KEPEMIMPINAN MEMPENGARUHI KINERJA PERUSAHAAN
1. PENDAHULUAN
Kepemimpinan masa depan ditentukan oleh seberapa jauh kemampuan yang bersangkutan dapat mempengaruhi setiap pemain peran dalam perusahaan untuk meningkatkan kinerja yang tinggi.
Kepemimpinan yang memiliki keputusan startegik yang jelas, maka dalam usaha menjalani abad 21 dari perubahan masyarakat informasi ke masyarakat pengetahuan diperlukan pemikiran-pemikiran yang proaktif artinya tekanan pemikiran lebih di fokuskan kepada usaha-usaha menghindari masalah dari pada pemecahan masalah, oleh karena itu sebagai peran kepemimpinan harus mampu meningkatkan kinerja dalam perubahan yang penuh ketidak pastian.
Jurang ketidakpastian bertambah melebar bilamana kepemimpinan tidak mampu menterjemahkan situasi ketidakpastian dalam masalah dengan kemampuan mengatasi ketidakpastian karena mereka tidak berpikir bahwa mereka tahu apa yang benar-benar terjadi, disinilah letak pengetahuan keterampilan peran untuk tidak menarik ke jurang yang selalu berbahaya, tapi seberapa jauh kepemimpinan dapat mempengaruhi dalam situasi ketidakpastian menerima tanggung jawab dan memilah jurang ketidakpastian tersebut.
Jadi kepemimpinan masa depan harus secara aktif mencari ketidakpastian, maka disitu terletak kegembiraannya lebih besar dan resikonya bersifat mendasar, sehingga banyak pilihan, yang menjadi masalah harus ada kemampuan mengelola tekanan yang timbul antara pilihan untuk hal-hal yang tidak terduga dan mengikuti arus sehingga mendorong pencarian cara-cara baru untuk melakukan sesuatu sementara pada waktu yang sama membrikan kinerja tinggi dalam jangka pendek. Dengan demikian di luar kebutuhan, mereka harus menjadi para penarik perhatian konflik dan bukannya menjadi pencegah-pencegah konflik, oleh karena itu gerakkan kemampuan untuk beradaptasi atas gelombang besar ketidakpastian atau menyerah untuk digilas.
Dengan demikian betapa besar peran kepemimpinan dituntut kemampuannya untk mempengaruhi pola pikir dari sikap reaktif menjadi kebiasaan berpikir proaktif, maka disitu diperlukan keterampilan melaksanakan analisis strategik, yang menjadi kunci kebiasaan berpikir untuk menghindari masalah dalam jurang ketidakpastian.
2. PENDEKATAN SUDUT PANDANG MANUSIA DALAM BERADAPTASI
Sejalan dengan keputusan startegik (visi, misi, tujuan, budaya, strategi), maka dalam usaha menumbuhkan kembangkan kemampuan berpikir beradaptasi bagi setiap pemain peran, agar tidak tersesat dalam menghadapi perubahan diperlukan kebiasaan berpikir untuk selalu siap dan mampu beradaptasi dalam rangka untuk meningkatkan kinerja usaha.
Kemampuan beradaptasi sangat bergantung pola pikir yang terbangun oleh budaya organisasi yang kuat dan sehat yang dapat diterima semua pihak dalam organisasi sehingga ada komitmen pada diri sendiri untuk terus berusaha baik atas dasar keinginan sendiri dan atau oleh organisasi dalam meningkatkan kemampuan dalam kompetensi secara berkelanjutan.
Peran kepemimpinan mempengaruhi berpikir dalam beradaptasi didasarkan dari suatu pandangan bahwa keinginan setiap orang beradaptasi bukanlah sesuatu yang mudah untuk ditularkan kedalam sikap dan perilaku yang selalu bisa menerima perubahan, yang menjadi masalah adalah untuk menyadarkan hal-hal yang berkaitan dengan pemahaman yang mendalam mengenai “Ketentuan Hidup” yang akan mempengaruhi dalam proses berpikir dari yang bersangkutan.
