalkan ia berbicara dengan diri sendiri bahwa ia percaya diri sebaliknya bagi oang yang tidak percaya diri mempunyai dialog batin yang memberi tahu bahwa mereka bodoh, sehingga kita dapat membayangkan dari dialog batin tersebut bahwa dalam lingkungan pergaulan orang lain akan lebih menarik, lebih lucu dan lebih tahu daripada diri mereka.
Cobalah anda renungkan kembali atas sebagai ilustrasi dari salah satu hambatan dalam rangka pembelajaran untuk melaksanakan dialog batin mislanya “ketidak mampuan mengatur diri” dimana anda mengungkap dialog dari satu sisi mengatakan “percaya diri” dan “tidak percaya diri.

Yang perlu kedua dialog batin itu tidak selalu pasti berdasarkan kebenaran objektif. Kita tahu ada orang-orang yang kurang percaya diri ternyata sungguh cerdas, menarik dan hangat. Kita tahu juga ada orang-orang yang kepercayaan dirinya justru tidak berdasar.
Dengan demikian bagaimanapun juga orang yang dialog batinnya positip , entah realisti atau tidak bertindak lebih baik dan mungkin mencapai hasil lebih banyak daripada mereka yang dialog batinnya secara tidak wajar membatasi mereka yang menyebabkan mereka selalu ragu-ragu akan dirinya sendiri. Jadi dengan menumbuh kembangkan dialog batin menjadi satu kekuatan baru bagi anda dalam usaha menemukan dinamika belajar, dinamika ingatan, dinamika berpikir kritis dan kreatif.

5. MENDALAMI MAKNA DIALOG BATIN
POSITIP VS NEGATIP
Bertitik tolak dari pemikiran dinamika mental (belajar, ingatan, kritis dan kreatif), mendorong anda untuk menumbuh kembangkan pikiran dengan menghayati kedalam kekuatan kebiasaan yang efektif sebagai usaha mendalami makna dialog batin dari kebiasaan yang negatip menjadi postip.
Apa yang terpikirkan dalam kekuatan pikiran anda menjadi satu kebiasaan baru dalam usaha membangun dialog batin yang positip. Dengan begitu apakah dialog batin kita menghalangi pemberdayaan diri kita ? Dapatkah anda membayangkan kembali bahwa berapa kali kita takut untuk memperluas batas-batas atau mengambil inisiatip hanya karena dialog batin kita yang negatip.
Jika kita tidak menemukan bukti kuat bahwa kita benar-benar tidak dapat melakukan apa yang ingin kita lakukan, sangat mungkin bahwa penghambat kemajuan kita adalah dialog batin kita sendiri yang negatip.
Oleh karena itu, lalu bagaimana kita dapat mengubah dialog batin yang negatip menjadi positip ? Dalam hal ini kita dapat membuat suatu table yang berisikan dengan kekuatan pikiran dari kebiasaan dalam memanfaatkan apa yang disebut dengan PENGETAHUAN (apa yang harus dilakukan, mengapa), KETERAMPILAN (bagaimana mlakukan), KEINGINAN (mau melakukan).

Tabel tersebut akan berisikan kolom yang dikelompokkan menjadi : TINDAKAN ; KETAKUTAN ; KEMUNGKINAN ; PENCEGAHAN ; PENANGANAN. Kita sebut formulir 1.
Pada kolom pertama, uraikan secara singkat yang inin kita lakukan. Pada kolom kedua, tuliskan egala hal yang kita takutkan akan terjadi jika kita melakukan yang kita rencanakan. Kolom tiga, masukkan penilaian subjektif tentang kemungkinan terjadinya setiap ketakutan dalam nilai kuantitatip.
Kolom empat,untuk merencanakan tindakan preventif untuk mencegah ketakutan yang paling buruk. Kolom lima, untuk merencanakan tindakan kita.
Sejalan dengan lembaran diatas, maka siapkan formulir 2, dengan memperhatikan hasil yang positip. Apakah manfaat-manfaat masih berharga ? bila ya kita telah merencanakan untuk menghindari masalah, sekurang-kurangnya kita akan berusaha, dengan menghayati apa yang kita katakana, selanjutnya kita tuangkan dalam formulir 2, yang menggambarkan “yang akan kita lakukan esok hari. Dengan menyebutkan prioritas, segera mengambil langkah pertama dengan pemberdayaan diri.