Yang kita maksudkan dengan “Ketentuan Hidup” adalah Mampu untuk mendalami hal-hal yang berkaitan kebiasaan berpikir yang didorong oleh pengakuan kita atas kebesaran Allah Swt. dengan selalu berpikir dalam “Ketaatan” padaNYA disatu sisi dan disisi lain dalam hubungan kita dengan mausia sebaiknya kita selalu berpikir dalam rangka “Positif”
Bertitik tolak dari ungkapan diatas dalam proses kita berpikir, maka kita harus mampu menangkap makna dari dari setiap situasi yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku dalam kita menjalani hidup didunia, yang berdampak kemampuan kita dalam kesiapan untuk beradaptasi atas suatu perubahan yang sejalan dengan tantantangan yang dibutuhkan. Oleh karena itu renungkanlah hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan hidup seperti dibawah ini :
Pertama, berkaitan dengan segala berubah dan berakhir :
Belajar dan memahami bahwa segala sesuatu berubah dan berakhir, sehingga kita dapat bersikap dan berperilaku kedalam hal-hal 1) Bagaimana kita dapat menghindar atau menerima? Bahwa semua hal bertujuan untuk merelakan agar jiwa dapat bertahan dalam kekosongan yang taka terbatas ; 2) Ketertarikan dan penolakan kita pada orang, tempat, dan sesuatu tampaknya tergambar dalam kuurva titik meningkat, titik puncak dan menurun. ; 3) Umur dan kedewasaan berpikir, lihatlah sebuah peubahan citra dalam cermin dalam kepribadian sepanjang perjalanan hidup kita ; 4) Apa yang membuat kita terlalu mengendalikan karena kita dihadapkan makna Ya, Tidak, Kendali ; 5) Tidak ada yang memisahkan antara poros cahaya dimana kita dapat hidp dengan keyakinan, harapan dan cinta, sealiknya poros kegelapan dimana kita dapat hidup dengan ketakutan, harapan dan ketamakan. ; 6) Belajar menggabungkan kenyataan dan harapandemi adanya pembaharuan ; 7) Dalami makna kematian dan pembaharuan.
Kedua, banyak hal yang tidak selalu berjalan sesai rencana :
Berarti kesiapan kita memandang hal-hal kedalam belajar dari rencana alam ; perhatikan panggilan sebagai manusia adalah sedapat mungkin menjadi orang yang paling mengasihi ; hidup yang lebih penuh menuju kedewasaan spritual ; semua seimbang di dalam cinta.
Ketiga, hidup tidak selalu adil :
Kita bayangkan dalam kebiasaan berpikir bahwa hukum kehidupan ada dalam diri seseorang yang disetujui tanpa keruguan, oleh karena itu terimalah dari setiap peristiwa, apakah merupakan pembalasan atau perdamaian, tingkatkan spritual untuk mengatasi keinginan alami itu, lihatlah pula kenyataan bahwa mengapa orang yang tidak bersalah menderita, jadi belajarlah begaimana seni menjinakkan ego sehingga komitmen yang melampaui ego, dengan begitu lahirlah apa yang kita sebutsikap eling menjawab ketidakadilan.
Keempat, penderitaan adalah bagian dari hidup :
Dorongan hati kita menerima tanpa paksaan hukum penciptaan, tidak adakah kebutuhan psikologis untuk mencari satu nilai positif yang dapat mengubah kepedihan ini menjadi proses untuk membentuk diri kita dan pada akhirnya membuatnya layak diterima ?
Oleh karena itu, kita membiasakan untuk berpikir menangkap situasi, apakah kita korban ?, makanya kita berserah diri kepadaNya. Sebaliknya kita dapat menangkap makna kata “ya” pada penderitaan yang diakibatkan oleh alam. Kita harus dapat membayangkan pula dalam pikiran kita untuk merasakan penderitaan orang lain yang sejalan dengan mediasi konsentrasi dan atau kesadaran.
Apa yang terpikirkan bila ketika anda tidak berhasil menghibur dalam situasi anda sedang menghibur teman sejawat yang sedang depresi atau menderita, sehingga dengan pngalaman kita mngkondisikan kadaan tersbut dalam usaha mewujudkan apa yang disebut dengan kekosongan yang produktif berdasarkan kebiasaan pikiran bahwa dengan hidup kita dimana mengalami empat musim yang disebut awal, puncak,, panen, istrahat dimana setiap tahap penuh tantangan yang menyakitkan, belajarlah dai kenyataan tersebut apa yang kita alami.