6.MENUMBUH KEMBANGKAN DUKUNGAN
Jika kita yakin bahwa apa yang kita lakkan memang baik dan sejalan tujuan yang hendak kita capai, maka bila ada orang yang menentang sehingga perlu mengambil langkah pendekatan untuk menumbuh kembangkan dukungan.
Sejalan dengan apa yang kita pikirkan diatas, maka perlu kita mengidentifikasi batas-batas yang disebut oleh pikiran kita sebagai “penjaga pintu” artinya orang-orang mempunyai kekuasaan menolong atau menghalangi kita.
Untuk mengidentifikasi batas-batas penjaga pintu, pergunakan formulir 3, yang terdiri kolom “saya ingin dapat” ; “Bukti” ; “Penjaga pintu”. Tulislah apa yang hendak kita ungkapkan dalam kolom tersebut sehingga kita dapat meneruskan apa yang telah kita pikirkan dengan baik-baik kepada “Penjaga pintu” dengan memnfaatkan formulir 4, yang terdiri kolom “Penjaga Pintu” ; “Kendali” ; “Manfaat”.
Setelah kita pikirkan, maka kita tuliskan kedalam kolom apa yang kita pikirkan, sehingga terserah kita sekarang untuk mulai melaksanakan rencana-rencana kita di bidang-bidang yang semula kita anggap ada di luar lingkup apa yang kita pikirkan, oleh karena itu perhatikan lagi batas-batas yang mengelilingi dan membatasi kita. Apakah menjadi berbeda ? Bagaimana perasaan kita tentangnya ?
Dengan mengisi formulir 4 tersebut, kita merasakan tantangan yang dapat mendorong pikiran ketika menyadari bahwa pada kenyataannya kebebasan mereka untuk mendatangkan dampak nyata yang jauh lebih luas daripada yang mereka kira sebelumnya.

7.PENUTUP
Dengan memperhatikan hal-hal yang kita utarakan diatas, maka timbul pertanyaan untuk melakukan perubahan, maukah anda menemukan sumber keyakinan dalam diri anda yang bisa menggerakan dinamika mental sebagai sarana untuk memberikan ketegaran untuk berbuat apa saja dan menjadi apa pun yang anda inginkan.
Sejalan dengan daya kemauan yang kuat, untuk menumbuh kembangkan “PEMBERDAYAAN DIRI”, maka dibutuhkan KOMITMEN yang datang dari dalam diri sendiri, dengan meningkatkan KEBIASAAN YANG EFEKTIF
sebagai titik pertemuan apa yang disebut “ILMU” (apa yang harus dilakukan dan mengapa) dari penguasaan informasi, “PENGETAHUAN” sebagai keterampilan yang dikembangkan dari pengalaman (bagaimana melakukan), “KEINGINAN” (mau melakukan).
Jadi dengan memanfaatkan titik pertemuan memberi daya dorong dalam kesiapan menerima perubahan melalui “PEMBERDAYAAN DIRI” sebagai kebutuhan dalam perjalanan hidup di dunia dan akherat.
Siapakah yang tidak ingin menjadi orang yang mengaktifkan bakat yang tersembunyi ? dan Siapakah yang tidak mau menjadi orang yang berhasil dan karenanya puas dan bahagia ?
Dengan demikian kita dapat menyadari sepenuhnya bahwa kekuatan dinamika mental kita menjadi “DINAMIKA BELAJAR”, “DINAMIKA INGATAN”, “DINAMIKA BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF” menjadi satu kekuatan untuk kita bisa menerima perubahan dalam rangka “mengaktualisasikan diri”
dalam usaha “memahami diri” dalam usaha “mengerti cara diri berfungsi” untuk mempertahankan “daya hidup” agar kita mampu apa yang kita kerjakan hari ini adalah hasil pikiran kita sendiri.
Oleh karena itu, ingatlah selalu bahwa apa yang disebut akan kebutuhan PEMBERDAYAAN DIRI untuk mengetahui, mewujudkan dan mengembangkan kehendak dengan mengungkit potensi yang tersembunyi dalam diri kita dengan selalu bertolak dari merencanakan, mengorganisir, aktualisasi dan control apa-apa yang hendak kita lakukan dalam memperbaharui diri dalam arti percaya akan diri sendiri dan bersyukur.
.

Read Full Post »