Kelima, manusia tdak selalu mencintai dan setia :
Kita perlu memahami bahwa untuk hidup atau mencintai hanya ketiaka seseorang dapat mempercayai, hanya jika ada rasa aman an kepuasan, hany jika tidak ada seorang pun yang disakiti atau dikecewakan, kenyataan mengajar sebagian orang berlaku tidak jujur, sebagian berbohong dan sebagian lagi munafik.
Oleh karena iu, situasi mengajarkan bahwa pengaruh seumur hidup dari masa kanak-kanak, sehingga dalam pikiran ini dimana rasa kebersamaan terjadi dalam lingkungan yang melindungi, tempat aman yang merangkul dan menerima semua keadaan diri kita dan mendorong pengembangan diri kita yang unik.
Bertolak dengan pikiran diatas, maka mengurus diri anda sendiri saat anda terbuka pada orang lain merupakan ketentuan dari suatu hubungan, sehingga kita belajar dari kedewasaan berpikir kedalam ketentuan dalam hubungan orang dewasa, mengajarkan untuk membuat suatu dafatr batasan dalam hubungan kita untuk dapat menuntun sikap kedalam cinta tanpa ego.
Keenam, melarikan diri dari ketentuan hidup :
Dalam pikiran bahwa kita hidup dalam masyarakat yang berusaha melawan ketentuan hiup dengan sekuat tenaga pada usia muda tapi sebaliknya dengan meningkatkan kedewasaan berpikir kita membalik kondisi tersebut. Oleh karena itu, begitu penting memiliki nilai-nilai yang menghargai yang mencerminkan nilai abadi dari kebaikan dan intergritas dengan harapan saat kita menua kita mewariskan semuanya.
Dengan meningkatkan kedewasaan rohaniah, maka agama sebagai perlindungan sejalan dengan kepercayaan dan keyakinan menyebut Tuhan sebagai tempat perlindungan, walaupun terdapat dalam pikiran ada gangguan atau sumber daya yang menjadi kreativitas menuju ke hal-hal yang baru.
Kenyataan juga ada dalam kehidupan bahwa pemikiran magis dalam menghadapi ketentuan hidup sehingga ada orang berlindung pada pemikiran yang tidak rasional, akibatnya kita salah melihat sebuah hubungan yang kita takuti.
Selain dari yang kita pikirkan diatas, maka terdapat pula apa yang disebut dengan perlindungan tersembunyi berupa kepatian mutlak dari agama atau pelarian pada ketergantungan. Oleh karena itu, kita membayangkan dalam pikiran bahwa keselamatan tanpa perlindungan yang di dorong oleh kekuatan berpikir apa yang disebut dengan kebijaksanaan dalam diri kita seperti kita mengungkapkan pikiran bahwa saya berlindung dalam cinta tanpa syarat, kebijaksanaan abadi dan kekuatan penyembuhan yang ada di dalam hati saya dan didalam hati orang lain, semua menjadi satu hati dalam alam semesta.
3. PENDEKATAN SUDUT PANDANG ORGANISASI DALAM BERADAPTASI
Usaha-usaha untuk menumbuhkan kesadaran diri merupakan satu kekuatan yang perlu digerakkan secara berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kinerja usaha dengan pendekatan dari sudut pandang kepentingan organisasi.
Kebiasaan pikiran yang diungkapkan disini untuk lebih menekankan betapa penting kita meningkatkan pembelajaran organisasi yang terkait dengan kinerja yang menacakup dari pengalaman yang menggambarkan bahwa pelajaran satu sampai lima lebih menekankan kepada peringatan mengenai kebijaksaan konvensional tentang apa yang dibutuhkan oleh organisasi. Sebaliknya pelajaran enam sampai sepuluh lebih menekankan hal-hal yang berkaitan pensyaratan minimal dan freferensi kuat yang dibutuhkan dengan uraian sebagai berikut :
Pelajaran pertama yang terkait dengan kinerja buruk tidak selalu terjadi yang sifatnya secara kebetulan :
Apa yang kita utarakan disini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi, bilama suatu organisasi usaha dibangun dengan ketidak jelasan dalam merumuskan keputusan strategik yang mencakup visi, misi, tujuan, sasaran, budaya, strategi sehingga sulit dikomunikasikan untuk memberikan gambaran persfektif ke depan serta sarana yang dipersiapkan sebagai akibat dari cara pengelolaan dari kebiasaan dalam pikira yang bersifat konvensional.
Oleh karena itu dalam perjalanan, sulit untuk diterjemahkan kedalam rencana jangka menengah dan jangka pendek, sedangkan perubahan selalu ada yang menjebak peran kelompok pimpinan yang tidak mampu mempengaruhi kedalam seluruh pemain peran bahkan tidak jarang menimbulkan konflik diantara, dengan situasi seperti sudah tentu usaha-usaha memperbaiki kinerja begitu banyak hambatan yang dihadapi.
Inilah satu gambaran yang hendak kita utarakan bahwa begitu pentingkannya kita mengembangkan pemikiran berpikir secara metodis (otak dan hati) dan non metodis yang menekankan pemikiran yang digerakkan oleh kekuatan intuisi. Pemikiran intuisi sangat ditekankan dari pengalaman yang mampu menggerakkan wawasan kedalam imajinasi melihat persoalan kedepan.
Dampak dari kebiasaan pikiran diatas menjadi sesuatu yang menghambat dalam menggerakkan kapabilitas yang ada ; tidak jarang banyak usaha perbaikan yang berakibat tidak efisein dalam tindakan ; pembatasan atas beban yang hrus dipikul oleh setiap pemain peran.
Dengan apa-apa yang kita tuangkan diatas, sekali gus memberikan gambaran ketidak jelasan merumuskan pmikiran jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek, sehingga bertumpu kpada suatu keadaan yang kita sebut rasa kurang percaya diri organisasi.
Pelajaran kedua yang terkait dengan kinerja tinggi tidak selalu rapi :
Seperti halnya dari pembelajaran pertama, tidak jarang memberikan gambaran lahirnya pemain peran sebagai pepimpin yang bertangan besi sehingga tidak ada kemampuan secara berkelanjutan untuk mempertahankan daur hidup usaha dapat sejalan dengan usaha-usaha peningkatan kunci keberhasilan perusahaan.
Dengan gaya mempertahankan pengelolaan bersifat konvensional, maka sulit untuk meningkatkan kinerja secara berencana, karena kebiasaan berpikir tersebut tidak dapat menumbuhkan kekuatan dalam strategi, organisasi, sumber daya manusia, gaya kepemimpinan sistem informasi dan orientasi pelangganan, kesemua itu merupakan kunci keberhasilan yang ditata sejalan usaha-usaha dalam meningkatkan daur hidup organisasi.
Pelajaran ketiga yang terkait dengan kinerja tinggi tidak selalu efisien :
Seperti halnya dengan pembelajaran pertama dan kedua, tidak dapat tumbuh kebersamaan dalam mengelola unit kerja yang menekankan keberhasilan untuk kepentingan organisasi sebagai suatu kesatuan dalam sistem.
Oleh karena itu dampaknya terlihat tidak ada buku pedoman yang digunakan bersama ; mencampur adukkan konsep pemikiran yang terkait dengan efesiensi dan efektivitas ; walaupun memberikan gambaran kinerja tinggi tapi sulit dapat dipahami dan berwujud yan bersifat sementara ; sangat sulit untuk usaha-usaha untuk melakukan penyesuaian atas kombinasi struktur, prosedur dan peralatan
Pelajaran keempat yang terkait dengan kinerja tinggi berada dalam jenjang organisasi (begitu juga kinerja rendah) :
Gambaran pemikiran ini bertolak dari dasar bahwa bentuk organisasi memerlukan penilaian biaya dan manfaat dan oleh karena ituadala kalanya ketika sentralisasi dianggap odel yang paling penting, pada saat ang lain ketika penyebaran wewenang melalui isentralisasi akan memberikan hasil teringgi.
Dengan pemikiran diatas timbul pmikiran untuk membandingkan struktur organisasi bahwa : Pada sentralisasi keuntungan adalah kecepatan dan efesiensi ; kerugiannya adalah kerapuhan, bekerja sesuai aturan, ketidakpedulian, resiko jangka panjang lbih bsarnya : Sebaliknya desentraslisasi keuntungannya adalah adaptabilitas, daya tahan, kerugian adalah kurang pengendalian, tidak dapat dipredeksi, resiko jangka pendek lebih besar.
Dengan membandingkan itu, perlunya melakukan pilihan antara sentralisasi dan desentralisasi, oleh karena itu tampaknya mereka percaya bahwa mengurangi hambatan antar unit akan meningkatkan kemungkinan mencapai kinerja tinggi.
Juga memprhatikan dampak dari faktor lingkungan yang terkait dengan kepentingan stakeholders dalam proses keputusan.
Pelajaran kelima yang terkait dengan kinerja tinggi tidak membutuhkan karisma :
Kenyataan membuktikan pula memiliki pemimpin karismatik tidak meningkatkan kemungkinan organisasi mencapai kinerja tinggi, oleh karena itu walaupun disadari bahwa anda dapat menjadi orang yang berpengaruh di dunia ini tanpa harus memiliki kepribadian yang menarik tetapi akan lebi mudah jika orang-orang itu ingin mendengarkan anda secara otomats karena anda adalah seorang yang karismatik dan dalam berapa hal tertentu anda bersikap kasar maka orang tidak akan mendengarkan anda.
Gambaran lain bahwa pemimpin cukup cerdas atau cukup disiplin menetapkan serangkaian tujuan yang tepat dan memimpin organisasi mnuju arah yang tepat, berarti yang diperlukan adalah penguasaan kompetensi.
Pelajaran keenam yang terkait kinerja tinggi membutuhkan „ketahanan hidup minimal :
Berarti adanya kemampuan untuk tetap mempertahankan sumber daya manusia yang bersedia berjuang dengan tekun meskipun banyak rintangan, kuncinya terletak pada tantangan sebenarnya adalah tetap mempertahankan kinerja itu hari demi hari tanpa mengenal lelah tanpa perputaran karyawan dan mengurang kegelisahan yang selalu ada bersama rancangan organisasi yang buruk artinya tuntutan yang menentukan adalah iklim organisasi yang sehat memberikan setiap peluang bagi setiap orang yang merasa terikat dalam organisasi bukan karena diikat dengan begitu mereka selalu siap memberikan konstribusinya sejalan dengan tuntutan perubahan yang dikehendaki, dengan begitu bertahan secara minimal untuk menghasilkan sejalan dengan peran yang harus mereka pertanggung jawabkan.
Bertolak dari pemikiran diatas maka usaha lebih mengutakan hubungan jangka panjang sehinga pentingnya karyawan memahami arti persaingan bagi karyawan sehingga organisasi mencari jalan untuk mengimbangkan tekanan persaingan penuh dan terbuka terhadap manfaat kemiteraan jang panjang yang mengandalkan insentif kuat untuk mencapai kinerja, serta informasi bersama yang menyertainya.
Pelajaran ketujuh yang terkait kinerja tinggi membutuhkan setidaknya persaingan minimal :
Pengalaman mengajarkan bahwa organisasi yang beroperasi dalam lingkungan kompetitif diberi peringkat sebagai organisasi sebagai oraganisasi yang patut dicontoh sebagai organisasi yang berkinerja sangat baik dibandingkan dari organisasi yang beroperasi dalam lingkungan yang tidak kompetitif.
Sejalan dengan pikiran diatas untuk meningkatkan pemberdayaan atas sumber daya yang terbatas, maka dibutuhkan kemajuan dalam pengukuran dengan tolak ukur membuktikan ide menjadi pengganti yang efektif untuk persaingan dalam konteks kemiteraan.
Dengan membangun kemiteraan, terdapat keuntungan yang mencakup 1)Mitra membawa kunggulan komparatif yang berbeda ; 2) Mitra menggunakan pengaturan formal untuk menyelaraskan keunggulan komeratif mereka ; 3) Mitra memiliki kemungkinan besar untuk bekerja sama menuju sasaran tingkat tinggi daripada perusahaan yang menggunakan pendekatan tradisional ; 4) Kedua blah pihak mitra melakukan investasi dan berbagi manfaat kemitraan.
Pelajaran kedelapan yang terkait kinerja tinggi bertumbuh subur karena informasi :
Fokus pada cara organisasi berkinerja tinggi membanjiri diri dengan informasi, menyebar pada sebagian besar penelitian dengan informasi yang memadai, sehingga gambaran hubungan predektif yang terkuat dengan kinerja adalah hal-hal yang berkaitan dengan :
Strategi adalah yang terkait dengan mempertajam keputusan strategik (visi, misi, tujuan, sasaran) ; mengukur hasil.
Struktur internal adalah yang terkait dengan mendelegasikan wewenang untuk keputusan-keputusan rutin ; melakukan investasi pada ide-ide baru.
Kepemimpinan adalah yang terkait memelihara komunikasi terbuka.
Sumberdaya adalah yang terkait meningkatkan akses pada informasi.
Insentif adalah yang terkait dengan menetapkan insentif yang kuat untuk kinerja.
Pelajaran kesembilan yang terkait kinerja tinggi bertumbuh subur karena penelegasian wewenang :
Pengalaman telah menunjukkan bahwa pendelegasian wewenang rutin dan menerapkan pengelolaan partisipasi menunjukkan kekuatan yang mengejutkan dari hasil pembelajaran. Oleh karena itu pemimpin itu tidak harus karismatik, tetapi ia harus menunjukkan dengan sangat jelas bahwa ia tidak puas bahwa ia ingin melihat organisasi menjadi lebih baik. Ia memliki sikap yang baik tentang hal itu. Ia tidak hanya membuat semua ketakutan.
Berdasarkan pemikiran diatas, haruslah digerakkan sang pemimpin mampu dengan baik mengkomunikasikan keputusan strategik yang telah disepakati oleh kebersamaan untuk mewujudkan dalam keterlibatan semua pihak dengan adanya penyebaran informasi dalam satu sistem .
Pelajaran kesepuluh yang terkait kinerja tingi diawali dan diakhiri dengan keputusan strategik :
Bertolak dari pengalaman banyak perusahaan dalam revolusi gelombang ketidak-pastian menunjukkan keberhasilan dalam mewujudkan kinerja tinggi diawali dan diakhiri dari kejelasan keputusan strategik yang telah dirumuskan dan menjabarkan dari pemikiran jangka panjang ke jangka menengah ke jangka pendek kedalam suatu sistim dan diperlukan kekuatan untuk mengevaluasi dan penyesuaian.
Pelaksanaan dari rencana pemikiran yang memberikan arah persfektif (jangka panjang) ; pemikiran yang memberikan arah antisipatif (jangka menengah) ; pemikiran yang memberikan arah operasional (jangka pendek). Dilaksanakan dalam satu sistem yang terkaitkan dngan budaya organisasi yang kuat dan sehat, sehingga mengelolanya berdasarkan budaya organisasi.
Kesimpulan dari pembelajaran diatas :
Belajar dari peran kepemimpinan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku dalam mengelola organisasi dengan sistem dimaksudkan adanya upaya secara terus menerus untuk meningkatkan daur hidup dari satu posisi ke posisi yang prima sehingga terjadi pertumbuhan kinerja dan selalu siap memasuki dalam revolusi gelombang ketidakpastian sehingga memiliki kekuatan untuk merubah menjadi kepastian dengan terus menerus menilai atas kunci keberhasilan dengan faktor apa yang disebut dalam kemampuan mengelola strategi, organisasi, sumber daya manusia, gaya kepemimpinan sistem informasi dan orientasi pelanggan.
4. PENUTUP
Peran kepemimpinan dalam mempengaruhi kinerja perusahaan dalam situasi ketidakpastian dianggap suatu pemikiran yang berlebihan dalam perusahaan yang berada pada posisi prima sehingga mereka terlena dengan keberhasilan yang dicapainya.
Kecepatan gelombang perubahan dapat mendorong kebingungan dan kekacauan bagi perusahaan-perusahaan yang tidak siap menghadapi perubahan masyarakat informasi ke masyarakat pengetahuan dan oleh karena itu, era globalisasi dalam dunia tanpa batas dibutuhkan peran kepemimpinan untuk memahami makna kompetensi „Intelejens kompetitif“ sebagai sarana untuk menangkap pikiran ketidakpastian baru dan membuatnya bermanfaat.
Sejalan dengan kekuatan pikiran untuk mendorong secara berkesinambungan pemikiran betapa penting bahwa pengelolaan berbasis budaya diperlukan perubahan pola pikir dari bersifat reaktif menjadi proaktif dan oleh karena itu, diperlukan kompetensi kepemimpin untuk mempengaruhi pemain peran dalam menjalankan fungsinya kedalam kebiasaan pikiran untuk mendorong secara terus menerus kesiapan untuk mendalami hal-hal yang terkait dengan „Kesiapan menguasai perasaan yang terdalam ; memaksimalkan enrgi ; proses belajar“.
Bertitik tolak dari pemikiran diatas, maka sejalan dengan pengelolaan berdasarkan budaya organisasi yang kuat dan sehat, diperlukan kebiasaan berpikir agar setiap pemain peran mampu meningkatkan „Kewaspadaan – Kelincahan – Adaptabilitas – Keselarasan“ sebagai kebutuhan dalam menangkap ketidakpastian menjadi satu kekuatan baru dalam kebiasaan berpikir mewujudkan kinerja dimasa depan.
Berpikir dalam KEWASPADAAN dalam arti seberapa jauh kita mampu menggerakkan berpikir dalam demensi masa depan yang beragam, dengan demikian mereka dapat meninggalkan bentuk tindakan apa yang isebut dengan „Prediksi lalu bertindak“ dan mendukung pendekatan apa yang disebut dengan „Selidiki lalu sesuaikan diri“ yang melahirkan sejumlah konsep strategi yang dapat berjalan dengan baik dalam luang lingkup kemngkinan.
Dengan dorongan berpikir „Kewaspadaan“ yang digerakkan oleh kekuatan „Otak dan Hati“ menjadikan proses berpikir melaksanakan perubahan yang berencana secara sistimatis dengan lompatan berpikir untuk kesiapan tindakan dengan apa yang disebut dalam „menyelidiki ruang lingkup masa depan yang beragam ; mengantisipasi adanya kejutan ; menantang asumsi yang tidak sejalan dengan tuntutan perubahan ; berusaha untuk mengurangi penyesalan“
Berpikir dalam KELINCAHAN dalam arti seberapa jauh kita mampu menggerakkan dalam pengelolaan yang terkait dengan kemampuan mengorganisasikan untuk bergerak secepat kilat dalam menanggapi sumber daya yang terbatas tidak saja melibatkan perubahan pada strategi dan teknologi baru, juga tersedianya sumber daya manusia yang siap beradaptasi.
Dengan dorongan berpikir „Kelincahan“ yang digerakkan oleh kekuatan „Otak Dan hati“ menjadikan proses berpikir kedalam kemampuan mengorganisasikan untuk bergerak cepat dan lincah kedalam usaha-usaha yang terkait dngan kesiapan „merekrut dalam demensi masa depan yang beragam ; pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan ; menggariskan sasaran sedikit lebih tinggi dari mungkin dicapai ; kesiapan melimpahkan wewenang untuk bertindak ; berpikir cermat dan sederhana.
Berpikir dalam „ADAPTABILITAS“ dalam arti seberapa jauh kita mampu menggerakkan dalam kesiapan menantang kebijaksanaan yang berlaku dimana adaptabilitas membutuhkan keptusan dasar untuk menantang sistem yang berlaku baik didalam organisasi maupun diluar organisasi.
Dengan dorongan berpikir „Adatabilitas“ yang digerakkan oleh kekuatan berpikir dengan „Otak dan Hati“ menjadikan satu kebiasaan yang mendorong kedalam daya kemauan yang sejalan dengan tuntutan apa yang disebut dengan „Menciptakan kebebasan belajar ; menciptakan kebebasan berimajiasi ; menggabungkan kekuatan keahlian ; membuat tolak ukur menjadi tidak berfungsi ; menerima konsep perintah
Berpikir dalam „KESELARASAN“ dalam arti seberapa jauh kita menggerakkan kekuatan mengkomunikasikan keputusan strategik yang telah ditetapkan dalam memberikan arah persfektif yang sejalan dengan kecintaan –harapan – cinta yang digerakkan oleh kepemimpinan dengan keteladanan melalui kesiapan untuk melaksanakan pendelegasian wewenang yang cukup signifikan ke bawah dan menerima partisipasi dengan kesiapan menerima tanggung jawab untuk menyelaraskan organisasi di seputar keputusan strategik yang ditetapkan.
Dengan dorongan berpikir „Keselaran“ yang digerakkan oleh kekuatan berpikir dengan „Otak dan Hati“ menjadikan satu kebiasaan untuk menuntun menuju keputusan strategik kedalam hal-hal yang terkait dengan menumbuhkan yang benar dalam diri dari setiap pemain peran ; memimpin dalam dimensi masa depan ; mampu berkomunikasi melalui dua arah ; mengantisipasi lawan ; menghindari hal-hal yang tidak relevan.